Kamis, 10 April 2014

Vandalisme Taman Vanda

Sebuah huruf yang bernilai penting -namun masih terdengar asing- itu lenyap, hanya beberapa hari setelah dipasang sebagai judul taman sejak awal tahun ini.
Taman Vanda @ Jalan Merdeka, pascavandalisme

Entah karena pitnah bahwa orang Sunda sentimen terhadap huruf V mewujud nyata, atau ada pejuang bahasa yang ingin menjunjung kosakata Indonesia, atau ada yang takut daerah ini salah disangka Kebun Binatang Langka...
Entah semata kegagalan konstruksi, atau ada yang bermaksud meloakkannya sebagai besi tua gara-gara kepepet secara ekonomi -sialnya hanya satu saja yang paling rapuh mudah tercerabut- atau sekadar alay-alay nekad pompa adrenalin dengan tantangan maksimal penggarongan terencana...
Entah barangkali memang kutukan nama bekas bioskop penuh kenangan itulah yang kebetulan terlalu mirip dengan istilah "vandal" (atau jangan-jangan tadinya di ujung memang ada huruf L yang juga ikut hilang)...

Ironis, letaknya tepat di pusat kota, delta pertigaan antara Bank Indonesia Jabar-Banten, Markas Kepolisian Resor Kota Besar Bandung, dan Balai Kota Bandung. Apalagi, taman ini direncanakan menjadi percontohan penataan taman Kota Bandung (PR) untuk dikelola oleh BI sebagai semacam taman tematik uang (Detik). Apakah ini pertanda dari apa yang akan terjadi dengan UANG RAKYAT Bandung, bisa raib tanpa jejak meskipun sudah berada dalam pengawasan segitiga strategis Bank Sentral, Polisi dan Pemda?

Yang mengherankan saya, kenapa sih semua taman harus dipasang judul mencrang berhuruf kapitalis begini? Menjiplak dari kota londo belah mananya hongkong tuh? Dan kenapa lebih heboh buang energi demi benda-benda pajangannya daripada mengatur jenis daun bunga umbi apa yang layak ditanam di sana? Saya sendiri diam-diam berharap ada yang mencabut semua judul taman di seluruh penjuru kota ini sekalian supaya dipertimbangkan ulang penataan dan perlambangannya. Masa orang Bandung ngga punya ide kreatif lain untuk menghias taman dengan sentuhan budaya khas milik sendiri?

Tampaknya warga Bandung masih salah kaprah dengan istilah "Kota Kreatif", sehingga yang ada malah menambah sampah bukannya menyelesaikan masalah (Baca: Kota Kreatif dan Ekonomi Kreatif -Marco Kusumawijaya). Beberapa bukti lain, walaupun meraih penghargaan Kemendagri sebagai kota terbaik sektor infrastruktur, masih banyak kebingungan seperti dalam pembangunan halteu-halteu di bawah ini.

@ Kolong Pasupati
@ Jalan Tamansari