Sabtu, 30 Oktober 2004

Kanst Kanster Kanstest

Setelah selama tujuh tahun nyaris selalu menjadi anak bawang yang paling muda, tiba-tiba inilah kenyataannya...
Hisashiburi ni memenuhi undangan buka bersama Kansters sekaligus perkenalan angkatan XVI... eits... itu kan artinya sepuluh angkatan di bawahku. Aku angkatan VI gitu loh... Mulai cemas, jangan-jangan aku yang paling tua! Langsung kasak-kusuk mengajak rekan yang paling mudah diraih, sesampainya di sana... Fiuhhh, untung saja, ternyata ada yang lebih fosil lagi, Ikoen angkatan IV! Yahahahaha... Masih bela-belain hadir sama calon istrinya.

Terjebak di sana pastilah suratan takdir, kebetulan mirip nama sehingga bisa enak menggunakan istilah tersebut sebagai id. Memang agak takjub juga melihat organisasi kacau dan kurang kerjaan ini (Apaaaaa? Badan Keamanan? Lah bukannya kalian yang mesti diamankan?) ternyata telah terus beregenerasi menjadi:
  • titik tolak tokoh-tokoh sukses (?) pebisnis, insinyur, dokter,
  • ajang mengasah kenekatan pionir seorang bapak blogger,
  • sumber inspirasi novelis ber t-shirt putih di sebelah kanan,
  • kepercayaan diri nyonya di depan Big-Ben sebagai salah satu kanban musume-nya KBRI London di iklan pemilu MTv,
  • bahkan siapa tahu juga merupakan wadah konsolidasi politik abang berkemeja khaki di sebelah kiri yang baru saja 'diangkat' jadi anak menteri ... :-p


Tentu saja hanya kebetulan wajah-wajah itu terkumpul sedemikian rupa, bukan berarti organisasi inilah yang hebat ... Posted by Hello
Namun pastilah ada suatu... ehm... daya tarik khusus dari Kanst sehingga orang-orang penuh bakat itu (termasuk aku tentunya, yahahahahah...) rela mencurahkan segenap masa remajanya di sini.

Yeah... Lepas dari pelampiasan mabal dan razia, semangat pemberontakan dalam selimut terhadap rumah dan sekolah, kesempatan mendiklat diri jasmani rohani, dan iseng-iseng ngeceng-mejeng sana-sini, Kanst juga merupakan wadah penampungan berbagai ide kreatif yang tak mungkin disalurkan melalui organisasi yang sudah punya bentuk dan arah yang mantap.
Sarana belajar bergaul (dan bertengkar) antarmanusia beragam ideologi, menemukan identitas diri dengan menampik pendapat dua (atau tiga, empat, dan seterusnya) kubu yang berbeda sambil mempertahankan kedudukan di semua tempat sekaligus.
Di sinilah, tanpa sadar, para anggota mencoba menerapkan apa yang disebut 'dekonstruksi' (?)
"OSIS? Piaraan penjilat kepala sekolah."
"Biarlah yang penting dana turun terus, belanja bisa leluasa."

"Ah itu ekskul anu, cowo-cowonya pada memble yah."
"Biarlah yang penting jelas kegiatannya, gak kayak Kanst."

"Kanst? Cuman gerombolan logay gak tentu arah!"
"Biarlah yang penting kesempatan sok keren dan sok beken."

(dst... weks)


Bagi anak Kanst 3 yang membaca tulisan ini, dimohon kesediaannya membantu adik-adik kita angkatan baru, untuk mengisi database anggota, menambahkan Friendster Kanster ke jaringan anda dan mengumumkannya kepada teman-teman Kanst lain yang anda kenal.

Rabu, 27 Oktober 2004

Tersasar di Terjemahan 2

Tidak terlalu berhubungan dengan Tersasar di Terjemahan 1
Bila anda:
  • Penggemar komik

  • Kecewa akan mutu terjemahan manga jepang selama ini

  • Menyadari pentingnya pemahaman yang cukup mendalam mengenai kondisi sosial budaya, baik mengenai masyarakat Jepang yang mempengaruhi dasar pemikiran para pengarang, maupun mengenai masyarakat Indonesia sebagai khalayak pembaca, demi menekan pergeseran makna;

  • Mengetahui bahwa untuk meningkatkan apresiasi terhadap media komik, diperlukan penerjemahan dengan bahasa Indonesia yang baik namun tidak kaku, agar dapat menjembatani pengertian lintas budaya dan memperluas wawasan pembaca;

  • Telah seksama memperbandingkan hasil terjemahan yang terbit selama ini dengan karya aslinya;

  • Bercita-cita suatu saat menerbitkan komik sendiri;

  • Menguasai bahasa Jepang dan Indonesia;

Sebuah perusahaan penerbitan yang telah terbukti kehandalannya malang melintang di dunia manga selama limabelas tahun terakhir, memerlukan turun tangan anda menjadi penerjemah lepas. Bagi yang berminat silakan segera kirimkan lamaran lengkap melalui alamat ini.

