Jumat, 31 Desember 2004

Kotoshi no Kanji

災Sebuah ritual akhir tahun yang diselenggarakan sejak 1995 di Kyomizudera, Kyoto, disponsori oleh Asosiasi Penilaian Kemampuan Kanji (lembaga yang menaungi JAST).
Tanggal 12 bulan 12, yang angkanya bisa juga dibaca 「いい字一字」, artinya "sebuah huruf yang baik", ditetapkan sebagai Hari Kanji, demi merangsang minat masyarakat mempelajari lebih dalam makna filosofis yang terkandung di setiap huruf.
Hari itu diumumkan hasil terbanyak dari angket yang diikuti puluhan ribu rakyat Jepang mengenai huruf tahun ini pilihan masing-masing, yang menurut mereka paling tepat menggambarkan peristiwa selama satu tahun, untuk kemudian dipajang sampai tahun baru.

Masih dua minggu sebelum bencana nasional Indonesia, pak Pendeta sudah melukiskan dengan kanji "Wazawai", bencana, betapa tahun 2004 telah dinilai orang Jepang sebagai tahun bencana di negara mereka juga: dengan adanya gempa Niigata; taifuu bertiup berturut-turut, terutama nomer 23 yang paling merusak; dan rekor suhu tertinggi yang dicapai di musim panas, melebihi suhu badan...

Namun memang dalam sejarahnya, ritual ini nyaris belum pernah menampilkan huruf yang benar-benar bermakna bagus sesuai niat awalnya.

Dimulai sejak 1995, huruf yang muncul pertama kali juga tak jauh berbeda: 「震」=goncangan. Memang saat itu Jepang digoncang berbagai macam peristiwa: gempa besar Hanshin-Awaji (yang saya ceritakan kemarin), teror Aum Shinri-Kyo, dan masalah perbankan.

Pada 1996, 「食」=makan, menggambarkan masalah-masalah keracunan bakteri O-157, berjangkitnya penyakit sapi gila, dan tindak korupsi yang memakan pajak dan tunjangan kesejahteraan.

Huruf tahun 1997 「倒」=tumbang, berusaha agak lebih netral karena selain menggambarkan kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat tekanan ekonomi yang dipengaruhi krisis di Indonesia, tapi juga mewakili keberhasilan tim sepak bola Jepang menumbangkan saingan-saingan besar untuk memastikan penampilan pertama mereka di Piala Dunia.

Tahun 1998 kembali muram dengan 「毒」=racun, insiden kare beracun di Wakayama, polusi lingkungan berupa dioxin dan hormon...

Sebagai penutup abad, pada 1999 terpilih 「末」=akhir: musibah-musibah tak terduga yang terjadi pun, memberi kesan "dunia pun segera berakhir"...

Mungkin untuk menghibur, huruf 2000 beralih ke 「金」=emas:

  • medali-medali yang dipersembahkan atlit Jepang dari Olimpiade musim panas dan Paralympic Sydney;
  • KTT antara Kim Dae Jung dengan Kim Jong Il;
  • wafatnya Kin-san, salah satu dari nenek kembar yang berusia di atas 100 tahun, idola seluruh rakyat Jepang;
  • terbitnya mata uang lembaran 2000 yen;
  • terbitnya receh 500 yen baru demi mencegah uang palsu dari Won Korea.

Tahun 2001 menjadi 「戦」=perang: dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan meletusnya teror 9/11 yang membuat seluruh rakyat Jepang waspada akan dilibatkan karena kedekatan pemerintah mereka dengan Amerika; dalam hal ekonomi, melawan tindak PHK semena-mena; politik, ketegangan di kabinet; yang membanggakan mungkin hanya kepahlawanan pemain baseball Ichiro menjadi bintang Major League.

Seakan menebus harapan tahun sebelumnya,「帰」=kembali, menjadi pilihan tahun 2002. Pulihnya perekonomian Jepang ke standar sebelum era bubble; curahan doa seluruh rakyat Jepang agar Tama-chan, si anak anjing laut kutub Utara yang tersasar ke sungai Tamagawa, agar bisa kembali ke laut lepas; pengembalian sandera dari Korea Utara; mengenang kembali sifat asli orang Jepang yang rendah hati dan tekun, dengan dimenangkannya Nobel oleh Tanaka Koichi.

Tahun 2003, kanji yang menang adalah 「虎」=harimau, merayakan kemenangan kelompok baseball Hanshin Tigers di central league yang telah tertunda belasan tahun, menanamkan di hati perasaan: kalau usaha, pasti bisa!; raungan para politisi mengenai pembaharuan jepang: dikirimkannya pasukan pertahanan Jepang ke "lubang harimau" Iraq.

