Rabu, 21 April 2010

Cinderella (ella-ella, eh-eh-eh-ooo)

"Cinderella Complex" adalah sebuah istilah yang dikemukakan oleh Colette Dowling, bukunya terbit pada awal 1980an, entah ayah atau ibu saya kebetulan punya, diletakkan di rak sebelah atas koleksi dongeng-dongeng peri saya sehingga judulnya saja sudah cukup menghantui mimpi-mimpi masa balita saya.

cinderellacomplexIsinya tentang suatu keinginan tak sadar perempuan untuk diurus oleh orang lain, terutama didasarkan pada ketakutan akan kemerdekaan. Masalah ini akan tampak semakin nyata seiring dengan bertambah usia. Aspek penting dari karya ini dapat dijelaskan sebagai identifikasi salah satu pencetus sindrom yang menyebabkan fenomena yang lebih besar seperti mengapa perempuan memilih untuk mempertahankan hubungan yang gagal.

Kompleks ini dinamai seperti tokoh dongeng peri Cinderella, yang menggambarkan citra perempuan sebagai cantik, anggun dan sopan tetapi tidak sanggup berdiri sendiri sebagai tokoh yang kuat dan merdeka sehingga harus diselamatkan oleh suatu gaya dari luar, biasanya seorang laki-laki (Pangeran Tampan).
Dowling berusaha menjelaskan betapa kondisi tersebut bukanlah sifat yang alami, melainkan endapan budaya, hasil didikan masyarakatlah yang menuntut perempuan untuk bersikap ketergantungan dan laki-laki untuk tidak demikian.

Sayangnya pendapat tersebut hanya berdasarkan satu pengalaman pribadi sang penulis, dan tentunya tidak dapat disamaratakan sebagai pengalaman perempuan yang dibesarkan dengan cara yang berbeda. Apakah perempuan yang tidak dididik demikian sudah pasti terbebas dari kompleks tersebut? Atau, jangan-jangan sebenarnya itu sudah terpatri dalam naluri perempuan pada asalnya, mau dibesarkan dengan cara apa pun?

Apalagi, pendapat tersebut hanya berlandaskan penggambaran Cinderella dalam karya Perrault, yang mendoktrin perempuan beradab "kalangan atas" bahwa mereka haruslah penurut, menunggu dengan sabar untuk diselamatkan, berkaki kecil jarang jalan-jalan, pasif tidak punya inisiatif sendiri, menyerah dihina dan ditindas oleh saudara tiri tanpa mengeluh, bergantung kepada ibu peri, dan kemudian menerima pelindung yang lebih permanen, yaitu suami. Sebagai seorang perawan, dia tidak punya kewajiban memperjuangkan dunianya agar menjadi lebih baik. Dia rela diperbudak dengan tertekan dan penuh penderitaan, terampil dalam urusan rumah tangga namun tidak menikmatinya.

Masih mendingan Cinderella dalam catatan Grimm bersaudara yang dikumpulkan dari kabar rakyat jelata, digambarkan bahwa perempuan itu cerdik, punya banyak gagasan dan daya upaya untuk membebaskan dirinya sendiri. Walaupun saudara-saudara tiri melakukannya dengan cara yang gore sampai mengiris kaki ... Namun tetap saja seperti di adat-istiadat negeri asalnya (Cina?) kisah ini masih sarat dengan pemilahan antara perempuan bangsawan (dengan ciri berkaki kecil karena sengaja dibebat sejak lahir) yang tidak pantas diserahi pekerjaan rumah, dan perempuan rakyat jelata yang kakinya pastilah tak muat di sepatu kaca.

Confessions of an Ugly Stepsister menceritakan sudut pandang lain dari kisah ini dengan lebih membumi. Cinderella adalah anak yang cantik dan besar dimanja, sedangkan ibu tirinya kerepotan menanggung suami yang sakit dan usaha yang bangkrut. Turunnya Cinderella ke dapur adalah tuntutan hidup. Dia sengaja memoles wajah dengan arang agar tidak diganggu oleh lelaki sembarangan. Sementara saudara tirinya berbakat seni dan bisa menemukan kebahagiaan hidup sendiri.

