Selasa, 31 Januari 2006

Variz van Java

Sebenarnya, ini dimaksudkan untuk dikirim di awal November kemarin tapi terlupakan.

Lahir dan tumbuh menikmati duapertiga usia di Bandung, membuat diri terbiasa akan …kelemahan faling patal sebagian besar orang Sunda: Kekacauan antara huruf ep seperti Panta dan pe seperti Pesfa. Awalnya dikira hanya olok-olok saja, namun lambat laun tersadar bahwa betapa memang itu kenyataan yang tak bisa dihindari, yang membuat mereka tidak bisa bersemboyan Veni Vidi Vici, dan lebih tertarik pada Mini Midi Maxi (maklum, kota FO)

Tersebutlah fada suatu hari Idul "Vittry", karena harus menjaga nenek, kami kakak beradik sepupu mencari temfat shalat terdekat: dan kebetulan itu adalah sebuah lapangan kantor folisi.
Lumayan, sekalian bisa ngeceng fara ferwira muda kan.
Sayangnya, khutbah Id oleh sang khatib langganan mereka, sebut saja ustadz Bou dari MUI cabang Bou, sangat ringan dan mudah terabaikan.
Kami pun mulai asyik membisikkan hal-hal lain yang lebih penting (???)

Hanya saja… Ada yang sangat mengganggu di telinga...
... menahan lafar... menjaga fandangan... bahwa pitrah manusia itu... kepada pakir miskin dan anak terlantar...

Huaaa? Afa gak salah tuh?
Mungkin maksudnya melawak dengan gaya Kang Ibing?
Tapi isi ceramah sungguh terlalu biasa untuk dianggap melawak.
Mau tak mau kami akhirnya menyimak khutbah dengan seksama, walaupun itu berarti sekedar menghitung berapa kali ep dan fe tertukar oleh beliau (tercatat 36 kali).

Kalau direnungkan, masalah ini mungkin berasal dari kata serapan, ketika bahasa Arab yang tidak mengandung huruf p sama sekali, direkayasa untuk menjadi bahasa nusantara melayu dengan penambahan titik tiga pada huruf fa misalnya, sementara bahasa daerah kebanyakan tidak mengandung huruf f sama sekali.

Orang Jepang ternyata juga punya masalah yang itu-itu juga. Bahkan untuk deretan huruf pa-pi-pu-pe-po dan ba-bi-bu-be-bo, mereka menggunakan tanda kutip pada deretan huruf ha-hi-fu-he-ho; sementara fa-fi-fu-fe-fo diturunkan khususnya dari huruf hu yang dibaca fu diikuti a-i-e-o kecil. Misalnya nama senseiku, Furuhara, tapi kalau dilihat urutan hiragana aslinya, seharusnya Huruhara...

Huruf va-vi-vu-ve-vo, lebih bermasalah lagi... Awalnya disamakan dengan ba-bi-bu-be-bo, misalnya Venus ditulis jadi Biinasu, Vegeta jadi Bejita. Tapi karena penggunaan kosakata asing semakin banyak diserap dengan huruf katakana, kini yang digunakan adalah huruf u dengan tanda kutip dibaca sebagai vu, dan diikuti huruf a-i -e-o kecil.

Herannya, dalam hampir setiap jepretan foto, dalam hampir setiap panggilan chiizu rata-rata orang Jepang dari kakek nenek sampai bayi balita semua dengan serta merta mengacungkan huruf V ini. Sonnani nigate dattara yaranakute ii janka...

Lalu teringat juga bahwa bahasa Sanskrit tuh banyak juga huruf V-nya: Svami, Veda, Nirvana, Vihara, yang dengan mantap di serap ke huruf U, W dan B: Suami, Weda, Nirwana, Biara...

Di lain pihak, adikku, cewek bergaya hidup (gaya makan maksudnya) Nyunda abisss dan suka sok jadi penjelajah alam, ternyata justru punya hobi sampingan yang gak ketulungan: Mengidolakan berbagai hal yang mengandung huruf V.

symphonyVEntahlah, kurasa ini berkaitan dengan bau asing ala oksidentalisme pada huruf tersebut. Huruf yang diwujudkan oleh simfoni nomer 5 BeethoVen yang... jeng-jeng-jeng-jreeeng, jeng-jeng-jeng-jreeeng itu.
(Sandi Morse huruf V ternyata mengikuti ritma ini, titik-titik-titik-garis)

Sebutlah Vincent (van Gogh) pelukis sinting yang brilian itu, yang poster replika lukisannya menghiasi kamar adikku ini.
Lalu Vaslav (Fomich Nijinsky) penari balet jenius di generasi lalu, berjaya sebelum masa perang dunia I dan kemudian menderita schizophrenia, yang entah kenapa sampai membuat adik serius bersurat-suratan dengan kelompok penggemar dari daerah Balkan.
Viktor (Frankenstein) tokoh ilmuwan gila yang berhasil membangkitkan mayat hidup dalam novel panjang terbitan tahun 1818, buku tebal berbahasa inggris pertama yang dibaca adikku dengan setia.
Tentunya banyak juga Viktor yang lain (van Dort misalnya) yang muncul dalam kisah-kisah Gothic.
Lalu Vienna, Venetia, Viking, dan seterusnya.

Entah mengapa, adikku itu malah tak begitu tertarik dengan yang lebih *masa kini* seperti… hmmm, Van Damme (ada sih temanku SMP-SMA yang pernah punya kompleks khusus cukup parah terhadap orang ini, tapi itu masalah lain).
Atau Viggo, misalnya (mungkin juga karena saya berhasil meyakinkan bahwa karakter Aragorn itu sosok yang digemari pria, buktinya si Legolas mengejar dia habis-habisan sebelum akhirnya menyerah dan berpaling pada Gimli… lho, gak nyambung yah?)
Lalu dia pernah juga terbengong berjam-jam di depan televisi hanya demi menunggui tayangan film Indonesia berjudul Virgin, bukan karena bagus tetapi karena katanya pantas ditertawakan, sementara berkat sistem sensor jam tayangnya diubah tiba-tiba bergeser dua jam sampai tengah malam.
Dan yang jelas dia anggota gerakan anti Vetsin.

Dan aku pun tak yakin kalau dia memperhatikan si compang-camping tokoh misterius ff7dc Vuinsento Vuarentain (uhya, marukkiri kizana namae) yang membuatku mulai melirik kembali kotak hitam mungil yang akhir-akhir ini disalahgunakan melulu...
Terbimbangkan antara nafsu bermain ala abg dengan kesadaran bahwa lebih banyak hal yang perlu dilakukan selain tersepona pada hal yang maya...


Bagaimanapun juga mungkin aku akan mengajak adikku ini membaca komik
V for Vendetta...
yang setiap babnya diberi judul berinisial V.
Rilis filmnya diundur sih ya.

Voilà! In view, a humble vaudevillian veteran, cast vicariously as both victim and villain by the vicissitudes of Fate. This visage, no mere veneer of vanity, is it vestige of the vox populi, now vacant, vanished. However, this valorous visitation of a by-gone vexation, stands vivified, and has vowed to vanquish these venal and virulent vermin vanguarding vice and vouchsafing the violently vicious and voracious violation of volition. The only verdict is vengeance; a vendetta, held as a votive, not in vain, for the value and veracity of such shall one day vindicate the vigilant and the virtuous. Verily, this vichyssoise of verbiage veers most verbose so let me simply add that it's my very good honor to meet you and you may call me V.
(Variz van Java = ejaan pada hiasan kaca angkot sthall sadang serang yang parkir di jalan veteran depan toko vania)

Senin, 30 Januari 2006

Makhluk-Makhluk Air

Kalau di Jepang, ada Echizen Kurage sang ubur-ubur raksasa.
Di Indonesia, ada Ikan Terkecil Sedunia di rawa-rawa Sumatra.

Tapi saat ini ibunda tiba-tiba tertarik pada hal lain.

"Baru beli udang karang besar, ketemu di pasar, lucu banget! Warna capitnya biruuu. Bagaimana mengawetkannya ya? Pakai formalin bisa nggak ya?"

"Wah, gak paham betul. Waktu di lab cuma terlibat sama methanol. Tapi kayaknya kalau pakai formalin warnanya luntur deh. Memang kenapa, sebegitu anehnya kah udang karang?"
"Capitnya besar, hanya ditopang oleh otot lengan sehalus ini! Hebat kan?"
"Uhuhu, iya tuh kalau di kartun Spongebob sih udangnya latihan angkat besi... Tapiii, macam-macam saja ah, Bandung sih, di lingkung gunung yah."
"Uh, sama saja Kyoto daerah kota juga mana kenal laut!"
"Hahaha, makanya cocok. Kita gak bakat jadi putri bahari kali yah."
"Lalu, tahu tidak? Ikan ternyata bisa mendelik ke bawah! Lihat Arwana di aquarium restoran Lembang."
"Aduh, semangat ingin tahu tidak kenal usia yah. Beli ensiklopedia biota laut Indonesia saja lah sekalian!"
"Mana ada yang semacam itu? Kami ingin piknik serombongan ke Sea World sebenarnya. Tapi Mak Gaek cerita, Pak Gaek hadir dalam mimpi, bersorban haji, menertawakan, ngapain juga ke Jakarta! Dan ternyata tol Cipularang runtuh, belum berani konvoi lewat sana. Jadi katanya itulah yang ditunjuk dalam mimpi."
"Arrrgh mistis betul, coba yah dibujuk saja biar berhenti menonton sinetron."
"........."
"..."

Sabtu, 21 Januari 2006

FAQ Bidadari Merah

Sebagai salah satu neverending story manga yang cukup fenomenal, saya sudah pernah membahas dalam bambumuda: FAQ Topeng Kaca (yang owtch, menjadi posting paling laris di blog saya selama setahun kemarin! Setiap saat pasti ada saja yang mengakses... Masih tenar ternyata komik ini).

Maka inilah info terbaru: Sang pengarang, Miuchi Suzue sedang terlibat menyutradarai proyek spesial: Pentas Noh Bidadari Merah, live action!!!

nohgarakameAkan diselenggarakan pada

Hari/tanggal :
@ Jumat, 24 Februari 2006
---jam 13.00 dan jam 6.30,
@ Sabtu, 25 Februari 2006
---jam 13.00

Tempat :
Kokuritsu Nourakudou,
Tokyo-to Shibuya-ku
Sendagaya 4-18-1

Sejak 9 Januari, tiket sudah dapat dipesan lewat telepon
(+81)-570-03-3333,
jam 10 pagi - jam 3 sore.


tennyodukaInilah kesempatan Miuchi Suzue mewujudkan idealismenya mengenai kehidupan panggung yang selama ini tertuang di atas lembaran kertas ke dunia nyata panggung dengan diperankan oleh manusia sungguhan.
Maka tentu gerakan ini patut didukung sebagai salah satu studi banding beliau demi dapat melanjutkan karya yang telah lama terkatung-katung ini; usaha untuk membuktikan segala teori Ketuhanan yang selama ini beliau rumuskan dalam komik dan beliau ceramahkan berkeliling selama jeda penerbitan yang menahun.

rokuroMelihat dokumentasinya, secara artistik busana yang disiapkan memang mewah.
Tapi… tralala trilili trululu, yang berperan sebagai Bidadari Merah, KAKEK-KAKEK bow!!!
Seorang seniman profesional Noh, bernama Umewaka Rokuro.

Aslinya Noh yang adatnya mengakar kuat di Jepang, memang gak ada tuh pemeran perempuan. Lha, jadi, pentas Bidadari Merah yang sesuai dengan komik, yang diperankan oleh ibu Tsukikage Chigusa (a.k.a Mayuko) itu, bentuknya apa dong kalau bukan Noh? Yahahahaha pasti ini problematika posmodernisme dah, gubrag.

plummerahGarakame memang telah mengalami lintas generasi yang cukup drastis:
Berawal dari masa di mana komunikasi dengan telepon umum masih digambarkan secara romantis, sampai ketika kini tokohnya bertelepon genggam, yang ada kamera dan gps pula:
Berawal dari masa di mana norma-norma sosial masih cukup dipegang teguh, sampai ke masa di mana tema perselingkuhan yang dibanggakan atas nama cinta, pertunangan yang dibatalkan, atau kabur dari altar pernikahan ala The Graduate-nya Dustin Hoffmann, semua menyampah di novel, komik, film, dan dorama musiman Juni atau Desember... di mana kebimbangan salah seorang tokoh bahwa "ceweknya 11 tahun lebih muda" itu, selain hanya mengulang romantika Genji, sesungguhnya sama sekali tidak revolusioner dibandingkan kisah manga lainnya, yang menampilkan cewek dewasa berpasangan dengan cowok seumuran SD, dan seterusnya.

Bagi penggemar yang masih penasaran atau berniat mengumpulkan gambarnya, sila mengakses dan download langsung dari situs resminya, Olive-no-happa (Daun Zaitun).
Oya, bahkan ada character goods Hello Kitty Garakame version segala! Yare-yare, apa saja lah asal bisa dijual.

Juga ada rubrik baru wawancara, penggemar dapat mengirimkan berbagai pertanyaan untuk masing-masing tokoh komik, atau sang pengarang sendiri (selama BUKAN mengenai kapan lanjutannya terbit, soal itu sih gak bakal dijawab, pasrah saja lah hay):
Beberapa masalah gak penting yang sudah dijawab, antara lain...

Tanya: Apakah rambut pirang Ayumi-san dicat? Soalnya saya juga mengecat rambut pirang.
Ayumi: Apakah terlihat pirang? Sebenarnya bukan pirang, melainkan coklat pucat. Ini warna rambut asli, tapi kadang-kadang saya mewarnai juga, untuk perawatan saya serahkan ke salon. Rambut kamu pirang? Pasti bagus yaaa.
(nb: jadi ingat di komik CH, si Saeba Ryo protes terhadap generasi muda Jepang yang rambutnya warna-warni ala komik, kalau dia sih setia sama hitam... red)

Tanya: Dari komik, Hayami-san terlihat sebagai perokok berat yah. Saya paham kalau pekerjaan dan gaya hidup anda menimbulkan stress yang cukup berat. Namun, demi para pembaca penggemar anda, demi tunangan yang bertubuh lemah, dan demi orang yang anda dukung seumur hidup secara diam-diam dari balik layar, apakah tidak ada rencana untuk mengurangi jumlah batang yang dihisap?
Masumi: Terima kasih atas kekhawatirannya. Anda berbicara seperti Mizuki-kun, sekertaris saya saja.
Yah dulu sih bahkan cerutu pun pernah saya hisap, tapi akhir-akhir ini saya usahakan untuk tidak melakukannya lagi. Dan tidakkah anda perhatikan, kalau sejak jilid 30 saya telah mengurangi rokok? Hanya saja memang di akhir jilid 42, saya perlu merokok lagi untuk menenangkan hati...


Selain itu ada jawaban tentang gaun hitam Tsukikage sensei, kemajuan Genzo sebagai pemeran panggung, di mana mawar ungu bisa diperoleh, nama kecil sekertaris Mizuki, asal-usul dan keadaan keluarga Rei, nasib Norie yang menjerumuskan Maya di kisah lalu, dan lain-lain... Lumayan menghibur lah.

Olive no Happa / Daun Zaitun



Minggu, 15 Januari 2006

Kaji Da!

Yah, di saat orang Indonesia kelabakan dengan tradisi banjir dan tanah longsor, ternyata musibah tak terelakkan juga di pelosok Kyoto yang sedang mengalami udara kering musim dingin. Apartemen dari dua rekan mahasiswi Indonesia hangus terlalap api.
Sampai diberitakan di Kyoto Shinbun segala. Mereka sempat mencoba memadamkannya sendiri dan menelepon pemadam kebakaran, namun akhirnya nyaris tidak ada yang tersisa dari barang-barang mereka.
Beruntung, menurut informan handal veteran PPI Kyoto, neng Icha masih sempat menyelamatkan paspor dan komputer berisi sotsuron (TA) yang harus dikumpulkan minggu-minggu ini. Neng Uni harus dirawat karena sesak terhisap asap tebal, dan paspornya juga terbakar separuh, namun masih bisa diganti melalui KJRI setempat.
Dan beruntung lagi, mereka segera mendapat kamar di asrama Seika Univ, sementara rekan-rekan yang lain juga telah menyatakan bersedia membantu melengkapi barang kebutuhan sehari-hari. Apartemen tersebut juga diasuransikan oleh pemiliknya sehingga bisa memperoleh ganti rugi.
Menyadarkan kembali, betapa fananya kebendaan dunia...
Deuh, neng-neng, semoga tabah kalian berdua...
calcifer

Jumat, 13 Januari 2006

Dearuki-zoku

darthvaderhandphone
Ketergilaan terhadap telepon genggam yang laris manis seperti pisang goreng selama bertahun-tahun mengubah orang Jepang menjadi monyet.


Masataka Nobuo, seorang professor di Institut Riset Primata - Kyoto University (dalam lingkup Kyoto University, tapi sebenarnya letaknya di propinsi Aichi, daerah Inuyama-red) dan pengarang buku laris Keitai wo Motta Saru (Monyet bertelepon genggam), mengatakan pada majalah Sapio (11/23) bahwa penemuan telepon genggam telah membuat kaum muda Jepang menjadikan diri mereka monyet, meniru perilaku simpanse.
Menurut beliau, kaum muda Jepang telah kehilangan kemampuan membedakan antara ruang pribadi dengan ruang publik. Beliau juga menambahkan bahwa mereka telah membentuk apa yang disebut dearuki-zoku (apa yah, istilahnya, suku melalak gitu kali yah).
"Telah ada peningkatan yang dramatis pada dearuki-zoku. Mereka tidak makan di rumah dengan anggota keluarga lainnya, dan anda bisa melihat dengan mata kepala sendiri peningkatan kaum muda yang nongkrong bareng di pinggir jalan dengan teman yang itu-itu saja," jelas Masataka pada Sapio. "Mereka mendaulat tempat seperti Shibuya sebagai wilayah mereka dan sangat jarang pergi ke tempat lain, bahkan tidak ke Shinjuku ataupun Harajuku (daerah pertokoan dan hiburan dekat situ juga). Mereka malas pergi ke tempat baru atau bertemu orang baru. Bila mereka lapar selama berputar-putar di sana, mereka tinggal pergi ke kombini (convenience store, toko kelontong) terdekat membeli sesuatu dan duduk di luar memakannya. Kalau tidak, mereka nongkrong berjam-jam di jaringan kedai cepat saji.
Sang spesialis primata menyimpulkan bahwa aksi dearuki-zoku ini serupa dengan pola perilaku simpanse, yang cenderung bepergian dalam kelompok, berjalan keliling dalam waktu yang lama tanpa tujuan tertentu, kemudian makan dan buang air di tempat yang sama sebelum tidur di timbunan rumput kapan saja dan di mana saja mereka membutuhkan.
"Kemampuan nongkrong di jalanan seperti ini muncul hanya karena penciptaan teknologi telepon genggam. Orang tua membiarkan anak mereka keluar karena mereka merasa mereka hanya berjarak satu panggilan telepon. Dan bahkan bila anak itu tidak pulang ke rumah, mereka tidak berusaha menelepon karena percaya telepon genggam sang anak menawarkan jaringan yang tak terputuskan," jelas Masataka. "Namun, di balik perasaan aman ini, terbentang putusnya komunikasi antara anggota keluarga. Telepon genggam membuat itu mungkin untuk menghubungi anggota keluarga ataupun bagian masyarakat lainnya 24 jam per hari, dengan drastic merubah alam hubungan yang diciptakan oleh manusia sepanjang evolusi mereka."
Masalahnya, catat Masataka, walaupun memiliki alat canggih ini, hanya secuil komunikasi nyata yang berlangsung dengan orang tua atau anak yang jarang menelepon satu sama lain.
Masataka menambahkan bahwa kecenderungan kaum muda untuk segera kehilangan kesabaran, juga terbawa dari naluri primata yang muncul karena penggunaan berlebihan terhadap telepon genggam yang menghentikan orang berbicara akibat kemudahan mengirimkan pesan tertulis yang membuat mereka lebih emosional dan tak mampu mengungkapkan perasaan dalam logika kata-kata.
"Kera akan tiba-tiba menyerang orang yang memandangi mereka. Secara alami, kera tidak mampu berbicara dan mereka mengungkapkan perasaan dengan satu-satunya cara yang mereka bisa. Manusia yang pemarah juga melakukan hal yang persis sama," kata sang primatolog.
Masataka menuding bahwa telepon genggam telah memeras kekuatan otak manusia karena fungsi memori menghapuskan kebutuhan untuk mencoba mengingat nomer telepon, dan fungsi GPS memastikan orang tak perlu mempelajari lingkungan sekitarnya.
"Telepon genggam kini melakukan tugas yang pernah diserahkan pada ingatan, seperti berpikir dan berbicara. Kalau ini terus berlangsung, manusia akan terus kehilangan kemampuannya berpikir. Teknologi Informasi mungkin telah membebaskan kita dari seluruh rangkaian beban sehari-hari, namun IT juga menarik kita turun. Secara kebetulan, satu-satunya masyarakat yang sedemikian terperangkap pada telepon genggam dan menggunakannya untuk mengirim mail sedemikian banyak, adalah orang Jepang," kata Masataka. "Beberapa mungkin mengkritik saya karena menyamakan perilaku manusia dengan monyet, namun secara telah sedemikian lama meneliti primata, saya bisa menegaskan bahwa ini adalah fakta bahwa kemajuan Teknologi Informasi telah membuat perilaku manusia menyerupai kera."

Catatan: Pernyataan yang disampaikan ke berbagai media massa tersebut dikritik oleh para koleganya sebagai terlalu mencari sensasi, dan hanya menjadikan kaum muda Jepang sebagai sasaran mengisi bakul nasi...
Buku terbarunya "Kangaenai Hito: Keitai Izon de Roukashita Nihonjin" (Orang yang tak berpikir: Orang Jepang yang mengalami kemunduran karena ketergantungan terhadap telepon genggam) dianggap sama sekali tidak membahas masalah baru ataupun memunculkan solusi baru.


(Jadi ingat menyalin ini gara-gara kemarin tiba-tiba kembali kasuat-suat sama si Howl, yang bisa dibilang sebagai pencerminan dari apa yang kini disebut "dearuki-zoku" itu... Rumah berantakan lah, saking pengecutnya pasang jimat di setiap sudut, tengah malam kabur pula mengendap-endap entah ke mana... yahahahahauuuru)

Senin, 09 Januari 2006

Januari

severusjan9
Penanggalan di dunia ini ditetapkan berdasarkan rotasi dan revolusi bumi terhadap benda-benda langit. Ilmu perbintangan seharusnya dikenal dengan baik oleh semua orang, setidaknya berhubungan dengan pemetaan, penunjuk arah. Namun saking langkanya ilmu itu malah pada terjerumus astrologi yang bukan-bukan.
Apalagi, penanggalan Masehi sampai sekarang masih berkaitan erat bukan dengan sistem kepercayaan Nasrani, melainkan justru Yunani-Romawi.
Untuk bulan Januari, yang berjaya adalah Janus, dewa gerbang dan pintu, sang awal dan sang akhir, sang alpha dan sang omega, yang mempunyai dua wajah: Apollo dan Dionysos.

Makanya, ketimbang merayakan Tahun Baru kali ini lebih tepat mengucapkan selamat Idul Adha kepada para kambing-kambing gunung (capricorn) yang mungkin disembelih...?

Walaupun, berdasarkan Quran juga tanda-tanda alam itu memang diyakini ada, dan mempertimbangkan kaitan dna (???) dengan gravitasi saya cukup percaya kalau generalisasi sifat manusia itu sebagian berkaitan dengan tanggal lahir.

Nah maka dengan memanfaatkan dua wajah yang bertolak belakang tersebut, di Januari bermunculan para pendongeng handal lah ya:

John Ronald Reuel Tolkien (penulis Lord-ofthe-Rings geto)...
salah seorang Grimms brother (yang mana lupa),
AA Milne (Winnie the Pooh),
Charles Perrault (mother goose, puss in boots),
Lewis Carroll (Alice in the Wonderland)...

Yang sok ngelmiah ada Stephen Hawking.
Karel Capek, dramawan Cheko yang pertama kali mempopulerkan istilah ROBOT...
Louis Braille bahkan menciptakan huruf timbul agar orang buta juga bisa baca tulis.

Murakami Haruki, Mishima Yukio (hieee...)
Virginia Woolf, Kahlil Gibran, JD Salinger (catcher in the rye), Umberto Eco (il nome della rosa), Edgar Allan Poe (the raven)...
Judith Krantz (gak pernah baca sih, tapi zaman SMP suka sama lagu soundtrack di miniserinya Till We Meet Again... gak nyambung yah?)

RF Outcault, pelopor komik strip, pengarang The Yellow Kid yang menimbulkan istilah Yellow Journalism.
Di jalur manga ada Oda Eiichiro (One Piece, tentunya) serta
Urasawa Naoki (Yawara, Monster, Pluto, 20th Century Boys);

Urusan film: Rowan Atkinson alias si Mr.Bean. Kan dia mengarang skenarionya sendiri.

Dannn untuk anime ada Miyazaki Hayao (studio Ghibli) sang sutradara, penulis skenario sekaligus penggambar karakter yang beberapa hari lalu berusia 65 tahun, dan masih ada tanda-tanda bakal kembali menggebrak setelah beberapa kali pengumuman pensiun.

Yang fiktif juga ada: Hmmm, Tintin sang wartawan muda, yang besok berusia 77 (tahun terakhir dia boleh membaca kisahnya sendiri). Lalu itu si Laguna Loire di FFVIII juga wartawan.

Heuheu Severus Snape bukan penulis yah, tapi kan tokoh ini digambarkan cukup pakar dalam menjelaskan ilmu kimia farmasi lewat barisan puisiiiii...

Toiukotode, omedetou.

Kamis, 05 Januari 2006

Ghibli: Ged Senki



Selamat Ulang Tahun kakek Miyazaki Hayao. Adakah masih terjebak untuk berkarya, setelah melontarkan aneka filosofi mengenai "usia tua" di Howl no Ugoku Shiro? Atau akhirnya sudah berhasil mengadakan regenerasi?

Mengintip studio Ghibli, ternyata sudah dihebohkan proyek baru akan luncur Juli 2006, yang ternyata disutradarai oleh putra si kakek itu sendiri. Tentang: oho, naga.
Tagline:
"Awalnya Manusia dan Naga adalah Satu. Manusia memilih Tanah dan Laut, Naga memilih Angin dan Api."
Pendukung:
blog catatan produksi dan blog catatan sutradara.
Oke deh, baca-baca dulu.

Nusantara Earthsea


earthseaKabarnya banyak pembaca yang mengasosiasikan Earthsea Archipelago dalam karya Le Guin dengan Indonesia.
Secara beliau juga gemar mempelajari karya-karya Clifford Geertz dkk, yang sering meneliti kondisi sosial budaya Nusantara.

Sang pengarang sendiri, menanggapi hal itu, hanya berkomentar: "I think we all have archipelagoes in our minds."


Proyek animasi terbaru Studio Ghibli untuk Juli tahun ini, adalah pertama kalinya karya terbaik dari pengarang Ursula K. Le Guin yang dianggap sebagai tiga besar fantasi, sederajat Lord of The Rings dan Chronicles of Narnia, yaitu Earthsea Cycles (terbit sekitar 1970), difilmkan. Kisah yang disorot akan mengutamakan buku jilid ketiga, The Farthest Shore.
Dua jilid sebelumnya telah dijadikan miniseri di akhir 2004, yang oleh sang pengarang dikeluhkan gagal merepresentasikan tokoh-tokohnya sesuai ras, apalagi beliau berlatar belakang antropologi dan sangat menentang "pemutihan" film (Oh, secara ini zaman dimana aneka film horor Jepang di"cuci" ulang di Hollywood).
Sang tokoh utama, Ged, seharusnya berwarna kulit merah kecokelatan.
Selain trilogi ini, ada tiga jilid lanjutan bernuansa feminisme yang diterbitkan sekitar tahun 90an-2001.
Selain itu Le Guin terkenal dengan karya-karya SFnya, dan penerjemahan Lao Tzu: Tao Te Tching: A Book About The Way And The Power Of The Way yang sangat mempengaruhi pemikirannya, termasuk dalam penulisan trilogi tersebut.
Ged Senki alias Tales of the Earthsea ini juga debut pertama Miyazaki Goro (38), putra tertua Miyazaki Hayao (65) sebagai seorang sutradara film animasi mengikuti jejak ketenaran sang ayah.
Sebelumnya ia menjabat direktur Museum Ghibli Mitaka no Mori, namun belum pernah terlibat sama sekali dalam pekerjaan studio.
Yang menarik, ia membandingkan pengalamannya melatih diri dan menghadapi tantangan dari orang sekitar ketika menyelami pekerjaan baru ini, dengan tahapan yang dialami sang tokoh utama, Ged, dalam trilogi ini (bisa dibaca di blog resminya, sementara terjemahan Inggrisnya bisa diakses melalui situs ini kalau kesulitan bahasa).





Salinan dari Yomiuri Online (12/26): Wawancara dengan produser Suzuki Toshio di sebuah Ruang Rahasia dekat studio, tempat dirumuskannya proyek tersebut.


---Mengapa sekarang, "Earthsea"?

Awalnya ini adalah karya yang dibaca dengan sangat bersemangat oleh
Miya(zaki Hayao)-san. Terpengaruh, saya juga ikut membaca, dan jauh sebelum mengerjakan Nausicaa (1984) sudah terpikirkan untuk memfilmkannya. Berbeda dari kisah petualangan atau fantasi umumnya yang mengisahkan seorang tokoh memperoleh kekuatan atau sihir dan memerangi musuh-musuhnya, dalam karya ini yang diperangi adalah "diri sendiri". Hal ini punya dampak besar. Pada titik penggambaran konflik dengan diri sendiri ini, jika tidak ada Ged Senki, seri Starwars jangan-jangan juga tidak ada.

---Apakah saat itu tidak berusaha untuk memfilmkannya?

Sebenarnya pernah sekali menegosiasikannya, namun gagal. Tampaknya dari berbagai penjuru berhamburan tawaran seperti ini namun tidak ada yang disetujui sang pengarang. Jika saat itu kami diizinkan mengerjakannya, mungkin
Nausicaa malah tidak ada. Tiga tahun yang lalu, melalui Shimizu Masako yang menerjemahkan karya ini ke bahasa Jepang, Le Guin melihat karya Miyazaki, dan mengatakan ingin meminta beliau memfilmkan karyanya. Bagi saya ini adalah kesempatan yang baik, namun Miya-san bimbang.

---Mengapa?

Saat itu kepalanya telah penuh dengan
Howl, dan waktu telah lama berlalu sejak ia ingin mengerjakannya, dan kini berpikir “apakah saya yang sekarang masih bias?” Hanya saja, saya justru ingin memfilmkannya di zaman ini. Sejak sebelum dibicarakan dengan Shimizu-san, ketika kebetulan membaca ulang, saya merasa buku jilid 3 sesuai sekali dengan keadaan masa kini. Saya rasa “perasaan nyata” yang semakin menipis, bisa dilukiskan.

---Perasaan nyata?

Kalau melihat pendapat publik, persetujuan menaikkan pajak semakin meningkat, politik mempertanyakan kepada rakyat mengenai swastanisasi pelayanan pos ataupun perubahan undang-undang, hal yang seperti ini tidak saya pahami. Ini adalah urusan politisi, dan semuanya berhubungan dengan tali yang mencekik leher sendiri. Dengan kata lain, saya rasa “rakyat” dengan perasaan nyata mulai lenyap. Yah, ini berkaitan dengan apa yang akan diungkapkan oleh
Goro-kun dalam film, maka saya cukupkan sampai di sini dulu.

---Lalu mengapa, Goro-san yang dipilih sebagai sutradara?

Asumsinya, ini adalah masalah masa depan
Ghibli.
Takahata Isao telah berusia 70 tahun. Miyazaki Hayao sebentar lagi 65 tahun. Berdua jumlahnya 135 tahun, ditambah saya, jadi mendekati 200 tahun, yahahahaha. Kalau begini terus, riwayat Ghibli akan tamat. Namun, niat awalnya saya ingin memproduksi film dari kedua orang itu, sehingga sudah bisa dibilang cukup puas. Di sudut hati saya ada pikiran "sudahlah sampai di sini saja", namun ada tanggung jawab terhadap orang-orang muda studio. Walaupun Miya-san memang jenius dalam berkarya, namun payah dalam mengajar. Ketika didudukkan di kursi asisten, hal ini segera ketahuan. Sedikit-sedikit menegur dari samping, sehingga kebanyakan orang menjadi gugup. Baik pengerjaan Majo no Takkyubin (Kiky's Delivery Service, 1989) juga, Howl kemarin ini juga, semula rencananya diserahkan pada orang lain sebagai sutradara, namun akhirnya dikembalikan ke beliau lagi. Dalam proses pembuatan film pun pemandangan seperti itu beberapa kali saya pergoki. Tentu beliau tidak bermaksud buruk, namun orang yang mulas-mulas dan berhenti hadir pun ada, yahaha. Maka terpikirkanlah keberadaan Goro-kun, kalau dia disempilkan di tengah, mungkin bisa berjalan dengan baik.

---Tapi, ia tidak berpengalaman membuat animasi ya.

Hal itu tidak saya permasalahkan. Ia mengerjakan museum dengan berdasarkan gambar imaji Miya-san, walaupun memiliki pengalaman di bidang pertamanan, belum pernah mengerjakan arsitektur sebelumnya. Yang penting, asal bisa melakukan pengamatan, siapa pun bisa melukis. Ketika saya mengerjakan majalah bulanan
Animage, untuk cacatan setelah mengedit saya menyuruh editor yang biasanya tidak pernah menggambar, untuk membuat potret diri. Semuanya awalnya mengatakan tak bisa, namun setelah mulai mengamati wajah sendiri dengan hati-hati, bisa menggambarkannya sampai akhir. Tambah lagi, ada kekuatan dari keseriusan mereka. Goro-kun sering menggambar karikatur di tengah rapat, maka dengan kemampuan mengamati itu saya yakin ia bisa melukis juga.

---Apakah ketertarikan Goro-san terhadap animasi sudah ada sejak dulu?

Saya tidak tahu. Biasanya ia tidak suka bekerja di dekat ayahnya, namun entah di mana tentu ada ketertarikan terhadap pekerjaan orang tuanya. Ketika ia menerima pekerjaan museum Ghibli, hal itu saya rasakan.

---Mengapa pada pendirian Museum Ghibli, Goro-san dijadikan sasaran?

Saya kenal dia sejak SMP, tapi ketika jumpa lagi di saat pemakaman kakeknya, ia menyapa, "Saya Goro" dengan meninggalkan kesan mendalam: menatap pasti, tanpa menjatuhkan pandangan. Ketika muncul rencana pendirian museum, entah kenapa wajahnya muncul. Kepada Miya-san saya tanyakan bagaimana kalau Goro-kun disuruh mengerjakannya, beliau berkata "Kalau Suzuki-san meyakinkannya dan dia setuju, apa boleh buat." Maka saya menugaskannya.

---Apa jawaban Goro-san?

Dalam dua balasan ia setuju. Ketika telah dikerjakan, ada dua hal yang membuat saya ingin berterima kasih. Satu, setelah menyelesaikan museum, ia bahkan berhasil juga menyelenggarakan manajemennya. Satu lagi, ketika ada imaji Miya-san yang wagu, dengan tegas dia tidak menerimanya. Hal ini saya piker sangat bisa diandalkan. Sambil melihat kekuatannya mewujudkan pemikirannya sendiri, jangan-jangan dia juga bisa mengerjakan film. Ketika muncul pembicaraan mengenai Ged Senki, saya tanyakan padanya "kalau memikirkan masa depan museum, masa depan studio tidak bisa diabaikan. Bagaimana kalau kamu ikut proyek ini?" Segera ia jawab "Oke, karena berkaitan dengan museum." Maka untuk menetapkan proyek, Goro-kun bersama beberapa orang berkumpul di ruangan ini, bulan Oktober 2003.

---Saat itu dia belum ditetapkan sebagai "sutradara"?

Ya. Setelah itu, di saat garis besar isi proyek telah dipastikan sampai titik tertentu, dan mulai memasuki tahap persiapan yang sebenarnya, saya bicarakan kepada Miya-san "ingin menjadikan Goro-kun sebagai penasihat." Beliau sangat menentangnya. Ketika dibicarakan dengan orang studio, mengenai keikutsertaannya juga ada perbedaan pendapat. Akhirnya ketika lempar kiri kanan siapa yang menggambar sketsa, akhirnya Goro-kun yang ditunjuk.

---Bagaimana mulai menggambar?

Pertama-tama, saya suruh ia melakukannya dengan meniru. Letakkan contoh sketsa sang ayah di samping, dan kalau ada potongan yang diinginkan, itu dijadikan referensi. Lalu pekerjaan ini saya suruh lakukan secara terang-terangan di depan orang. Selain itu, dari pemikirannya sendiri juga, berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari Pameran Pixar di museum Ghibli, ia menggunakan teknik menggambar di kartu, mengecilkan dengan fotokopi dan menempelkannya.

---Kesan terhadap sketsa yang telah jadi?

Wah daripada saya, lebih baik memperkenalkan ucapan orang lain. Animator terkenal OtsukaYasuo (seri Lupin generasi III) menyetujui bahwa "sebagai film ini hebat sekali" ketika saya beritahu bahwa "Ini buatan Goro-kun", dia terkejut dari dasar hatinya, "Wah anak katak memang katak juga…" Lalu, ketika diperlihatkan pada Anno (Hideaki, Gainax, animator Nausicaa dan Shinseki Evangelion), mengetahui bahwa Goro-kun berusia 38 tahun, ia menggulung lidah "Mengapa tidak lebih cepat memulainya!", dan, "ini memang sepenuhnya anime cap Miyazaki ya".

---Tanggapan dari sutradara Hayao?

Tidak melihatnya. Terhadap pemanfaatan Goro-kun sebagai sutradara, ia melontarkan pendapat "Suzuki-san pasti kesambit sesuatu," dan marah: "tak mungkin anak itu bisa menjadi sutradara. Menggambar pun tidak pernah, anak itu tak tahu apa-apa." Di situ, saya perlihatkan poster karya Goro-kun yang menggambarkan
naga dan Arren yang saling berhadap-hadapan. Dan beliau terdiam. Itu adalah sudut kamera dari samping yang tidak pernah dipakai oleh Miya-san. Selembar lukisan memang punya kekuatan sedemikian rupa. Dan saya menegaskan akan melanjutkan proyek ini, dan beliau hanya terbengong-bengong beberapa saat.

---Apakah dengan demikian masalahnya beres?

Tidak juga. Bulan Juni kemarin, ketika akan meminta persetujuan Le Guin mengenai "akan mengerjakan dengan isi seperti ini", suatu hari saat suasana hati Miya-san sedang bagus, saya minta "Tolong gambarkan selembar", dan ia gambarkan kota untuk latar film, namun setelah itu "Seharusnya saya tidak menggambarnya," dengan penuh penyesalan. Yahahaha. Tapi, akhirnya, yang pergi meminta persetujuan adalah Miya-san.

---Bukan Goro-san?

Awalnya direncanakan begitu, namun menurut Miya-san "Itu aneh." Kalau sutradara punya waktu, seharusnya selembar pun lebih banyak menggambar. Untuk mengurus izin ke pengarang adalah tugas produser. Maka saya usulkan "Kalau begitu ayo Miya-san pergi sama saya." Bimbang dengan perkembangan yang tidak disangka, ia terbujuk juga, "sebagai penggemar berat Le Guin, baiklah saya akan pergi".

---Bagaimana keadaan pertemuan?

Kepada Le Guin saya sembunyikan bahwa Miya-san akan ikut. Lalu, ketika saya perkenalkan Miya-san sebagai "Inilah Miyazaki Goro". Dia tertawa, "Sudah lanjut usia ternyata ya." Sejak masuk ruangan saya rasa ia sudah menyadari yang sebenarnya, namun tidak menyinggungnya sama sekali. Jadinya menghangatkan suasana.

---Apakah negosiasi berjalan lancar?

Banyak hal yang terjadi. Sebab beliau menginginkan karyanya difilmkan oleh Miyazaki *Hayao*. Pertama-tama Miya-san bilang, "Hari ini biarkan saya yang bicara," dan meluapkan segala perasaan beliau terhadap
trilogi Earthsea. "Ged Senki selalu saya letakkan di bawah bantal. Tak pernah lepas sesaat pun. Ketika bingung, bermasalah, berkali-kali buku ini saya baca ulang. Saya akui, semua karya sejak Nausicaa sampai Howl terpengaruh oleh buku ini. Untuk memfilmkannya, di dunia ini tentu tidak ada orang yang lebih tepat daripada saya."

---Lalu bagaimana?

Kemudian, "Hanya saja," tambahnya, "andai pembicaraan ini muncul sejak 20 tahun yang lalu, saya akan segera mencaploknya. Namun sekarang saya sudah berumur. Saat ini, Putra saya dan stafnya berkata ingin mengerjakannya. Andai mereka bisa menampilkan daya tarik yang baru, bukankah itu bagus juga?" Dan menutup dengan, "Mengenai skrip akan saya pertanggungjawabkan secara penuh. Kalau dibaca payah, akan segera saya hentikan."

---Tanggapan dari Le Guin?

Kalem ya. Apakah ini bedanya orang Jepang dengan orang Amerika, sangat logis. Beliau berkata, "
Ada tiga pertanyaan." Pertama, "Saya dengar yang akan difilmkan berpusat pada jilid 3, tokoh yang muncul adalah Ged yang sudah setengah baya. Bukankah justru sesuai dengan anda yang sekarang?" Kedua "Anda menyatakan siap mempertanggungjawabkan penuh pekerjaan Goro, apa maksudnya?" Ketiga, "Kalau tidak bagus akan dihentikan itu apa maksudnya, bukankah hari ini anda kemari meminta persetujuan memfilmkannya?" Mendengar itu Miya-san menoleh pada saya dengan wajah bingung, "Apakah saya salah bicara?"

---Apa jawaban anda?

Saya menjawab "Beliau bertanya, apakah pertanggungjawaban penuh itu berarti akan menjadi produser film ini?" Dan Miya-san tiba-tiba di hadapan Le Guin berteriak, "
Ini bukan lelucon! Ayah dan anak berderet namanya di satu film, hal memalukan seperti itu tidak bisa saya lakukan!" Ia orang yang blak-blakan.

--- Pembicaraan jadi rumit.

Bagi orang Amerika itu tidak bisa dipahami, yahahahaha. Ketika bingung bagaimana jadinya, putranya
Theo mengengahi dengan mengajak makan. Theo pernah mampir ke Jepang sebelum negosiasi, mengobrol macam-macam dengan saya dan Goro-kun, sehingga mendukung kami. Dugaan saya, sebagai sesama putera dari orang hebat, mungkin mereka saling sambung rasa.

---Akhirnya?

Persetujuan dicapai sebelum makan malam.

---Bagaimana keadaan setelah itu?

Sekarang pun masih kacau balau. Mereka berdua hampir tidak saling bicara. Sampai kemarin Miya-san mengerjakan film pendek untuk museum di lantai yang sama, namun walaupun suara masing-masing terdengar satu sama lain, tidak ada usaha untuk saling menghubungi. Bahkan jika di dalam ruangan hampir berselisih jalan, mereka saling menghindari sampai berbalik arah.

---Bagaimana mencantumkan kredit untuk sutradara Hayao?

Wah bingung. Dalam keputusasaan, terpikirkan usul yang unik dan ajaib. Misalnya,
*********************************
"
Ayah... : ... Miyazaki Hayao "
*********************************
Yahahahaha…

Sambil mendengarkan ini, jadi terkenang film Porco Rosso (1992). Ketika direktur pabrik pesawat yang berwajah mirip produser Suzuki diminta memperbaiki pesawat , ia memperkenalkan Fio seorang perancang wanita muda. Kepada Porco yang berusaha menolak, sang perempuan bertanya, apakah yang penting pengalaman? Porco menjawab: "Inspirasi."
----------------------------------------(Kenichi Yoda)