Senin, 25 Oktober 2004

Tapa Brata

Mempersiapkan diri iktikaf menghadapi lailatul qadar?
Takut terancam kantuk?


Bagaimana kalau mencoba resep kuno para pendahulu yang sudah teruji tak lekang ditelan zaman. Apalagi sedang ngetrend pula di dunia Barat, kiblat modernisasi.
Silakan pelajari lewat situs web ini, dengan syarat pasang flash atau shockwave player, dan aktifkan pop-up di browser anda untuk situs ini.
Dijamin memuaskan.

Sabtu, 23 Oktober 2004

Sairea, sairyou!!! 「祭礼、祭礼」

Sairea, sairyou!!! Suatu saat menghadiri Kyoto Kurama no Hi Matsuri, Festival Api.
Aku ikut berdesak-desakan turun dari Eiden (Eizan Densha, jalur kereta listrik swasta yang menghubungkan Demachiyanagi dengan gunung Kurama dan Hiei). Lautan manusia tumpah ruah ke tanjakan ke arah Kurama Jinja yang sudah dipagari tali-tali untuk mengarahkan lalu lintas pengunjung. Mungkin hanya pada detik itu lah, jalur Eiden bisa mengalahkan Midosuji atau Ginza...

Nyaris terseret melayang karena tersangkut punggung dan siku orang lain, aku masih berkutat untuk menyorongkan kamera kuno yang seberat bayi...
Tiba-tiba sesuatu tersangkut di kaki, mengejutkanku, dan terus menggelayut sampai beberapa langkah. Bersusah payah menekukkan badan di tengah hiruk pikuk ini, makhluk yang semula kusangka kucing garong itu ternyata sebuah tas pinggang.
Aku berteriak-teriak ke seluruh penjuru,
"Sumimaseeyeyen, otoshimono nan desukedooo, kore ha dare no desukaaaa?"
namun tak ada yang peduli, semua sibuk dengan usahanya masing-masing beranjak maju dalam antrean yang bergerak selambat kura-kura. Akhirnya aku melaporkan penemuanku kepada seorang polisi penjaga yang sudah cukup umur, tegap dengan seragamnya bertugas di seberang pagar tali.
Ternyata aku tidak boleh hanya menyerahkan saja, melainkan harus keluar dari aliran dan mengisi semacam "wasuremono todoki" sesuai prosedur yang berlaku. Dengan agak penuh penyesalan bahwa antrean selama ini sia-sia, mengapa tak aku biarkan saja benda itu ditendang orang, aku mengikuti sang petugas jaga ke pos polisi yang... ternyata berada tepat di sebelah Kurama Jinja!
Tas pinggang itu diperiksa, nyaris tanpa isi, tak ada identitas yang dapat dikenali, hanya beberapa lembar struk pembayaran tak jelas dan sebuah selongsong kosong fuji-film. Yaaah hangus harapan mendapatkan imbalan sepuluh persen dari temuan. Setelah dengan teliti mencantumkan nama dan alamat dengan huruf-huruf keriting itu, aku ditanya pak polisi:
"Maukah identitas anda diberikan kepada yang kehilangan, seandainya ia melapor kemari? Tentu orang itu akan sangat senang akan hal ini."
"Oh, tidak, tak perlu..."
Aku malah takut, penemuanku itu sebenarnya sisa peninggalan pencopet, yang telah merampas semua isinya, siapa tahu tadinya ada dompet atau pernak-pernik perlengkapan kamera...
"Dengan lepas tanggung jawab saja, saya sudah syukur... Bolehkah sekarang saya kembali menikmati rangkaian acara?"
"Baiklah, silakan. Tapi jangan mengambil jalur yang salah."
Aku keluar dari pos polisi dengan agak lega, karena ada untungnya, sudah dekat ke tempat tujuan, tak perlu kembali turun ke antrean panjang, bisa langsung menelusuri titik-titik pemberangkatan api.

  ... [foto-foto di album]

Alkisah, tiga bulan kemudian aku memperoleh selembar kartu pos.
Dari susunan katanya bisa ditebak tulisan orang tua. Dia memperkenalkan diri sebagai fotografer amatiran mengisi masa pensiun, dan mengucapkan terima kasih, begitu ia balik lagi mencari tas pinggangnya ke Kurama, ternyata aku temukan, sehingga ia bisa kembali beroperasi.
(Tas pinggang saja, gitu loh! Apa benar dia memang bela-belain balik mencari... Di toko tas Elisabeth paling juga cuman lima puluh ribu rupiah... Walaupun mungkin aku bakal meraung-raung kalau tas MACHO seven senses aku hilang... Tohohohoho.)
Pak Polisi sengaja melanggar janji. Entah dia menduga aku hanya basa-basi, entah karena tahu aku orang asing, dia berusaha memaksakan adat istiadat yang berlaku di Jepang padaku untuk dihayati.
Setidaknya, kali ini tak ada yang menuduh aku mencopet lah. Semoga memang kakek ceroboh itu tak kehilangan benda yang lebih penting. Dan yang jelas, artinya, sepuluh persen dari tas pinggang yang selayaknya aku peroleh sebagai tanda jasa itu adalah seharga selembar kartu pos ditambah perangko...

Jumat, 22 Oktober 2004

Jidai Matsuri

tomoeTomoe Gozen, prajurit wanita tangguh, dengan tombak panjang "naginata"nya, menjadi salah seorang tokoh utama yang mewarnai festival dari masa-ke masa. Posted by Hello

Kamis, 21 Oktober 2004

Lantunan itu...

Angin meniup dedaunan momiji memerah.
Kereta-kereta listrik berlalu riuh rendah.
Televisi menyiarkan variety-show meriah.
Namun, selapis sunyi mengambang di udara.

Mungkin bukan karena teguhnya keyakinan.
Mungkin bukan akibat ketaatan menjalankan.
Mungkin hanya sekedar kerinduan.
Akan rutinitas keseharian yang terputus tiba-tiba.

... Senyap mencekam dalam gelegar.
Andai, desah shakuhachi bisa terdengar.
Atau mantra lotus sutra di taman-taman sekitar.
Namun terlalu malam untuk bertandang ke luar.

...
...
... Ah? Masa. Bukan! Tetapi??? Lantunan itu!!!
Seluruh penghuni Bambumuda muncul menghambur.
Ah, sou, -tersenyum satu sama lain-, sudah musim gugur.
Setidaknya sampai musim dingin berakhir, suara ini akan menghibur.

Mengalun merdu.
Menggema syahdu.
Menebus rindu.


Yaaaakiii imoooooooo!!! Ishi yaaaaaki imoooooooo... ... ...

Membangkitkan kenangan.
Seakan adzan Isya berkumandang.
Walaupun sama sekali gak nyambung.


Yaaaakiii imoooooooo!!! Ishi yaaaaaki imoooooooo... ... ...

Memanjakan telinga, lidah, dan hati sepi.

(Uuuubiii bakaaaarrrr!!! Uuuubiii bakar batuuuu!!! Tohoho(^^;w)

Bagi semua pendatang baru, yang masih sering tertipu:
Mari berharap
penjaja ubi 100yen yang dibakar pakai batu hitam panas itu,
akan berkeliling juga dini hari, menemani kita sahurrr!!

Senin, 18 Oktober 2004

studio G4



Ada sponsor
yang
numpang iklan.



G4 studio, menerima pesanan gambar dan desain arsitektur dan interior rumah tinggal ataupun fungsi lain.

(suwerrr ga ada hubungannya whatsoever dengan F4!!!)



Sabtu, 16 Oktober 2004

Kolak Campur di Cafe Peace

Natural Healthy Organic Vegetarian Cuisine, Bistro Cafe Peace Kyoto
Sebuah restoran vegetarian dibuka di simpang Hyakumanben, seberang Kyoto Univ, pada akhir 2002. 
Ketika aku mencoba mencicipi, sang pemilik restoran menyapa dengan ramah: 
"Dari Indonesia kan? Saya suka masakan Indonesia. Saya pernah mencoba kolak sewaktu ada festival di Kokusai Kouryuu Kaikan (International Community House)." Hampir tiap tahun dalam acara Iftaar Party dari KMA, aku yang masak kolak, kebetulan. Tentu dia ikut serta dan ingat wajahku. "Kami akan menyuguhkan Kolak sebagai menu musim dingin spesial percobaan untuk bulan depan. Itu 'kan makanan yang cocok untuk vegetarian. Bisakah memberikan tips mengenai cara memasaknya? Bagaimana mengejanya untuk ditampilkan di daftar menu?" 
Aku mencoba menjelaskan setahuku saja. Bahwa karena tak ada gula jawa, kami di sini menggunakan brown sugar atau kibisatou, dan mengganti ubi jalar dengan kabocha (labu kuning) yang jauh lebih enak tapi juga mahal. Dan bahwa sebenarnya kolak juga bisa dihidangkan dingin, untuk musim panas, walaupun neng Lisa yang datang bersamaku bilang kalau dingin namanya jadi setup. Aku bahkan belum tahu saat itu, bahwa ada yang namanya kolak ayam. Setelah mencoba mengeja k-o-l-a-k, ia menuliskannya dengan semena-mena dalam katakana 「コラック」,entah mengapa bukan 「コラク」 atau 「行楽」 (=pesiar; padahal, siapa tahu, tohoho). Mungkin maksud tersembunyinya, co-luck? Ujung-ujungnya, dia sebenarnya sudah menyusun menu sendiri setelah beberapa kali mencicipi kolakku itu, dan inilah hasilnya: ditekankan sebagai hidangan khas Ramadhan Indonesia (padahal perasaan bukan lagi puasa pun disantap kok), tapi dicemplungkan juga kacang hijau dan tapioka... Gubrag deh... Harusnya sih, nama kolak diganti jadi bubur kampiun saja sekalian! Yahahahaha. 
Makanya, aku gak dapat royalti... Yah, paling sekali-sekali ditraktir kolak gratis, soalnya harga di sana gak tanggung-tanggung, 680 yen! Sekitar Lima puluh ribu Rupiah lebih!!!! Untuk secawan kecil kolak gitu loh!!! 
Coba aku yang jual, mungkin bisa kaya... Yahahahaha. Tapi bahan mentahnya juga mahal sih. Pisang sesisir saja 300 yen.
温かいデザートはいかがですか?イスラム教のラマダン明け(断食明け)にインドネシアで食べられているぜんざいです。バナナ、かぼちゃ、さつま芋、タピオカ、緑豆などをココナツミルクで煮込んでいます。PEACEのお勧めデザート。
An Indonesian sweet enjoyed by Muslims at the end of Ramadan. Banana, pumpkin, sweet potato, tapioca, and green peas simmered in coconut milk. Café Peace's recommended hot dessert!
Vegetarian sebenarnya sudah berakar sejak lama di Jepang, berpedoman pada ajaran Buddha, bahkan Kyoto sebagai pusat pertapaan, terkenal dengan acar-acaran dari sayur-mayur khasnya Kyoyasai, dan toufu yang terkenal. 
Hidangan daging seperti Sukiyaki dan shabu-shabu yang kita nikmati di restoran-restoran Jepang justru termasuk baru, disantap sejak keterbukaan terhadap Eropa di zaman Meiji. 

Berdiri di sudut manis di bangunan lantai tiga, Cafe ini tepat di atas restoran Yakiniku dan Gyudon. Katanya, sengaja, untuk memberi alternatif baru dan menarik pemakan daging agar pindah haluan menjadi vegetarian... 
Ditata dengan apik, berhias lampu nanas anyaman rotan, dan foto-foto para selebritas vegetarian. Menyediakan berbagai buku bacaan yang dapat kita baca sambil menunggu hidangan, seputar humor, kebudayaan, perjalanan keliling dunia, dan hak asasi hewan
Menu, seputar vegetarian dan vegan, rata-rata dari bahan sayur-buah organik dan daging sintetis kacang kedelai. Tapi sebaiknya meminta khusus lagi untuk tidak memasukkan bumbu mirin dan sake
Ada makanan khas Asia Tenggara seperti Vietnam, ada kari India/Thai, yang terasa lucu adalah sebuah menu Jepang: Avocado Sashimi, irisan alpukat pengganti ikan mentah, dicelup shouyu dan wasabi
Bukan hanya untuk makan-makan, tapi di sini juga dijual segala macam sabun yang murni 100% bahan nabati, dan banyak kegiatan yang diselenggarakan di sana, pemutaran film anti perang lah, perencanaan demonstrasi lah; pertengahan September kemarin mereka menjadi panitia festival vegetarian segala, sebuah gerakan akar rumput dengan semboyan bahwa vegetarian adalah pintu perdamaian... 

Mengutip kekesalan Kirsten Dunst terhadap kaum vegetarian:
"I understand if you really don't want to hurt the animal or if it really grosses you out. But then there are some who just like the fact that they're controlling something in their life."
Hmmm. Bagaimana menurut kalian?

Rabu, 13 Oktober 2004

Sports Konjou!

Undokai, kegiatan yang mirip-mirip pesta rakyat tanggal 17 Agustus di Indonesia. Asal-usul sebenarnya, adalah pelatihan olahraga yang diselenggarakan di sekolah marinir sejak tahun 7 Meiji (1874), namun beberapa dekade kemudian diadopsi oleh organisasi-organisasi kedaerahan sebagai festival, yang kini menjadi ajang kekeluargaan di sekolah, hari di mana orang tua mendukung pertumbuhan anaknya yang bertanding dengan rekan sebaya.
Undokai paling banyak diselenggarakan pada libur nasional yaitu Taiiku no Hi.
Tanggal ini ditetapkan dari upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 1966 tanggal 10 Oktober (kini digeser-geser setiap tahun demi mepermudah penyusunan rencana liburan), yang dipilih karena merupakan hari dengan nilai statistik probabilitas cerah tertinggi dalam catatan cuaca di seluruh Jepang.

Dalam undokai semacam ini, dilihat dari umumnya regu yang dipertandingkan hanya terbagi dua, Merah dan Putih (Akagumi dan Shirogumi), sebenarnya tidak terlalu dipentingkan menang dan kalah, tujuan utama hanya kemeriahan suasana. Tapi ternyata tak berarti melunturkan semangat bersaing dalam masyarakat Jepang, memperhatikan banyaknya manga dan film bertema sports konjou alias supokon.

Manga terkenal yang telah dianimasikan, di antaranya:
  • Ashita no Jou, cerita tinju profesional mengharukan, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Boy Action II, merupakan juga sebuah kritik sosial terhadap kondisi anak-anak terlantar di daerah kota besar. Moeta... Moetsukita... Masshiro na hai ni...
  • Komik-komik karya Adachi Mitsuru, mengenai berbagai kisah cinta remaja yang terlarut dalam kegiatan ekstrakurikuler olahraga serius: baseball (Touch, H2), renang (Rough), dan yang kini sedang terbit mengenai tinju (KATSU!).
  • Ace wo Nerae, komik tahun 1970an mengenai persaingan tenis SMA, dibuat lagi dramanya awal tahun 2004 ini dengan pemeran Ueto Aya.
  • Kapten Tsubasa
  • Slam Dunk, basket basket basket... Musim panas kemarin ini penjualan tankoubonnya telah mencapai angka seratus juta, para penggemar bisa merayakannya di situs ini.

Film layar lebar yang patut direkomendasikan:

  
 

Jumat, 01 Oktober 2004

Mandheling in Manhattan

10-01, Hari Kesaktian Pancasila Kopi Internasional.

sehitam setan, sepanas neraka,
semurni malaikat, semanis cinta...


MENU SEDUHAN HARI INI: KOPI silang ganda
#1. Mandheling
#2. Eureka!
#3. Sejarah berdarah
#4. QAHWAH vs Drink of the Devil
#5. WARKOP, wahana intelektual
#6. Fenomena Luak
#7. Musium "Koohii"
#8. SBX vs shapeshifter
#9. cinTapuccino in Cirebon
#0. Manhattan Love Story

Selamat mencicipi...

Mandheling


1945. Sebagai acara perpisahan, beberapa Tentara Jepang (TJ) mampir di kedai kopi pak Regar (PR).
TJ: Umai! (Enak) Kore doko kara? Dari, mana?
PR: (menyangka pak tentara menyebut Omae = kamu)
PR: Sahaja? Dari Mandailing, Tuan...
TJ: E? Nani? Mandeeringgu?
PR: Ya tuan. Mandailing tuan.
TJ: Ah, sou... (sambil manggut-manggut).

Sepuluh tahun kemudian, telepon luar negeri untuk Pwani, seorang makelar beken di tanah Sumatra, berdering di meja operator. Terjadilah transaksi mengapalkan 15 ton Kopi Arabika bermutu tinggi dari Sumatra ke Jepang, sebagai tonggak keberhasilan ekspor besar-besaran pertama, dengan label yang menginternasional sejak saat itu: Mandheling (yang sebenarnya bukan nama tempat, melainkan semata-mata plesetan nama kelompok etnik yang kebetulan paling terlibat dalam produksi kopi, Mandailing, yang saya masih penasaran apa hubungannya dengan Mandarin dan alat musik Mandolin).
Di Indonesia malah paling juga tahunya kopi Medan...
BTW: Ini hanya gosip dari Sumatra. Pada kenyataannya, jauh sebelum perang dunia II, dalam katalog grosir kodian Sears tahun 1903 tercatat "Java Mandailing" for sale. Saat itu, sudah umum untuk memanggil semua kopi Indonesia dengan Java-ini dan-anu (bukan berarti berasal dari Jawa).
... Terkenang sekaleng Mandheling,
mendukungku bergadang di lab saat-saat genting...
Sebagai makhluk yang
tak mampu membedakan Nescafe dengan Kapal Api,
ibarat menghadiahi mutiara kepada seekor sapi
(^-^; Belum paham apa enaknya...
Pahit gila! Tapi manjur lah...


Menu Kopi



Eureka!


Tidak ada fakta yang kuat mengenai penemuan biji kopi. Namun terdapat bukti-bukti sejarah pemanfaatan kopi sejak delapan abad sebelum Masehi.
Suku Galla dari Habsyi (Ethiopia) sebenarnya bukan meminum, melainkan memakan kopi di dalam lemak hewan sebagai satu-satunya sumber gizi selama dalam kafilah.
Legenda yang beredar antara lain mengenai seorang seorang perenung yang pandai, Kaldi dari Ethiopia sekitar abad ke-6.
(Metoda ilmiah 1: menemukan masalah)
Kaldi: Hmm. Mengapa domba-dombaku kelihatan sakaw beginih?
(Metoda ilmiah 2: merumuskan masalah)
Domba: Mbehehehehekkk mbheheheehk
(Metoda ilmiah 3: mengumpulkan teori)
Kaldi: Karena cuaca? Tergelitik rumput? Kan belum musim kawin?
(Metoda ilmiah 4: mengajukan hipotesis)
Kaldi: Aku mata-matai ah. Inilah kerjaan gembala.
(Mengendap-endap)
(Metoda ilmiah 5: mengumpulkan data lapangan)
Kaldi: Perdu hijau berkilau, semak apa tuh yang mereka mamah biak?
(Metoda ilmiah 6: melakukan penelitian)
Kaldi: Ada buahnya euy, merah kecil-kecil... Coba juga ah.
Glek-glek... Gllppp... Whoaaa!
(Metoda ilmiah 7: membuat kesimpulan)
Domba: Mbebeheekehek mbhekeheheek
Kaldi: Mmmbeheheeeek mmmbheeeeeek
(Langsung menari-nari di tempat)

Menu Kopi




Sejarah berdarah


Al Mukkah (Moccha) di laut merah, menjadi satu-satunya pelabuhan ekspor kopi dunia selama seribu tahun.
Penyebaran kopi dimulai secara ilegal, karena mengangkut tumbuhan kopi ke luar Negara Muslim dilarang oleh pemerintahan Islam saat itu.
Orang Belanda mencuri bayi pohon Kopi dari pelabuhan Moccha ke Sumatra dengan cara menempelkannya ke perut mereka, dan memulai babak Tanam Paksa Kopi di bawah dominasi kolonial...
Perang sipil banyak meletus di Amerika Tengah akibat kebijakan kopi yang mematikan sumber ekonomi rakyat.
Awal tahun ini pemerintah melakukan pembabatan kebun kopi rakyat di Manggarai karena berada di areal hutan lindung "milik Negara".
Dapatkah kau hirup wangi kepulan uap dari secangkir kopi,
dan meneguk pelan-pelan dengan penuh kepuasan,
tanpa mengendus dan mengecap amis darah tertumpah...??


Menu Kopi




QAHWAH vs Drink of the Devil


Setiap arisan ke apartemen Sarah, kami wajib menenggak minuman satu ini. Apalagi di saat dingin salju menusuk tulang, qahwah adalah obat yang tepat.
Minuman ini lebih menyerupai Bandrek, karena ke dalam seduhan kopi ditambahkan cengkeh, kayu manis, kapulaga dan bunga lawang.
Minuman pertama yang dibuat dari kopi adalah Wine, dari ceri kopi, madu dan air. Demi mengadaptasi kopi ke dalam syariat Islam yang melarang konsumsi alkohol, orang-orang Turki meramunya sebagai qahwah yang kita minum sekarang.
Dalam perkembangannya, sempat terjadi pengharaman kopi oleh pemerintah Makkah, yang kembali dihapuskan dengan pertimbangan kopi berkhasiat sebagai obat sesuai catatan Ar-Razi dan Ibnu Sina, dan dihidangkan di masjid-masjid untuk menambah kekhusukan ibadah.
Ketika kopi didagangkan dari Mocha ke Negara-negara Eropa, para penggemar Teh dan anti Islam memboikotnya dan meminta Paus melarang penyebarannya sebagai "minuman setan". Namun Paus, yang terlanjur menikmatinya dari kiriman pendeta-pendeta Habsyi (Ethiopia), pada tahun 1605 justru membaptisnya sebagai minuman Kristiani, dan berkata "kopi itu lezat sekali, alangkah sayang membiarkan kaum kafir menikmatinya sendiri!".

Menu Kopi



WARKOP, wahana intelektual


Tempat tinggal sesempit liang kelinci, membuat orang Jepang rata-rata memilih bertemu di luar rumah, ketimbang bertamu minum teh seperti adat istiadat lama Cha-no-yu yang merepotkan. Bagi kelompok yang tidak menikmati minuman beralkohol, kopi adalah pilihan yang punya tempat khusus di hati dan lidah.
Banyak sekali kafe di Kyoto, rata-rata hanya memuat sepuluh orang sekaligus, ditata dengan interior unik, antik menarik. Kebanyakan mengambil gaya saloon Perancis, bahkan ada satu di belokan dekat PAM berjudul "Le Petit Prince" sambil memasang ilustrasi buku karya de Saint Exupery itu di sana-sini.
Tengah malam terdampar di kota, kita bisa beristirahat murah meriah di warkop 24 jam, hanya dengan segelas kopi dan sepotong biscuit seharga 500 yen bisa numpang duduk dan sesekali terlelap di antara kepulan asap rokok dan majalah-majalah lama.
Di sudut sebuah Karafuneya pastilah ditemukan satu dua orang yang membuka buku-buku tebal mengerjakan PRnya sambil menyeruput segelas espresso dan menyuap sebongkah black forest.
Warung kopi sejak pertama kali muncul di Turki, telah berperan sebagai pusat pertukaran intelektual sampai sekarang. Dimanfaatkan sebagai pijakan untuk meninggikan karyacipta dan wacana, dengan kesempatan bergaul, mengobrol, bermain dan mengapresiasi seni.

Menu Kopi



Fenomena luak


Ayahanda (alm) yang mengaku besar di perkebunan kopi, sering cerita mengenai kopi paling enak yang diramu dari biji-biji sisa pencernaan hewan unik bernama luak. Katanya, luak hanya memakan buah kopi yang telah matang, dan menyisakan biji kopi dengan kulit ari, yang dipungut dalam keadaan seperti ini justru yang paling enak. Sayangnya karena sehari-hari beliau tidak menenggak kopi, saya meragukan seleranya... (^^;
Penelitian mutakhir membuktikan bahwa telah terjadi proses semacam fermentasi, pemecahan protein di dalam kopi tersebut oleh kelenjar-kelenjar luak, sehingga menurunkan kadar kepahitan.
Tapi harap hati-hati, ada kecurigaan tertular SARS, dan sementara pertimbangan luak adalah sejenis kucing, maka aroma yang ditimbulkannya dianggap tidak kosher, walaupun belum saya temukan fatwa ketidakhalalannya.
Bagi yang ingin mencoba gratisan online, ada nih sebuah alternatif menarik bagi kopi luak... Silakan silakan (^-^;


Menu Kopi




Koohii


Di Jepang gak ada yang namanya kopi ataupun coffee. Ada juga, koohii dalam katakana. Itulah sebabnya ketika si Doumyouji (tokoh dalam Hanayori Dango, dikenal di seputar Asia dengan nama Tao Ming Tse) ke New York, kebingungan gak bisa memesan koohii.
Secara umum posisi kopi belum sedemikian berakarnya seperti cha dalam budaya Jepang.
Namun orang Jepang punya bagiannya sendiri dalam sejarah perkopian.
Penemu kopi instant adalah seorang peneliti Jepang di Chicago, Satori Kato.
Ueshima Coffee Company (UCC), sebuah perusahaan pelopor pengalengan kopi siap minum yang kini dijual umum di vending machine, punya museum Kopi di Kobe dan sejak sekitar sepuluh tahun terakhir memiliki kebun kopi sendiri di Lintong Mandailing. Kini mereka berusaha mengatasi problem lingkungan terutama kaleng-kaleng bekas yang menyampah.
Sejujurnya, saya sangat menikmati beberapa iklan kopi kalengan di Jepang, antara lain Fire versi Kimutaku berkucing putih (ada yang punya gambar atau rekamannya? Mauuuu), BOSS a la Hamasaki Ayumi berkumis ria, dan yang "moshi sekai juu ga minna teki ni nattemo..." Walaupun tak sampai tergerak untuk mengonsumsi...


Menu Kopi




SBX vs Shapeshifter


Di suatu arisan di tempat Sarah, Mahdjouba teman dari Algeria menjerit, "Boikot SBX!"
Semua berpandangan tak rela. Bahkan Sarah pun sebenarnya penggemar Starbucks, jaringan internasional yang buka kafe di setiap kelokan jalan Sanjo-Shijo dengan wanginya yang menggoda dan suasana yang nyaman untuk membaca novel. Karena desainnya yang nyaman? Pelayanannya yang ramah? Mungkin perasaan global metropolis lah yang membuat SBX punya tempat tersendiri di hati para yuppies bergajulan ini. Kita seakan-akan berada di Utopia States for All. Dan kesempatan satu-satunya melakukan "free will" dengan harga "memadai":
Saya mau yang Tall! Short! Decaf! No Sugar!

Kalau berminat membaca, ada komik online yang menyindir SBX dan mempertarungkannya dengan shamanism: SHAPE SHIFTER
Sebagai yang tak punya kebutuhan harian akan kopi, aku sih oke-oke saja. Tapi selanjutnya Mahdjouba menjerit lagi, "Boikot Disney!" Wah. Belum sanggup deh. Gimana donggggg...

Menu Kopi




cinTapuccino in Cirebon


Kebetulan hari Minggu lalu aku menemani nCha ke Cirebon, kali ini dalam rangka berkeliling promosi chicklitnya yang pernah aku ceritakan dulu itu, ke Grage Mall dan radio-radio di sekitarnya(maklum dasar penyiar), sambil bagi-bagi edisi lepas gratis. (Hebat juga, berapa yah alokasi biaya untuk promosi... Sehari saja mestinya habis sejuta dua juta...)
Analoginya dengan kopi, yang digunakan untuk mendulang untung ini, keren juga:
Obsesi kronis sekental saripati espresso yang dipermanis oleh bumbu kenangan serupa krim coklat; secangkir cinta dalam seduhan cappuccino...

Sambutan dari para pegawai Gramedia Cirebon ternyata cukup meriah: Mereka brsemangat promosi dengan kostum festival, lalu menampilkan dance dan kabaret, yang cukup merusak kenangan masa SMA yang kubayangkan selama ini... yahaha...

Menu Kopi




Manhattan Love Story


Drama musim gugur tahun lalu. Sebuah kafe mungil di belakang stasiun televisi Chuo, ramai dikunjungi pelanggan menyebalkan dengan berbagai latar belakang, sebut dalam inisial A, B, C, D, E, F, G.
Sang pemilik kafe yang pendiam dan setia pada kemurnian kopi yang dihidangkannya, tergerak untuk diam-diam secara rahasia turun tangan dalam menyelesaikan masalah cinta segi delapan masing-masing pelanggan dengan filosofi kopinya.
Suatu saat panah di peta cinta berbalik arah...
Sang master yang selama ini di belakang layar, ternyata menghadapi kenyataan bahwa ia suatu saat juga harus maju sebagai pemeran utama ke panggung.
Selain itu, demi menyesuaikan selera pelanggan, perlahan-lahan kafe yang konvensional itu berubah menjadi tempat yang meriah, ada kopi instan, eskrim, nasi kare, napolitan, komik slam dunk, bahkan karaoke...
Sampai tiba-tiba stasiun televisi harus pindah dan sang master bisa terbebas dari para pelanggan yang seenaknya itu...
Alur yang penuh kejutan sampai detik-detik terakhir.
Drama ini memenangkan berbagai penghargaan antara lain drama terbaik, pemeran pembantu wanita (Kyon-kyon!), naskah, casting, sutradara, musik, OST (manhattan e itta koto ha nai kedo).
Serif-serif yang tak terlupakan:  

アンタはブレンドし過ぎだ!ブレンド依存症だ。アンタはまだ、コロンビアの味もマンデリンの味も知らない。一方の魅力を知る為には、もう一方を捨てる勇気が必要なんだ!

私の人生と経験と魂をこめて言わせてもらう。

鉄は、熱い内に、飲め!…もとい、打て。


Menu Kopi