***

Di masa kini, Cinderella berlagak sebagai seorang tante-tante berambut pirang pemilik toko sepatu, yang tidak mengelolanya dengan baik, malah asyik jalan-jalan belanja ke luar negeri. Dia masih berkeluh-kesah menyesali pernikahannya di masa lalu dengan Prince Charming, karena sebagai istri resmi ketiga (!) dia kehabisan manis sepahnya.

Di antara perkumpulan arisan mantan-mantan Prince Charming (Snow White dan Sleeping Beauty), si pegawai toko "The Glass Slipper" yang kerja keras dan ide cemerlangnya selalu dipandang sebelah mata (Crispin Cordwainer, pembuat sepatu dalam kisah the Elves and the Shoemaker), maupun penduduk lain di pelosok Fabletown (tempat para tokoh dari cerita peri kini mengungsi), tidak ada yang tahu bahwa sesungguhnya selama ini Cinderella punya kegiatan utama yang sangat rahasia, sebagai mata-mata paling handal yang menikmati pekerjaannya.

Demikianlah sosok ini ditampilkan dalam dunia FABLES - komik Amerika milenium yang cukup menarik dalam menampilkan intrik-intrik politik. Seperti tokoh-tokoh cerita peri lain di komik ini, perwatakan Cinderella masih sesuai dengan cerita asli: kegiatan mata-mata adalah urusan penyamaran yang tepat, pemanfaatan alat, senjata sepatu, serta kepatuhan akan tenggat waktu. Namun di dunia "nyata" ini, "bahagia selamanya" tidak ada dalam kamusnya.

Komik yang terlalu Amerika, namun patut untuk diperiksa sesekali.

from fabletown with loveBabak berikut berkisah dalam satu misinya, Cinderella bertemu saingan yang setara dari negara "sahabat": orang yang berlatar belakang kurang lebih sama, naik derajat dari tanah penuh abu dan debu ke singgasana bangsawan melalui kekuatan sihir (Aladdin).
Dia pun harus menghadapi pertanyaan dan kecaman tentang gaya hidupnya yang sekarang dari sang makcomblangnya dulu (Fairy Godmother) yang pernah menjerumuskannya dalam perjodohan dengan pangeran yang telah menduda dua kali...

Menurut sang pengarang, cerita ini seperti "On Her Majesty's Secret Service meets Sex in the City" yang masih sejalan dengan alur utama "Fables".

From Fabletown with Love 01 02 03 04 05 06

Untuk serial Fables selengkapnya, kalau berkantong kempes seperti saya sekarang, cari saja bajakan pindaian di situs-situs Rusia...

***
Kaki saya sendiri termasuk kecil (ukuran 35/22 cm, beli sepatu harus model anak-anak) tapi bentuk kaki petualang tak kan sanggup dikurung sepatu kaca. Makanya saya pribadi kalau diperbolehkan, akan pilih Snow White Complex. Bukankah rambut saya tidak pirang melainkan hitam, kulit saya juga sedikit lebih putih daripada rata-rata, dan bibir saya pastinya akan merah sehabis makan sambal. Mungkin bukan Putih Salju seperti yang digambarkan di komik tersebut, tapi yang jelas tentu saya akan lebih suka berhaha-hihi dengan tujuh kurcaci, seandainya untuk menemukan pangeran tampan berarti harus pingsan dulu menelan racun apel. Apalagi saya tidak suka apel, jauh lebih enak buah-buahan pribumi seperti pepaya mangga pisang jambu duku durian salak dari Pasar Minggu. Belimbing, alpukat dan nanas juga boleh deh... Atau, kedondong. Seandainya tertelan biji kedondong kan lumayan heboh dan memalukan tuh.

Oh ya, tahu tidak, ternyata kedondong itu bahasa Inggrisnya Ambarella (ella-ella, eh-eh-eh-ooo)?

Tulisan-tulisan sebelumnya terkait urusan perempuan: