Selasa, 30 Desember 2008

Perubahan ・「変」

Perubahan. Kanji yang dipilih untuk menggambarkan tahun ini.
Semboyan calon pemimpin negeri kahyangan di balik bumi.

kanjihen


Perubahan. Cuaca, citra, tata kelola, harga.
Dalam ilmu ramalan, perubahan setara dengan kematian.
Akhir dari sesuatu, untuk menyongsong pembaruan.
(Wah, boleh juga. Terlalu banyak yang wafat di sekitar.
Tahun ini lebih sering dari biasa harus melayat berbelasungkawa.
Tetangga sebelah rumah. Mantan pejabat negara.
Para cerdik cendekia. Penopang hidup keluarga.
Heath Ledger...)


kotoshinokanji 2008Perubahan.
Juga perlambang keanehan.
Menggoncangkan kemapanan,
mengelu-elukan ketidakpastian.
Boleh jadi membawa kebaikan,
jangan-jangan malah keburukan.
Sebuah pertaruhan.

Tidak masalah, bukan?
Yang penting,
menguak secercah harapan.
Menyongsong masa depan.



kitsunekitsuna
Menyambut tahun baru,
alangkah asyiknya mengunjungi
RUBAH-RUBAH lucuuu di balik
puluhan ribu gerbang jingga
yang berjajar kokoh perkasa
menuju Fushimi Inari Jinja \(^o^)/


Kotoshi no Kanji 2007

Kotoshi no Kanji 2004

Jumat, 12 Desember 2008

Aksara Sunda

jl.belitungSuatu pemandangan yang cukup mencolok di Bandung tahun ini adalah dipasangnya plang nama jalan dengan huruf-huruf melenting yang unik dan asing.

(Hwaduh, awalnya saya kira huruf Mongol atau Thai, untuk kepentingan visit Indonesia 2008...

Tapi anehnya kenapa tidak didampingi huruf yang lebih umum, China ataupun Arab?

Setelah dipelong-pelong baru sadar, ternyata inilah yang namanya Aksara Sunda.)


***

Pemasyarakatan Aksara Sunda di tahun-tahun belakangan ini diperkuat dengan terobosan yang dilakukan oleh paguyuban-paguyuban pasundan, antara lain oleh kawan Dian TN yang mengurus pencantumannya ke dalam jajaran unicode sehingga aksara ini dapat dipergunakan secara meluas di dunia komputer.

Lalu, dengan sarana yang telah disediakan Dian dkk tersebut, mau dibawa ke mana aksara ini? Apakah hanya akan menjadi pengisi museum fosil, atau memang akan mulai diterapkan lagi di berbagai segi kehidupan urang Sunda?

Dari dua huruf keriting kriwul arus utama yang berpengaruh dalam peradaban dunia saat ini, dan yang telah mencapai tingkat pembakuan tertentu serta pakem-pakem penulisan kaligrafis, sejauh yang saya pelajari, masing-masing punya perwatakan khas, yang kemudian mencerminkan pola pikir budaya tertentu, dan selanjutnya menjadi sarana ampuh dalam menanamkan pola pikir tersebut.

Kanji adalah pencitraan makna; seiring perjalanan sejarah, telah puluhan ribu tercatat, dikemas dari berbagai sudut pandang terhadap alam, dan kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya takkan sanggup dipahami seluruhnya oleh sesosok manusia hanya dalam satu masa kehidupannya; dan manusia yang menggunakannya akan cenderung menilai ataupun mengungkapkan sesuatu melalui pandangan, gambar dan gerak-gerik mata.

Yang satu lagi, hijaiyah lebih merupakan pencitraan suara, namun cukup luwes untuk diregang dan dimampatkan sebagai hiasan dekoratif, cenderung abstrak tapi juga bisa dianggap memiliki filosofi: alif yang melangit, ba yang membumi, lam yang menunjuk, mim yang menukik, dst; dan manusia yang menggunakannya akan cenderung menilai ataupun mengungkapkan sesuatu melalui pendengaran, tekanan suara dan gerak-gerik bibir.

Di antara kedua jenis huruf ini, juga dengan huruf romawi yang jelas cenderung hedon, ada nuansa khas yang tidak akan pernah dapat diterjemahkan langsung secara utuh satu sama lain.

Akan halnya pemasyarakatan aksara sunda yang baru dibakukan ini, modernisasi beberapa lafaznya jelas memberi peluang penyerapan bahasa asing. Ini menandakan urang sunda siap membuka diri menerima pola pikir kontemporer. Namun sebelum itu, seperti apa watak budaya asli yang diusungnya?

Kalau ini masih merupakan serapan dari kebudayaan India, tidakkah ada sisa-sisa masa lalu semacam 'sistem kasta' yang terpatri di dalamnya? Jangan-jangan aksara ini hanya milik raja-raja? Dengan menggunakannya, akankah terlahir ahli-ahli bahasa angkatan muda yang mahir baca-tulis ngalagena? Atau hanya untuk mempermudah mesin-mesin robot melakukan pemindaian dan penerjemahan serpihan-serpihan daluang yang nyaris membusuk di perpustakaan secara mekanik tanpa perasaan?

Berapa banyak sih sebenarnya karya sastra --maupun sekadar daftar belanja-- sepanjang sejarah pasundan telah menggunakan aksara ini? Dari semua yang ada, mampukah kita menemukan kembali "kearifan lokal" urang Sunda? Dapatkah lekuk-lekuk aksara ini mewakili, katakanlah, falsafah sabilulungan?

***
Suku saya sendiri, mungkin lebih mahir menggunakan huruf jawi alias arab melayu, kemudian dengan mudah (atau terpaksa) pindah haluan ke huruf romawi, tapi jelas mereka cukup pede dan besar mulut untuk tidak merasa perlu terikat satu bentuk huruf (ataupun gaya bahasa).
Apakah kami pernah juga punya huruf asli sebelumnya?
Entahlah, tak penting, adakah yang peduli (???)
***


Senin, 08 Desember 2008

Yanda & Kambing!

yandayagiSelamat Idul Adha.
Di Jepang, entah mengapa, konsumsi bahan-bahan dasar dari kambing tidak dikenal. Paling-paling ada satu-dua bungkus daging cincang bercap halal, dijual melalui toko impor anggur dan minuman keras.



Jumat, 05 Desember 2008

Maryamah Karpov: Siapanya Bang Anatoli?

Entahlah apakah maksudnya sebagai balasan undangan acara-acara saya selama ini, atau hanya viral marketing, tibalah sepucuk undangan acara peluncuran ke email saya. Walaupun sebelumnya tak ada sebersit pun niat mengejar-ngejar buku ini, kebetulan letak Mizan Point sangat dekat dengan tempat nongkrong saya, maka tanpa pikir panjang, hadirlah saya mengajak Ari, Jay, dan Ibet.
iyamkarpovLumayan, bisa menonton sandiwara, pentas musik, artis yang beredar, dan dapat tanda tangan langsung.
Sayangnya, saat itu kekuatan tubuh mencapai titik rendah, sehingga besoknya saya menamatkan bacaan dalam keadaan terkapar di tengah kompresan. Setidaknya, rasa sakit dan penat agak terabaikan, namun entahlah apakah hal-hal yang dapat saya simpulkan di bawah ini memang asli dari bukunya atau jangan-jangan bercampur aduk dengan igauan.


Bagaimana menceritakannya supaya tidak spoiler, ya.

Intinya adalah mengenai semacam kejut budaya balik yang dialami sang tokoh, Ikal, sekembali dari melanglang buana bersekolah tinggi. Ternyata, ilmu dan pengalaman yang telah dia peroleh dari petualangan hebatnya itu pun tidak serta-merta menjamin dia bisa mengatasi segenap kesulitan yang dihadapi di daerah asalnya sendiri, bahkan tidak untuk sekadar mengatasi gigi bungsu. Sepak terjangnya yang canggung itu menjadi pusat perhatian masyarakat sekeliling, sebagai hiburan sekaligus ajang taruhan di warung kopi.

Secara isi, banyak hal baru yang belum digali dalam ketiga buku sebelumnya mengenai keadaan masyarakat Belitong, antara lain melalui stereotip kelompok suku dan ras, diiringi julukan-julukan sesuai sifat masing-masing tokoh Melayu yang berperan di kisah ini. Dari situlah, sepintas lalu, judul buku ini terumuskan... Jadi sesungguhnya Mak Cik Maryamah itu bukan siapa-siapanya Bang Anatoli, cuma penggemar berat, kali ya. Antara judul, subjudul, gambar sampul dan isi memang saling menipu. Mungkin sengaja, supaya susah ditebak.

Bab-bab awal cukup menggugah rasa penasaran, walaupun menurut hemat saya cerita kelulusan di luar negeri seharusnya ditamatkan saja ke dalam buku sebelumnya, agar masing-masing fase kehidupan menjadi utuh berdiri sendiri di tiap buku (sebagaimana bab-bab SP yang terkait alur Edensor juga mendingan disatukan sekalian...)

Alur cerita yang melibatkan pembuatan perahu dan pelayaran menyeberangi laut, mungkin bagi beberapa pembaca membosankan, atau terkesan mengawang, atau menyimpang dari harapan, tapi justru inilah yang sedikit memenuhi tuntutan saya akan pengimbang dominasi asing dalam kisah terfavorit seperti Pirates of the Caribbean dan One Piece. Horeee! Betul banget, betul banget! Lanun Melayu kan sejak zaman Borobudur jelas paling unggulan!!! Ngapain pula anak pulau jauh-jauh berlagak menantang Eropa-Afrika, sementara menaklukkan Selat Malaka yang ada di pelupuk mata malah belum sempat! Hanya saja fenomena ini masih dalam tahap pengamatan dan penjajakan... Coba tokoh utamanya terlibat langsung jadi perompak sekalian, itu baru seruuu.

Lalu penampilan kembali tokoh-tokoh LP dengan sensasional terkesan dipaksakan. Penggambaran keadaan masing-masing juga agak kontradiktif dengan epilog LP. Mahar yang katanya sudah tobat, masih terlibat perdukunan. A Kiong yang dibilang punya toko kelontong, di sini buka warung kopi. Sementara Lintang... Kalau masih sebegitu pintarnya, ya memang gak perlu sekolah lagi lah, ikut ujian persamaan kek, lalu cari karier yang lebih bermasa depan? Eh tapi bekerja serabutan tentu lebih nikmat daripada jadi pejabat... Yang aneh, tidak satu pun dari mereka terlibat sebagai anggota masyarakat sekitar, baik ikut bertaruh ataupun mendapat julukan. Apakah memang sudah beda pergaulan?

Bayangan sosok sang cinta pertama yang di LP ditekankan tak terlacak lagi dan hanya akan disimpan sebagai kenangan indah --walaupun diam-diam masih didambakan di dua buku selanjutnya-- sampai di MK semakin memancing Ikal menempuh hal-hal yang paling tidak masuk akal dan tidak konsisten. Penokohan A Ling sendiri, tetap terhenti di permukaan. Informasi yang bertambah hanyalah, segurat rajah, dan sepintas kisah-kisah perjumpaan mereka di masa kecil yang tidak dibeberkan di LP. Rentang waktu yang berlalu tidak memperdalam pemahaman mengenai sifat-sifatnya setelah dewasa. Jangan-jangan dia muncul lagi hanya demi memenuhi khayalan pembaca.

Mungkin yang layak dikecam adalah penyunting, mengapa tega lepas tangan meloloskan kerancuan-kerancuan seperti itu. Di buku pertama bolehlah, kan sebagai "terobosan baru oleh penulis pemula". Di buku kedua dan ketiga saja sudah aneh. Masa sih kelompok sebesar Mizan bisa kekurangan proofreader yang cukup intelek untuk lebih kritis meninjau pernyataan-pernyataan sok ilmiah yang ngawur, agar tidak menyesatkan pembaca yang tidak tahu dan malas mengulik? Haree genee, kroscek info lewat wiki/google kan bisa? Perlukah sedemikian terburu-buru menerbitkan serangkai tetralogi?

Sementara yang ini kan adalah buku keempat, yang sudah dirancang sejak sekian lama untuk mengikat ketiga buku sebelumnya sehingga menjadi satu kesatuan utuh. Ini malah membuyarkan. Saalh keitk™ masih ada di sana-sini. Seharusnya baik penulis, penyunting maupun penerbit sudah lebih piawai mengerjakan tugas masing-masing, apalagi toh pangsa pasarnya cukup aman karena para penggemar berat sudah menanti-nanti setengah gila. Apa sih susahnya meningkatkan mutu. Katanya berevolusi, mana? Kejanggalan yang jelas terlihat malah terlewatkan. Jangan-jangan penerbit dan penyunting sengaja membiarkan itu apa adanya penulis? Supaya, katakanlah, manusiawi?

Tapi jangan-jangan kerancuan memang menjadi senjata utama dan gongnya buku ini... Antara halaman pertama dengan lembaran paaaling akhir, adalah kerancuan paling parah dalam buku ini; menarik memang, tak terduga, namun sama sekali tidak lucu... Hmmm. Apakah ini termasuk pelajaran moral? Apakah ini islami?

***
Yang menjengkelkan adalah sistem promosi pemasaran yang menunggangi gunjingan. Kalau mau membantah secara gak penting begitu jangan disambi di hari peluncuranlah! Pintar-pintarlah meredam lewat jalur belakang. Seakan-akan bukunya saja tak cukup kuat mengundang wartawan yang agak lebih bermartabat daripada infotainment. Tapi mungkin perlu maklum, seniman dan pujangga rata-rata memang orang aneh, apa boleh buat.


Kesimpulannya,
mau lahir dan besar di manapun, Orang Melayu Tetap Pembual. huh.

Minggu, 23 November 2008

Pesta tanpa Fiesta

Perjalanan menuju pesta blogger sempat dirundung rasa kesal. Dalam undangan, dikatakan bahwa demi menghindari antrean panjang di pagi hari, tiket dapat diambil di suatu tempat nongkrong sebelum pukul sepuluh malam. Karena banyak acara pagi hari, saya datang ke sana pukul sembilan malam, ternyata tersia-siakan karena seluruh panitia pergi rapat. Tega nian. Kalau memang ada jadwal rapat, tidak perlu bilang ada kesempatan mengambil tiket jam segitu dong!

Besoknya untung saya hadir tepat sebelum pesta dimulai. Ketinggalan beberapa bonus, sih. Dan entah karena ruangannya memang terlalu besar, rasanya yang datang belum mencapai seribu orang seperti harapan. Dari komunitas saya pun tidak ada yang hadir (memangnya yang mana, ya). Hanya segelintir yang saya kenali: Enda tentunya, Sawung, beberapa teman dari pesta tahun lalu, dan di akhir acara sempat menyapa teh Nita. Mungkin yang lain tidak berpapasan karena lost in the crowd. Menteri yang menyambut pun parah: Pak Kus. Tapi mungkin ngalor-ngidulnya memang serasi dengan suasana santai para blogger.

Moderator dari keseluruhan acara diskusi pleno ternyata mantan ketua pesta blogger sebelumnya. Dia, lagi. Enda ini organisatoris yang matang, penulis yang brilian, dan jelas menguasai masalah perblogan, namun sialnya belum berhasil menjadi orator yang memukau. Garing! Diskusi di depan berjalan cukup hangat, namun tidak benar-benar menyerap perhatian penonton. Semua sibuk dengan teman di sebelah masing-masing, ada beberapa wartawan yang mencuri-curi kesempatan mewawancarai pentolan-pentolan komunitas, sementara yang masih tulus ingin mendengar tenggelam di balik keributan di sekelilingnya.

Makan siangnya... Oalah mak jaaang, ini pesta apa pesta sih? Sudah mah seumprit, tidak ada sayur hijaunya sama sekali, kusam pula. Kami kan sudah bayar iuran 50 rebu untuk ini! Mungkin gunungan gurilem dan bernampan-nampan rujak akan lebih meriah daripada nasi kotak yang menyedihkan ini. Apalagi karena tidak boleh makan di dalam aula, bergeletakanlah kami di lorong-lorong dengan sengsara...

Sesuai niat awal, saya mengambil sesi turisme. Beberapa blogger dalam dan luar negeri menjadi narasumber, berbagi pengalaman menarik mereka dalam menulis mengenai perjalanan dan wisata. Namun sesi tanya jawab malah didominasi oleh keluhan-keluhan terhadap pelayanan dan sarana prasarana wisata di Indonesia, dibalas pula dengan tanggapan ngeles berulang-ulang oleh pihak sponsor, Depbudpar yang tak sudi dipersalahkan. Wajaaaw...

wisata


Saya sendiri bertanya tentang penayangan peta dalam berita perjalanan. Kebanyakan mereka memanfaatkan google maps, ternyata bisa dibuat jalur perjalanan juga. Namun setahu saya google maps tidak menyampaikan info ketinggian tempat, sehingga untuk peta naik-turun gunung-lembah, tentunya kita mesti membuat peta manual lagi...?

Partisipasi bertanya ternyata membuat saya berhak atas sekantung oleh-oleh dari Depbudpar berupa dua macam kaos dan sebuah gantungan tas visit indonesia, dua buah buku besar hardcover licin berwarna serta beberapa lembar peta dan brosur promosi wisata Indonesia. Horeee, cukuplah untuk membuat kelompok diskusi lain sirik...

Kesimpulan sesi ini sih, bahwa sebagai travel-blogger, subjektivitas justru adalah daya tariknya. Tak perlu ragu kalau tulisan kita tidak profesional, yang penting berusaha menampilkan informasi dan tips-tips khusus dari hasil pengalaman sendiri.
Nantinya orang yang berselera mirip dengan kita dapat memanfaatkan dan mengolahnya dengan melakukan perbandingan info dari pihak-pihak berkepentingan ataupun blog lain. Sayang sekali saat diskusi ini menghangat, waktunya keburu habis.

Setelah acara pengumuman pemenang lomba foto dan pembahasan hasil diskusi, pesta berlanjut dengan berbagai undian berhadiah, diselingi hiburan blogger artis. Sayangnya semua hadiah diundi satu persatu, membuat seluruh perhatian terpusat pada MC, bising dan melelahkan sekali. Padahal ini kesempatan untuk lebih beramah-tamah, atau seharusnya waktu yang ada dapat dimanfaatkan untuk perpanjangan diskusi tematik. Sementara orang yang memilih membuat acara sendiri antarsesama mereka gak bakal bisa mendengar nomor dipanggil, sehingga gak kebagian hadiah. Gak adil. Dan entahlah apa kaitannya undian berhadiah ini dengan tema mengeblog untuk masyarakat. Rasanya gak nyambung, dan terlalu hedon.

Moral cerita ini: kalau mau bikin pesta meriah yang menyangkut banyak kepentingan, daripada memperbanyak hadiah undian, lebih baik menghebohkan menu makanan!!!

Senin, 27 Oktober 2008

Mengapa saya mengeblog dalam Bahasa Indonesia

80 tahun Sumpah Pemuda, dan setahun peringatan Hari Blogger Nasional Indonesia.
  1. Lahir dan tumbuh besar sebagai orang Indonesia belum menjamin kemampuan saya untuk menulis berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan bermutu. Saya perlu berlatih secara teratur tanpa disunting semena-mena oleh orang lain, namun dengan mempelajari umpan balik berupa kritik dan saran dari pembaca blog saya.

  2. Bahasa Indonesia adalah Bahasa Pemersatu Bangsa, yang setidaknya wajib dipahami oleh (hampir) seluruh masyarakat Indonesia di segenap penjuru dunia. Siapa lagi yang mengeblog dalam Bahasa Indonesia, kalau bukan saya (anda, kita) yang berbahasa ibu Bahasa Indonesia?

  3. Mendukung penyebaran internet masuk desa, perlu ada pasokan isi berbahasa Indonesia yang mencukupi kebutuhan para pembaca internet yang tidak begitu paham bahasa asing lainnya. Kenyataan ini juga telah ditanggapi oleh dunia internet pada umumnya, terlihat dari kecenderungan untuk menyediakan sarana-sarana berpilihan bahasa lokal, termasuk Bahasa Indonesia di antaranya. Dan dengan meningkatnya mutu sarana terjemahan di mesin-mesin pencari, pengguna bahasa lain akan dengan serta-merta mengerti garis besar isinya, tanpa saya perlu bersusah-payah menulisnya dalam bahasa asing selain bahasa saya sendiri.

  4. Daripada sibuk mewakili dan menjembatani jeritan Indonesia agar didengar dunia luar, masih jauh lebih penting melakukan penyerapan dan penyaringan informasi dari segenap penjuru dunia untuk memperluas wawasan masyarakat Indonesia. Kenyataan tidak banyak buku, publikasi akademis dan media konvensional Indonesia yang tertulis dalam bahasa Inggris, adalah juga karena kemampuan orang Indonesia menuangkan pikiran dengan bahasa sendiri yaitu Bahasa Indonesia masih kurang terasah, sehingga hasil terbitan yang ada belum layak diterjemahkan begitu saja ke dalam bahasa lain.

  5. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengeblog di Indonesia, tentunya blog anda akan menjadi sumber pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi bangsa anda sendiri. Dan keberadaan blog anda yang berbahasa Indonesia juga sebaliknya akan memberanikan rekan-rekan sebangsa untuk mulai mengeblog dalam bahasa kita sendiri.

  6. Mengeblog dalam Bahasa Indonesia akan mendorong semakin banyak orang Indonesia terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia, dengan serta-merta akan memperkaya budaya Indonesia, dan siapa tahu akan menarik hati orang non-Indonesia untuk turut belajar Bahasa Indonesia.

  7. Tergantung pengaruh mengeblog anda, setidaknya ini akan mempertegas jati diri anda sebagai seorang putra-putri bangsa Indonesia di tengah keberagaman dunia.

  8. Memang banyak orang luar negeri yang berniat baik ingin berdialog antaragama dan antarbudaya dengan orang dari negeri kita; namun bukankah keberagaman di dalam bangsa kita sendiri perlu kita pahami terlebih dahulu dengan melakukan dialog antargolongan, menggunakan Bahasa Indonesia tentunya?

  9. Kalau isi blog anda bagus, kemungkinan diterbitkan sebagai buku, akan memperkaya khazanah dunia penerbitan dalam negeri kita, dan membantu meningkatkan minat baca masyarakat, bahkan turut andil dalam memberantas buta aksara.

  10. Mengeblog dalam bahasa apa pun, pada dasarnya adalah pengukiran sejarah. Perbedaannya adalah bahwa dengan mengeblog dalam Bahasa Indonesia, anda turut mengukir sejarah di hadapan dua ratusan juta penduduk yang semoga suatu saat nanti semuanya akan melek internet, dan secara turun-temurun mengakses blog anda sebagai suatu tonggak sejarah ke-Indonesia-an. Bukankah ini suatu kehormatan khusus?
p(^o^)q -kanti-

Tanggapan terhadap "10 alasan mengeblog dalam Bahasa Inggris" oleh A. Fatih Syuhud.

Jumat, 17 Oktober 2008

Mongol - Монгол (2007)

Kebetulan awal tahun ini baru menyapa lewat facebook si Otgo yang sekian tahun tak jumpa, juga habis baca manga Korea Sal-Le-Top dengan tokoh Sartai jenderal mongol pemimpin invasi ke Goryeo, lalu sempat tersepona Chinghis Khan mania yang jadi musuhnya Iron Man. Juga pernah baca di Y: The Last Man bahwa 0.5 persen laki-laki di dunia bisa mengidentifikasi DNA mereka keturunan Chinghis Khan...
Makanya begitu tahu ada film ini, tanpa pertimbangan sedang kere, langsung antre tiket dah.


Pemerannya Asano Tadanobu pula. Sipitnya sih pas betul, heheheh.
Lho, bukannya Jenghis Khan itu berambut merah dan bermata hijau?

Perjuangan menapak jalan menyatukan Mongolia dan menaklukkan separuh bumi, dimulai dari Temüjin kecil berusia 9 tahun dibawa ayahnya untuk memilih istri dari bangsa Merkit. Namun di tengah jalan, Temudjin malah bertemu Börte yang meminta dipilih. Ternyata pilihan ini berdampak besar terhadap masa depan mereka.

Lucu juga aturan memilih istri. Yang pertama dilihat adalah kaki dulu: harus kuat, karena bakal hidup berpindah-pindah... Lalu mata: harus sipit, karena mata yang lebar gampang kemasukan roh jahat... Hwahahahah
Mencengangkan memang, pengorbanan Börte untuk menyelamatkan Temüjin... Yaa, istilahnya "di belakang lelaki perkasa pasti ada perempuan yang lebih hebat".

mongolmov

Lalu diperlihatkan hubungan persaudaraan sekaligus permusuhan antara Temüjin dengan Jamukha, saudara sedarahnya, yang cemburu sekaligus kagum terhadap sikap-sikap kepemimpinan Temüjin... Memang orang tidak akan bisa menapak kejayaan tanpa saingan sepadan yang selalu membayang-bayanginya.

Cara perang menunggang kuda dengan bersenjata pedang ganda itu memang keren! Ditampilkan juga sepintas di film ini.
Pemandangannya indah tapi lumayan gersang, seperti inikah Mongolia? Jangan-jangan zaman dulu suasananya masih lebih makmur, maklumlah sekarang sudah terkena pemanasan global...
Katanya bakal ada lanjutannya, kapan tuh... Soalnya Chinghis Khan yang di sini tampak sebagai pemimpin, suami dan ayah yang sangat baik hati... Masihkah sama dengan Chinghis Khan yang kemudian membumihanguskan Baghdad...?

Rabu, 15 Oktober 2008

Laskar Pelangi (vs. 20thboys)

Sebagai yang menamatkan pendidikan menengah di Belitong (ups, tepatnya, Jalan Belitung nomor 8! hihihi) Laskar Pelangi termasuk kategori wajib tonton. Apalagi tema film ini menyangkut Hak Asasi Manusia di bidang Pendidikan. Produsernya Haidar Bagir pula bow!

laskarpelangiMaka janjianlah saya bersama tim ngabuburit reguler di suatu akhir pekan sebelum lebaran.

(Ternyata hari itu orang-orang kota keburu mudik, sehingga bioskop cenderung sepi-sepi saja, mana Ari dan adinda yang punya kartu debit untuk beli satu dapat dua baru muncul siang hari, sehingga upaya saya dan Dina mengantre sejak pagi nyaris sia-sia. Dengan Davi, jumlah anggota tim ganjil pula, tanggung. Biarlah, yang penting tetap dapat tempat nyaman.)
***

Entah kenapa, ada yang terasa akrab dari pemandangan-pemandangan yang disajikan...
Mungkin karena latar belakang ceritanya tidak terlalu khas Belitong: Komik Malaysia karya LAT seperti "Budak Kampung" dan "Budak Kota", juga mengisahkan kehidupan anak melayu keriting kampungan, putra pegawai pertambangan timah, yang berusaha keras untuk bersekolah tinggi, bersahabat dengan teman sekelasnya yang orang cina, dan hobi mendengar musik rock & roll.

ikalvslat


Tapi bukan sekadar itu. Pastinya ada yang lebih mengurat darah...
Apa, ya... Apa, yaaa?
... Astagaaa ya ampuuun...
... Hmmm... Yakin, judulnya bukan A-K-A-R PELANGI?!!?
(referensi: 20th century boys jilid 16)

akarpelangi


Mungkin karena setengah abad terakhir ini sudah masuk ke zaman globalisasi, setiap anak di belahan dunia berbeda nyaris mengalami masa kanak-kanak yang sama, ya. Radionya Mahar, jangan-jangan mengumandangkan lagu yang senada dengan radio Kenji-kun!?! (ditilik tahunnya, beda satu dekade sih)

maharvskenjikun


Dan kegemaran Donkey terhadap ilmu pasti, tidakkah senafas dengan semangat Lintang menuntut ilmu?
... Eh ngomong-ngomong tokoh Lintang kanak-kanak ini lucu banget, eksotis, secara fisik tipikal yang bakal saya keceng. Heran, kenapa wajah pemeran besarnya malah dicocokkan dengan wajah Alex Komang yang memerankan sang bapak, bukan dengan wajah kecilnya? Kayak gak ada pemeran lain saja yang lebih mirip?

lintangvsdonkey


Atau mestinya sih gak perlu ada adegan masa besarnya... Soalnya sebagai film anak-anak, film ini terlalu banyak mengambil porsi sudut pandang orang dewasa. Konflik yang muncul pun ditambah-tambah dari yang ada di novelnya. Memanfaatkan jajaran pemeran veteran? Tujuannya bagus sih, untuk menggarisbawahi perjuangan para guru. Tapi rasanya klise.

Pengorbanan sang guru belum seekstrem Yi ge dou bu neng shao (1999); keluguan kanak-kanak kalah murni dari Bacheha-Ye aseman (1997); kenakalan berkelompok, belum seheboh Die Stadtpiraten (1986); kerumitan persahabatan, belum sedalam Shonen Jidai (1990).
Dan konsepnya jelas jauh lebih membumi daripada 20thboys (2008)...
Yang terakhir gak pantas diperbandingkan sih, tapi maklumlah, mungkin saya sudah terlalu lama terindoktrinasi di Tomodachi World!!!
(Yahahahahah... A-so-bi-mashou!!!)


20thcenturyboys


Padahal semua pemeran kanak-kanaknya asyik, segar-segar. Walaupun ada adegan-adegan yang terkesan kagok, seperti saat menyanyi yang dibuat seakan video karaoke amatiran, atau saat menari yang kurang heboh, mungkin karena mereka malu-malu... perlu waktu lagi untuk mengasah kegilaan masing-masing...
Tapi nyanyian dan tarian itu memang mutlak dipasang di film ini, tidak dapat diabaikan! Demi memajukan kembali kesenian Melayu (dan suku terasing)!!!

padangilalang


Tapi mempertimbangkan dengan standar film Indonesia, tidak diragukan lagi, patut diacungi jempol. Adegan-adegan awal saja sudah menyebabkan saya tersedu-sedan (walaupun adegan yang dipasang sebagai klimaks justru bagi saya terasa gak penting: tapi ini memang tidak dapat menjadi standar, karena terakhir kali saya melelehkan air mata adalah saat menyaksikan Joker beraksi).

Ujung-ujungnya dari kelompok ngabuburit, Davi menggiring ortunya menonton lagi, Dina menang tiket gratis dari undian XL, Ari mengajak cowoknya -putra asli Belitong yang pernah kebagian dididik oleh salah satu anggota laskar pelangi-, saya mengatur jadwal no-bar rekan sekandang ditraktir bos yang ultah, dan adinda pastinya punya kelompok "kinemala" untuk mengapresiasi secara lebih terperinci.
Kesimpulan: Yang belum menonton, segeralah tonton! Yang sudah, juga gak salah untuk balik lagi dua-tiga kali.

Selasa, 16 September 2008

Onigiri di Konbini

Saat-saat perlu bergadang di lab bulan Ramadhan di Jepang, biasanya sekalian saja pulang bersepeda mendekati waktu imsak, dan mampir ke konbini (convenience store, toko kelontong yang buka 24 jam nonstop) yang tersedia di setiap pengkolan jalan.
onizoro Menu yang paling mudah diperoleh, tentu saja, onigiri. Nasi kepal ala Jepang. Eh, tidak mudah-mudah amat, masih perlu diperhatikan juga apakah isinya halal atau tidak, apakah nasinya diberi perekat yang berasal dari lemak babi, apakah rumput lautnya diberi bumbu alkohol, dst. (Halah, repot juga, ya?)

Ternyata, cara membuat onigiri tidak sesederhana yang disangka.
Berikut liputannya.

Nihon no Katachi (Adat-istiadat Jepang):

Onigiri (Nasi Kepal)


TONTON DI http://www.youtube.com/watch?v=CJZuQvmSR2k



  1. Lakukan sekelompok berdua.
  2. Cuci tangan bersih-bersih.
  3. Taburkan garam untuk penyuci. Saat ini, yang penting adalah garam yang melekat di tangan jangan dijatuhkan semua.
  4. Sucikan sendok nasi dengan sake.
  5. Ambil nasi yang baru dimasak dari bakul ke tangan. Jumlah untuk satu porsi idealnya 110 gram, 2300-2500 butir nasi.
  6. Belah udara sebelah kiri-kanan dengan pedang Jepang.
  7. Kepalkan kencang-kencang. Kepalkan sambil diputar.
    Sekali putar 120 derajat, sehingga dalam setiap tiga putaran akan kembali ke posisi semula. Berikan tekanan sebesar 37 kg. Kalau terlalu keras, tidak dapat dimakan, kalau terlalu lembut, akan berantakan. Di Japan Culture Lab, dijual pelatihan memberi tekanan onigiri melalui katalog. Kalau tidak memberi tekanan yang dibutuhkan, akan tersengat listrik. Ini adalah alat latihan yang sangat ampuh.
  8. Sucikan rumput laut dengan api.
  9. Bungkus. Lihat, inilah Onigiri.
    Ada berbagai macam cara membungkus dengan rumput laut.
    - Satu Tangan
    - Rumah
    - Keliling Dunia
    - Hitam Legam
    - Polos
  10. Belahlah udara sebelah kiri-kanan dengan pedang Jepang.
  11. Bungkus dengan pelepah bambu.
  12. Berangkat ke luar.
  13. Makan.
Laksanakan tahapan-tahapan ini tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Bagaimana? Inilah Nasi Kepal Jepang.
***

Dan demikianlah aku menjadi pelanggan *konbini*. Maklumlah, di sana tidak ada kios pinggir jalan. Konbini akan lebih terasa "manusiawi" daripada berbelanja di jidohanbaiki (vending machine) tentunya. Entah mengapa di Indonesia kini model konbini sudah mulai menjamur, walaupun belum 24 jam... Di Circle K kita bisa memperoleh selembar rumput laut gurih untuk dicemil seharga kurang dari 5000 Rupiah, misalnya.
Tapi yang perlu dicatat, hampir semua konbini di Indonesia meratakan halaman depannya dengan semen yang tidak menyerap air, dan menebang pohon yang ada. Sangat tidak ramah lingkungan. Penggersangan terstruktur. Belum lagi alfamart yang berusaha sebisa mungkin mengembalikan recehan dengan permen-permen gak penting yang merusak gigi.

Minggu, 31 Agustus 2008

Shounen Jidai (Masa Muda) 「少年時代」

Lagu jadoel karya Inoue Yousui (kemarin berusia 60) yang dulu kami nyanyikan seangkatan sebelum keberangkatan... Mendengarnya bikin terharu... Walaupun menurut beberapa teman terlalu cengeng :p


井上陽水 「少年時代」

Natsu ga sugi, kaze azami ... 夏が過ぎ 風あざみ
Dare no akogare ni samayou ... 誰のあこがれに さまよう
Aozora ni nokosareta ... 青空に残された
Watashi no kokoro ha natsumoyou ... 私の心は夏模様

Musim panas berlalu, bunga-bunga angin
Mengembara mendambakan siapa
Tertinggal di langit biru
Hatiku masih bersuasana musim panas

Yume ga same, yoru no naka ... 夢が覚め 夜の中
Nagai fuyu ga mado wo tojite ... 永い冬が 窓を閉じて
Yobikaketa mama de ... 呼びかけたままで
Yume ha tsumari, omoide no atosaki ... 夢はつまり 想い出のあとさき

Terbangun dari mimpi di tengah malam
Musim dingin yang panjang menutup jendela
Sambil terus memanggil-manggil
Mimpi itu ternyata adalah penghujung kenangan

Natsu matsuri yoikagari ... 夏まつり 宵かがり
Mune no takanari ni awasete ... 胸のたかなりに あわせて
Hachigatsu ha yume hanabi ... 八月は夢花火
Watashi no kokoro ha natsumoyou ... 私の心は夏模様

Api unggun di perayaan musim panas
Menyesuaikan dengan debaran di dada
Bulan kedelapan adalah kembang api mimpi
Hatiku masih bersuasana musim panas

Me ga samete yume no ato ... 目が覚めて 夢のあと
Nagai kage ga yoru ni nobite ... 長い影が 夜にのびて
Hoshikuzu no sora he ... 星屑の空へ
Yume ha tsumari, omoide no atosaki ... 夢はつまり 想い出のあとさき

Mata terbuka, bangun dari mimpi
Bayangan panjang menjelang malam
Ke langit bertabur debu bintang
Mimpi itu ternyata adalah penghujung kenangan

Natsu ga sugi kaze azami ... 夏が過ぎ 風あざみ
Dare no akogare ni samayou ... 誰のあこがれに さまよう
Hachigatsu ha yume hanabi ... 八月は夢花火
Watashi no kokoro ha natsumoyou ... 私の心は夏模様

Musim panas berlalu, angin berhembus
Mengembara mendambakan siapa
Bulan kedelapan adalah kembang api mimpi
Hatiku masih bersuasana musim panas
***

http://www.youtube.com/v/A6sPmh7HdV8



Soundtrack dari sebuah film anak-anak dengan judul sama (1990), karya Fujiko Fujio (A) (pengarang Doraemon) yang menjadi tugas rangkuman pertama kami waktu belajar bahasa belasan tahun lalu di JF, yahahah benar-benar masa muda tuh...


shounenjidaiMengisahkan seorang anak kota, Shinji (Nobita?) yang mengungsi ke desa di masa perang dunia II.
Dia sangat senang membaca buku cerita, dan ahli menceritakan kembali bacaannya itu kepada teman-temannya.

Selama bersekolah di desa, dia digencet oleh ketua kelasnya, anak petani yang gwanteng, cerdas, jago sumo dan ditakuti oleh anak-anak sekelas, bernama Takeshi (Giant???). Namun di luar kelas, Takeshi juga senang mendengarkan cerita-cerita dia, dan mereka pun bersahabat dan bertualang bersama.
Sementara itu, seorang anak tuan tanah (Suneo??) yang baru sembuh dari sakit, mengadakan gerakan politis untuk menggulingkan sang ketua kelas ini, dengan menyuap anak-anak lain yang berbadan lebih besar (walaupun pengecut) agar mulai mengadakan perlawanan.
Takeshi akhirnya kalah dikeroyok dan menyerahkan jabatannya kepada si anak tuan tanah. Namun setelah itu si ganteng jagoan ini tenggelam dalam kesibukan mengurus ladang keluarga dan adik perempuannya yang kecil (Jaiko?)
Sampai suatu saat perang berakhir, dan Shinji pun harus kembali ke keluarga dan kotanya...

Satu hal yang perlu dipertanyakan:
kaze azami itu apa ya sebenarnya?
kaze wo katachi ni suru azami? sonna mono aru no kana...
azamu kaze? azamu tte nani wo suru koto?
ittai, nannan darou? kaze azami tte...

Jumat, 29 Agustus 2008

Opera Topeng Kaca

Manga Topeng Kaca berlanjut kembali, kini terbit di Bessatsu Hana to Yume nomor 8-11. Seperti biasa manga ini diterbitkan 'hanya' demi kepentingan promosi... Panggung Opera!!!

bessatsuhanatoyume

Opera ini tampil di Saitama 8-24 Agustus, Osaka 29-31 Agustus, Kyushu 5-7 September. Tentu asyik juga melihat bagaimana manga ini tampil dalam format opera. Semua menyanyi, pun! Apalagi, para pemeran yang diperoleh melalui audisi kemarin cukup menarik: Maya yang berasal dari keluarga biasa, diperankan oleh putri pasangan selebritis berusia 24 tahun yang telah lumayan berpengalaman; sementara Ayumi yang seharusnya putri pasangan seleb, adalah gadis biasa 19 tahun yang belum berpengalaman di dunia seni peran, walaupun tampaknya telah dibekali ilmu kesenian yang mencukupi seperti balet klasik.

hayamimasumimayatoayumi

Dulu tahun 1997, sisa-sisa genkou yang semakin terlarut oleh suasana telenovela diluncurkan juga demi meramaikan Drama Seri. Padahal tankoubon yang diterbitkan, sejak edisi dua putri sudah lumayan banyak digambar ulang supaya jadi lebih ringkas dan padat dan tidak terlalu sering mengulang neta. Pada saat dramanya berlanjut ke seri 2, hasil gambar ulang nomor 41 terbit, dan muncul sebagai tankoubon demi meramaikan OVAnya.
Setelah tujuh tahun berlalu dalam sepi, tiba-tiba nomor 42 muncul demi meramaikan panggung Noh Bidadari Merah: sebuah terobosan nyata dalam mengangkat kebudayaan Jepang, cita-cita sang pengarang banget memang, sih. Kini, empat tahun kemudian, demi opera, muncullah lembar-lembar calon nomor 43 (yang oh siapa tahu masih akan berubah lagi pada saat diterbitkan jadi buku). Ceritanya... hmmm, gak perlu spoiler kan?
***

Kalau sudah begini, saya bongkar-bongkar lagi deh satu kardus fotokopian "maboroshi no garakame", ribuan halaman genkou yang sudah terlanjur terbit sia-sia di majalah Hana to Yume, yang telah tersimpan sepuluh tahun di laci saya. Ingin sih menscan-kan, tapi gempor. Dijumlah-jumlah bisa mencapai jilid 48, ceritanya tidak terlalu penting. Tapi menjadi bukti nyata suatu proses berkarya yang terbelah dua antara tuntutan konsumerisme dan pencapaian haute-couture. Barang langka yang sering jadi rebutan orang. Jangan-jangan mahal juga dilelang. Siapa berminat?

Walaupun usahanya untuk menggaet lapisan pembaca masa kini terlihat terlalu memaksa, bagaimanapun juga saya salut terhadap keteguhan Miuchi Suzue untuk memelihara manganya. Pada saat fokus perhatiannya sedang di gerakan keagamaan dan tidak sempat mengolah manga ini dengan serius, daripada membiarkan karya terakhir terbit begitu saja dengan setengah hati antara "ingin cepat berlanjut namun tidak ingin cepat tamat", beliau memilih memeramnya sekian puluh tahun dan mengabaikan jeritan para penggemar (sampai pada titik yang menyadarkan mereka bahwa ada kehidupan lain bagi mereka di luar manga...)

Apalagi ternyata proyek adikarya Bidadari Merah yang digambarkan dalam manga ini sesungguhnya layak dimanfaatkan untuk menelusupkan ide besar Miuchi Suzue sendiri mengenai bentuk keagamaan khas Asia Timur yang beliau anggap paling tepat bagi Jepang: "Perkawinan" antara Buddha dan Shinto. Salah-salah menggambarkan, nanti bisa-bisa malah merusak kepercayaan para pengikutnya.

Siapa tahu, dengan melibatkan diri pada proses produksi format-format lain dari manga ini (drama, animasi, panggung tradisional noh, opera, dll, apa lagi nih yang bakal keluar), beliau memperoleh umpan balik yang dapat digunakan untuk mempermulus alur cerita, dan menghasilkan argumen yang lebih mantap mengenai agama yang beliau idam-idamkan.



Bagi yang penasaran sama komiknya, dapat melipur lara dengan memainkan boneka kertas Maya dan Masumi:
http://homepage2.nifty.com/suzu/doll/doll_1.htm
http://homepage2.nifty.com/suzu/masumidoll/masumidoll_1.htm

Jumat, 15 Agustus 2008

Gajah saja bisa Ingat!!!

思い続けることの辛さより
忘れられたことが恐いのじゃ。。。
フライヤ・クレセント


Seiring dengan kepindahan gerombolan baru ke lantai bawah kandang kami, aku ikut Angsa, teman sebelah kurungan, memulai rutinitas quidditch blitzball bulutangkis bersama mereka.

Minggu I.
Karena masih mengalami krisis sepatu, aku pun nyeker seadanya. Training satu-satunya juga masih dijemur sehabis bersepeda pagi, sehingga aku bercelana kargo. Ternyata ada sosok yang bergaya sama. Wajah yang tak asing di mata. Bukan karena pernah berpapasan di lorong tangga. Kutatap lekat-lekat, namun sama sekali tidak ada tanda-tanda dia mengenalku. Jangan-jangan wajah kodian, kebetulan saja doppelgänger seseorang dari masa lalu. Masa-masa bernyanyi "kebon yang paling indah, hanya kebon kaaami..."

Minggu III.
"Hei, ngomong-ngomong, elo bukannya anak bonbin 97? Ingat gue gak?" Dan entah kenapa aku jadi ber-elo-gue menyapanya.
"Iya. Lho, kamu anak 97 juga gituh?"
"Lah bukan, gue 96, satu angkatan di atas elo. Masa sih, gak ingat gue?"
"... Hmmm... Berarti 'teteh', ya. Nggak ingat, tuh..."
TOWEEEW. "Heeeh! Apa boleh buat. Kita ketemu pas elo lagi sama si Zebra, nongkrong di Sangkar-Eser!"
"Oh. Anak Sangkar-Eser sedikit sih, kebanyakan outsourcing dari Kapea. Teteh anggota Kapea?"
"Tentu! Tapi kan gak ada kaitannya dengan ini! Elo habis itu ke mana jadinya?"
"Ke Eser Tamansari."
"Hweee. Tercapai dong cita-citanya ya. Berarti terus barengan si Zebra? Sama Badak juga dong ya. Harimau dan... Kuda Nil?"
"Iya..."
"..."
"Teteh kenal Macan?"
"Macan, Tutul? Ya kenal lah. Kan anggota KFC. Sama doi sih masih sering nongkrong bareng." Macan Tutul adalah seleb kenalan semua orang, bahkan sempat masuk televisi, sehingga mungkin tak aneh siapa pun mengenalnya.
"Saya kan nyambi jadi perwakilan cabang kandang dia. Dia sering mroyek ke tempat saya."
"Oya? Ngapain, bikin acara kilikitik flora-fauna?"
"Nggak. Proyek Unyil."
"Heee. Unyil kaaah."

Rekan-rekannya yang lain ikut penasaran juga.
"Kamu satu kebon dengan dia?"
"Iya, tapi di kebon kan seangkatan saja ada 400 orang lebih. Beda angkatan pula. Gak bakal hafal satu per satu, atuh."
GEDUBRAGGG.
Dia anggap aku sama rata dengan 400 orang lebih lainnya.
Setelah apa yang kita lewati bersama...


Mungkin ibarat pepatah,
Gajah di belakang Ragunan dikenang-kenang
Kanti di lapangan seberang terlupakan...!!!


Minggu V.

"Pagiii!"
"Pagi..."
"Gimana, masih ingat gue gak?" (Wah salah: harusnya, SUDAH ingatkah lagi padaku?)
"Masih... Ada salam... dari Sapi."
"Sapi? Sapi siapa? Ohhh iya, ikan Sapi-sapi? Ada apa ketemu doi?"
"Kemarin ke rumah."
"Ow, salam balik atuh. Ngapain doi ke sana?"
"Di rumah ada Buntal. Mereka sering main bareng."
"Heee. Ngomong-ngomong kamu kenal Bangkong gak?"
"Bangkong, adik kelas? Tahu sih. Memangnya siapa dia? Adiknya Teteh?"
"Teman olahraga di tempat lain sih. Gue sempat cerita betapa elo gak ingat gue, terus doi bilang doi tahu elo, dan kalau elo gak ingat juga sama doi, doi titip jitakan."
"Kenal muka sih, tapi gak pernah ngobrol."
Ooo... Jadi berarti dia ingat orang yang gak pernah ngobrol sama dia, tapi bisa-bisanya melupakanku. Aku, yang suatu saat pernah berdialog panjang lebar dengannya. Membahas mimpi-mimpi dan janji-janji yang tertunda.

Minggu VII.
"Heheheh... Teteh..."
"Waaa. Ini nih, orang payah. Bagaikan lupa gajah akan kupingnya. Masa satu sangkar, satu tongkrongan, satu kegiatan, satu pergaulan, pernah satu selera, sekarang satu kandang pula, bisa-bisanya melupakan gue. Gue, yang terkenal begini!!!"
"... Berarti lebih terkenal saya dong daripada Teteh, kan Teteh yang kenal saya tapi saya gak ingat Teteh."
"Hah? ... Secara logika, memang begitu ya... Hmmm, ah tapiii, masa sih??? Gak mungkin lah!"
"... heh..."
"... huh..."
"Pasti Teteh curang, duluan masuk sekolah ya, jadi angkatan atas, tapi sebenarnya seumur kan, sama saya."
"Kok bisa menduga demikian? Gue baru masuk sekolahan sesudah elo naik kelas tiga SD, lagiii. Seluruh dunia juga tahu (<-- majas totem pro parte). Memangnya umur elo berapa? Gue 29 setengah."
"Wah, lebih muda dong ya, dia sudah 30 tuh!" yang lain menimpali.
"Halah... Pantesan pikun."
"... Teteh kenal Tapir?"
"Ya iya lah. Kan dulu ketemu elo waktu lagi ada doi juga."
"Wah, aneh juga kok saya gak ingat ya..."
"Ya kan? Aneh, kan?"
"... Jangan-jangan ini Teteh yang menyapa waktu saya ikut lomba dekorasi tong sampah? Waktu itu saya kan menghias sendirian, kelas lain ramai-ramai."
"TONG SAMPAH? Kapan pula gue berurusan dengan tong sampah... Jadi, elo mengasosiasikan GUE dengan TONG SAMPAH?!?" Dan aku pun terjebak untuk mendiskriminasikan tong sampah. Maafkan aku ya, tong sampah.
"Bu- bukan begitu..."
"..."
"..."
***
Teman-teman menertawakan aku. "Gak mutu banget sih kamu pakai bersaing patenar-tenar segala sama dia!"
"Uh, sori ye. Ini bukan lagi soal bersaing sama dia. Ini perbenturan antara narsisisme, egoisme, eksistensi, identitas dan rasa percaya diri!!! Semua tentang aku."
"Padahal di sini malah lebih tenar Angsa yang di sebelahmu kan, daripada kamu."
"Dalam lingkungan satu kandang, iya kali. Tapi ketenaran Angsa dan aku itu beda dimensi. Tenarnya justru sebagai Anak Itik Buruk Rupa. Makanya lebih gak penting lagi untuk dipersaingkan."
"... Memangnya selama di bonbin kamu tenar gituh?"
"Pastinya!"
"Hihihi, ngaku-ngaku sendiri. Lalu alasannya apa tuh, kok bisa geer merasa terkenal?"
"Ada banyak dong. Secara aku ini si Kanti yang Cerdik."
"... Kanti yang Cerdik?"
"Si Kanti yang Cerdik. Penakluk buaya, jerapah dan kura-kura!"
"Bukannya Pencuri Ketimun?"
"... Termasuk juga salah satunya. Kan aku penganut semboyan, IF YOU CAN'T BE FAMOUS, BE INFAMOUS!!!"
"Wuadoooh, apa pula ituuu."
"... Tagline-nya Film 'Sangkar Kematian' (??)..."
"Memangnya kamu masih beredar di bonbin waktu 'Sangkar Kematian' diputar? Gak mungkin!"
***

Bulan berikutnya.
"Teh, ada salam dari Kuda."
"Kuda? Kuda mana lagi? Kuda Sembrani?" (Nama sebenarnya kebetulan beken sebagai judul lagu dari anak nakal Antah-Berantah yang sedang ngetop kemarin ini)
"Kuda-nya Kusir."
Ternyata teman berkemah yang senyum nyengirnya entah kenapa bisa mirip dengan Hillary Swank. Dan dia pun sudah punya keterangan hak milik... "Ow, salam balik atuh. Kayak dah lama juga gak ketemu. Ada bisnis apa sama Kuda?"
"Kan serumah. Sama adiknya juga."
"Wah. Kalau begitu ajak-ajak nongkrong dong sekali-sekali."
"Ngajakin sih tadi, tapi dianya sibuk kayaknya."
"Pastinya. Btw, peredaran elo ternyata di situ-situ juga ya. Padahal elo masih belum ingat ya sama gue?"
"... Kalau gak salah, Teteh ini yang menggambar kucing waktu di bonbin ya?"
"?"
"Gambar anak kucing lagi ngeong sehabis kecemplung got, yang pakai krayon atau pinsil warna itu kan?"
"Pentel oil pastel! Dan elo ingat gambar anak kucing itu?"
"Ingat."
"Jadi, elo bisa ingat gambar gue, tapi gak ingat sama gue?"
"Eheheh... nggak..."
KLONTANGNGNG... PRANG... JEDUGG... JELEGURRR...
Payaaaaaaaaaaah!

Layaknya peribahasa,
Gajah mati meninggalkan belalai gading,
Kanti mati meninggalkan gambar anak kucing.

Sedang mengeong.

Kecemplung got.

*omoitsudzukeru koto no tsurasa yori,
wasurerareta koto ga kowai no ja...
--F.C.

Kamis, 07 Agustus 2008

50 Tahun (Emas) Indonesia-Jepang ・日本インドネシア友好年 2008

Tahun ini telah diresmikan sebagai tahun persahabatan Indonesia-Jepang oleh SBY dan Pangeran Akishino dengan menggoyang angklung, menyambut 50 tahun emas hubungan diplomatik kedua negara. Berbagai perhelatan diselenggarakan baik oleh kedutaan Indonesia di Jepang maupun kedutaan Jepang di Indonesia.
Hubungan diplomatik Indonesia-Jepang kembali dibuka sejak 20 Januari 1958, ditandai dengan pengiriman puluhan mahasiswa Indonesia dengan "beasiswa pampasan perang", yang dalam perjalanannya berganti nama menjadi beasiswa Monbu(kagaku)sho yang telah saya nikmati selama tujuh tahun di Jepang.

Kesan pertama: Logonya norak. Politis, simbolis, namun mengabaikan konsep desain dan estetika. Tidak ada unsur sentuhan seni-budaya khas masing-masing negara di dalamnya. Jenis lambang yang pantas diadukan dan diajukan kepada KDRI. Coba saja bandingkan dengan, "Deutschland in Japan" dulu, misalnya.

Berdasarkan pengalaman lambang Jerman-Jepang yang kompak dan indah tersebut, saya membayangkan seharusnya lambang ini menggunakan bentuk dasar yin-yang putih-merah, sehingga Sang Saka Merah-Putih terpadu dengan Hinomaru, berjabat erat dan saling mendukung. Sementara angka tahun dibuat seperti tarikan kanji, apalagi kebetulan angka 5 kanji mirip dengan 5 romaji.
Yin-yang dalam kebudayaan Jepang muncul dalam dongeng proses penciptaan Jepang yang dimulai dari pembentukan Pulau Awaji dan Danau Biwa oleh Izanagi dan Izanami.
Kuno kah? Maksa gak, sih?

50tahunemas


Pada kali ini saya berkesempatan mampir di acara pertemuan antarparlemen kedua negara. Dan tahulah apa yang terlintas di pikiran ketika mendengar istilah "parlemen Jepang" dan "tahun persahabatan" masa-masa ini... Yap, Manjoume Inshuu dari Yuumintou (Partai Persahabatan) dan gedung Diet yang dibom dalam 20th Century Boys...

manjoumeinshuu


Sementara dewan perwakilan rakyat RI menampilkan beberapa tokoh utama, salah satunya adalah Prof. DR yang berwajah mirip Sawung Kampret ketika sudah setengah baya dan agak membuncit.

sawungkampret


Wakil rakyat satu ini mengajukan lima agenda ekonomi Indonesia-Jepang yang patut dibahas:
  1. Menggiatkan seluruh hubungan antara pemerintah-swasta-rakyat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedua negara;
  2. Investasi luar negeri;
  3. Pasokan energi yang saling memperhatikan kebutuhan masing-masing;
  4. Perdagangan ekspor-impor;
  5. Kerja sama penanggulangan kemiskinan dan pengangguran.
Oh ya, judul diskusi ini adalah "Strengthening Indonesia-Japan Strategic Partnership for the Common Better Future". Wow bahasa Inggris boow. Eeeh ternyata pidato menggunakan bahasa masing-masing dan diseling oleh terjemahannya bergantian oleh juru bahasa profesional Indonesia dan Jepang. Mengapa tidak memasang judul dobel berbahasa Jepang dan Indonesia saja sekalian? Aneh.

parlemen


Seorang lagi wakil rakyat kita menyarankan agar orang Jepang lebih proaktif menggunakan bahasa Inggris agar tercapai saling pengertian dengan orang Indonesia... Walah kok begitu. Bukannya membujuk mereka berbahasa Indonesia sekalian. Apa tidak tahu dia, masing-masing bahasa punya 'rasa' berbeda, dan juga akan membentuk pola pikir tersendiri dengan kelebihan (dan kekurangan) masing-masing. Kalau hubungan kita harus terus bergantung pada bahasa londo(n), kita tidak akan mampu menemukan kebijakan-kebijakan bilateral yang lebih serasi dengan kearifan lokal dan kebutuhan kita berinteraksi antara sesama Asia Timur Raya.

Menurut pihak Jepang, kebijakan peningkatan saling pengertian antara kedua negara telah dikembangkan dengan dibukanya kesempatan bagi 300 ribu pelajar asing untuk belajar di Jepang, didukung dengan standardisasi sekolah-sekolah bahasa Jepang di Indonesia. Kerja sama pemenuhan kebutuhan Jepang akan pengurus panti jompo dan pengasuh bayi juga telah dirintis, dan TKW Indonesia mulai diberangkatkan dalam jumlah yang signifikan... Dan sebuah pertemuan balasan yang mengundang DPR-RI ke parlemen Jepang pun direncanakan dalam jangka waktu dekat (jalan-jalan lagi dong, Pak, Bu...)

Rabu, 23 Juli 2008

Bagaimana Perasaanmu?

danuskul
Danu adalah pacar saya menonton kartun di bioskop selama tiga tahun terakhir. Tahun lalu ia berusia 5 tahun dan mulai masuk SD (kemarin baru naik kelas). Setelah lulus tes masuk di sekolah swasta unggulan yang biayanya tidak terjangkau, ortunya tawar-menawar dengan hasil tes tersebut sampai dia diterima masuk SD negeri dekat rumahnya, yang kebetulan cukup ternama.

Biaya masuknya memang lebih murah, namun ternyata masih banyak lagi tambahan kagetan yang ditagih pada saat kegiatan belajar-mengajar. Terutama yang paling memberatkan adalah Lembar Kerja Siswa, yang mau tak mau terpaksa harus dibeli, dan tak dapat didaur ulang pula: harus langsung dicorat-coret dengan isian jawaban masing-masing anak pemiliknya, sehingga tak dapat dibeli bekas ataupun dijual kembali tetap sebagai sebuah buku.

Dan suatu hari ortunya panik menghubungi saya. Ada soal PR dalam LKS PMP PPKN Danu untuk bidang Hak Asasi Manusia. (Yah, tahu sajalah, HAM merupakan masalah yang cenderung 'baru' di dalam perundang-undangan negara kita, dengan adanya bab selipan, BAB XA yang memuat pasal 28A-28J atau K? dalam amandemen UUD 1945, sehingga anak kelas 1 SD pun kena getahnya).

Pertanyaan sebelumnya adalah tentang bagaimana perasaan kita kalau dicopet, dihina, dll, dijawab dengan kata sifat yang sesuai. Nah, yang membingungkan adalah pertanyaan berikut:

Ibumu melarang kamu pergi bermain.
Kamu merasa hak asasimu untuk bermain dirampas.
Kamu akan merasa......
Marah? Kesal?
Ini terhadap Ibu, lho.
Tenang-tenang saja?
Gak mungkinlah, di kalimat kedua kan ini sudah dianggap sebagai pelanggaran hak asasi!?

Adikku menjawab "sedih." Jawaban yang cukup aman dan cukup bermoral, manggut-manggut kami semua.

Danu menurut dan bersusah-payah menuliskannya.

Sang Guru ternyata menyalahkan jawaban "sedih" itu.
Kalau bukan sedih, lalu apa dong?

Sumpah, saya pun tak mampu memikirkan jawaban yang tepat.
Apalagi Danu, yang membacanya masih mengeja i, b-u bu, ibu, m-u mu, ibumu...

Mungkin isi LKS itu memang dirancang agar ortu juga ikut memeras otak bersama anaknya. Tapi tetap saja mereka juga tidak tahu.

Ada yang punya usul?

Sabtu, 12 Juli 2008

Dua Saudara

Suatu hari di bulan lalu, kami mengundang Bosnya Ajenk.
Dan entah kenapa kami pun menyempatkan berfoto bareng.



Beliau kebetulan juga bersaudara dengan bosnya bos saya,
wah sebenarnya hebat juga ya sekeluarga jadi bos-bos semua.
Kemarin pagi dapat kabar bahwa beliau meninggal di Bandung,
diberitakan terkena serangan jantung.
Saya bermaksud mengirim pesan kepada Ajenk lewat adinda.
Kebetulan tadi Adinda jadi seksi sibuk sahabatnya nikahan.
Tempat resepsinya bisa dibilang daerah kekuasaan sang saudara.
Seorang tamu membual bahwa kedua saudara sekampung dengannya.
"Pak, bukannya beliau baru meninggal, kata kakak saya."
"Hah? Masa?" Sibuklah si Bapak mengontak teman sekampungnya.
Mungkin memang sudah nasibnya kami menjadi perantara berita.
Betapa dunia sempit, hanya seluas bentangan mata.

Senin, 30 Juni 2008

Mangaz the Movies!!!

Uwoooh!!! Dua bulan lagi, babak I dari trilogi 20th Century Boys the Movie akan tayang!!!
(Dan seharusnya Dragonball the Movie juga turun, tapi katanya masih repot di pascaproduksi sehingga baru akan muncul tahun depan lagi.)



Hmmm... Tokiwa Takako cocok kali yah jadi Yukiji... Sudah cukup berumur tapi masih imut...Tapi Karasawa Toshiaki itu lebih cocok jadi Tenma Kenzo di [Monster]... Secara dia juga sudah biasa berperan sebagai dokter elit... Kalau jadi Kenji kemanisan tampaknya, padahal mendingan jadi Fukubee lah! Sementara Toyokawa Etsushi cukup misterius sebagai Otcho, tapi Otcho kan seharusnya bermata besar, dia sipit abis, sembab pula! Yang lain... Lumayanlah... Coba diperbandingkan...



Kabarnya, cerita filmnya gak akan sama dengan komiknya... Uuuh, bakal jadi kayak gimana ya... Kalau cuma setingkat Death Note, kayaknya rugi banget pasang sederet pemeran veteran begitu. Mendingan minta diadaptasi sama 20th Century Fox saja, secara namanya serasi...

Tapi 20th Century Fox ternyata juga sedang menggarap DRAGONBALL dengan pendekatan yang meragukan...



Produsernya Stephen Chow, tapi dalam proses pembuatan dia gak mau banyak turun tangan karena ini bukan cerita karangan dia sendiri. Yang penting, aksi silatnya harus mantap dong... Info yang sudah bisa diakses, baru beberapa pemain...

Dan KAYAK GINIII jadinya SonGoku versi Holiwut!!!
Lho? Hueeeeeeks...
Ayo siapa yang protes ngacung!!!
Memang bangsa Saiya itu diperankan sama bule pun tetap gak cocok ya.

Yang jadi Mutenroshi Kamesennin adalah si Chow Yun-fat, mendingan lah ya.
Chichi lumayan manis, tapi besar juga.
Bulma itu pemeran Phantom of the Opera, hmmm penokohannya gak nyambung... Yamcha orang Korea, bolehlah ya.

Entahlah desain bajunya kok beda dari komiknya ya. Rambut si Bulma cuma sejumput yang dijadikan berwarna biru, tapi serasi lah. Kalau biru semua memang aneh tentunya.


Yang jadi Piccolo Daimaoh katanya James Masters yang jadi Spike di Buffy, sementara nama Piccolo itu dulu sempat diterjemahkan jadi Spike juga... Bolehlah kalau begitu.
Tapi yang jadi Majunior siapa dong?



MONSTER juga sudah mulai praproduksi di Holiwut, ya iyalah, latar dan tokohnya seputar Eropa begitu, gak mungkin ditangani oleh Jepang semua... Tapi belum ada kabar lebih lanjut ya. Mestinya Tenma dimainkan Karasawa... Tapi bisa Deutsch nggak ya dia... Yang jadi Johann dan Anna siapa bagusnya: Cillian Murphy? Tapi dia bukan berambut pirang mata biru sih... Jangan-jangan sudah dipilih tapi belum ada pengumuman...

Death Note versi Holiwut juga bakal muncul walaupun entah berapa puluh tahun lagi! Hoaaa... Kalau sudah begini, si Ryuku --tokoh kegemaranku-- bakal berbentuk seperti apa ya, tetap sama atau dibuat desain lain? Tapi yang penting Light dan L mesti jadi lebih keren dan lebih berwibawa daripada versi Jepangnya dong... Dan kalau bisa Light tetap orang Jepang selain si Fujiwara...

(Bonus ga penting: Hana yori Dango Final!!! Setelah sukses menandingi versi Taiwannya dengan dua musim drama asli Jepang yang lucu dan imut, sekarang tidak mau kalah tampil di layar lebar juga donggg, sudah tayang sejak akhir bulan. Mwahahah dibayar berapa itu si MatsuJun, boleh bersanding dengan rekan aktor lainnya di situs resmi...)

Kamis, 05 Juni 2008

Kejeblos Lubang

Sebuah simpang tiga. Layak kusebut "jinsei no wakaremichi" (???)
Mundur ke belakang menuju SMAku; belok ke kiri menuju SMPku; dan belok ke kanan menuju tempat nongkrong masa remaja. Di sebelahnya, taman bermain. This used to be my playground.

Malam itu aku berencana bergadang di warung kopi, namun sebelumnya janjian dulu dengan Neng Molin di ujung jalan sebelah kiri. Karena sudah larut, angkot yang berbelok ke kiri tidak beredar lagi. Terlalai, baru ingat menyetop ketika angkot sudah telanjur mengambil jalur kanan. Turunlah aku di tengah simpang tiga itu. Membayar, balik kanan...

JEBLOS.

Tanganku tersangkut di tepi. Kakiku tak menjejak tanah. Entah berapa dalam lagi lubang ini berdasar. Tak ada makhluk di sekitar yang peduli, tak juga semut merah yang berbaris beriringan.

Apakah sebaiknya aku berusaha memanjat, dengan risiko terlindas kendaraan yang melaju kencang? Atau menjatuhkan diri ke dasar sambil menunggu lalu lintas mulai tenang, dengan risiko tersambar arus air selokan atau terkapar patah tulang?

Apakah di bawah ini ada timbunan tengkorak atau mumi dari korban yang jatuh sebelum aku?

Apakah aku harus menunggu dipungut oleh penjual budak untuk dilelang ke negeri padang pasir sana?

Apakah aku harus menghadapi rombongan kelelawar yang beterbangan merubung, sebagai suatu bentuk ujian mengatasi rasa takut, dan kemudian mendapat pencerahan untuk beralih wujud menjadi pahlawan kesiangan?

Apakah aku akan muncul di negeri kartun, bertemu Sang Pangeran Tampan berkuda putih dengan senyum lebar, mata berbinar, dan busana norak berwarna pelangi?


Atau malah menemukan Si Buruk Rupa yang baik hati, lemah lembut lagi perasa, yang disembunyikan dari benci dan bahaya yang terpancar bersama sinar mentari?


Atau menemukan bahwa semakin kita turun, kita malah akan muncul di puncak gedung pencakar langit di Kota Bandung Bawah Tanah, suatu daerah otonomi antardimensi yang menolak segenap aturan baku yang diterapkan di Kota Bandung Atas; dan terpesona sedemikian rupa pada sang Marquis de Gorgonzola Carabas nan hitam legam sehingga tertarik untuk mengikuti gaya hidupnya yang, euh, apa ya, bohemian?

Atau menemukan markas para Kura-Kura Ninja Mutan Remaja dengan sang Guru jelmaan tikus cecurut?

***

Atau jangan-jangan ini hanyalah lubang hitam antimateri yang akan menyerapku ke dalam ketiadaan...

***

Selama ini setahuku setiap lubang ini diberi tutup terukir indah, pastinya bisa dijadikan sasaran wisata dan jepretan kamera. Walaupun ternyata sebagian besar pembuat tutup ini adalah buruh yang tak terjamin keselamatan kerjanya...


Ngomong-ngomong apa ya, namanya ini di Indonesia. Lubang Orang? Lubang Masuk? Lubang Buaya, jelas bukan kan?
Di luar negeri, "manhole" namanya, menyulut masalah diskriminasi gender, mengapa tidak ada "womanhole" dalam urusan ini. Huh, siapa yang sudi diperbandingkan dengan lubang!