Tahun ini, pilihan huruf 「災」 mendapatkan suara dengan jumlah yang lumayan jauh mengalahkan 「韓」 "kan", huruf untuk Korea Selatan, yang berbagai budaya popnya booming di Jepang, ditandai dengan bekennya 冬ソナ alias Winter Sonata, yang menghibur masyarakat terutama para nenek-nenek di tengah kekacauan sehari-hari.

Dapatkah tahun 2005 memunculkan kanji yang jauh lebih indah?
「美」「楽」 dan semacamnya lah...

Kamis, 30 Desember 2004

Bokin Bouzu

Sebenarnya mau cerita tentang tahun baruan, tapi suasananya belum pas. Jadi mengirim jepretan ini saja dulu.
Pak pendeta di gerbang "kuil Timur" Kyoto (Touji) yang dengan khusuk mengumpulkan bokin untuk gempa di Iran, Februari 2004.
Posted by Hello
Kini, tulisan di kotak kenclengannya, tentu "untuk korban tsunami di Asia Tenggara".
Mahasiswa Indonesia di Jepang pun kini sedang tak mau kalah berjuang untuk menggalang dana di sela-sela perayaan tahun baru.

Di masa krisis ekonomi, saya pernah membantu rekan Aceh di LFM berdagang peci dan dompet bersulam di keramaian matsuri-matsuri Jepang, keuntungan bersih sekali gelar dapat sekian ribu yen. Tapi itu bukan kegiatan amal, melainkan bisnis halal cinderamata yang laris manis karena memang komoditasnya bagus, tanpa perlu menjual derita. Dan berhenti ketika pasokan habis.
Kegiatan tahunan penggalangan dana selama ini, MI atau Lovin, melibatkan orang-orang luar Aceh juga, sehingga terasa tak adil kalau hasilnya difokuskan ke Aceh. Toh orang sengsara di Indonesia tersebar bukan hanya di Aceh saja, sementara orang "Aceh murtad" yang bermewah-mewah di ibukota juga berjumlah tak sedikit. Apa makna nasionalisme yang dielu-elukan, ketika secara perorangan malah tidak membela kepentingan kelompok di sekelilingnya?
Namun, adalah fakta bahwa Aceh sudah lama sengsara.
Maka sudah sejak beberapa tahun yang lalu sering tercetus rencana mengamen di panggung sebagai penggalangan dana secara keorganisasian, yang sejak awal diniatkan khusus untuk daerah tersebut. Namun karena salah paham, kebanggaan yang terluka, kekurangan waktu dan tenaga, serta kelumpuhan organisasi, rencana ini kembali padam tidak terwujud.
Namun apalah arti dana yang tersedia bila penyebarannya tidak terstruktur, sekedar dilepaskan ke yayasan-yayasan yang tidak dipahami cara kerjanya. Ini bukan curiga, tetapi demi berjaga-jaga. Kemudian saya membayangkan, seandainya masing-masing anggota bertanggung jawab secara pribadi dan secara psikologis juga dalam penyaluran dana, misalnya menjadi orang tua asuh yang melayani keluhan setiap anak yang dibeasiswai dana organisasi kami.
Tapi itu tidak mudah.
Dan bagaimanapun juga, uang yang terkumpul sebenarnya hanya "buangan sisa" dari anggaran sponsor: organisasi persahabatan Jepang-Indonesia, yang kegiatannya makan-makan, pesiar dan hura-hura. Rancu. Tentu akan lain, kalau semua adalah hasil jerih payah kita secara langsung, merasakan setiap bulir keringat ketika memperolehnya.
Entahlah.
Yang jelas, bukan hanya uang yang diperlukan, tetapi juga ilmu demi melakukan perbaikan jangka panjang yang lebih nyata. Rekan-rekan yang sedang turun ke jalan, jangan lupa tetap belajar...

Selasa, 28 Desember 2004

Tsunami



Istilah *tsunami* yang telah dipakai mendunia itu, khas Jepang sekali, yah...
Arti harfiahnya, hempasan ombak di dermaga.
Di Kyoto Univ, kampus Uji, ada pusat riset khusus yang menangani bencana alam,
Disaster Prevention Research Institute

Banyak rekan-rekan Indonesia yang belajar di tempat tersebut setiap tahun.
Bahkan aku tahu peristiwa ini dari sensei-sensei yang menghubungi murid-murid tercintanya...

***
Simulasi Tsunami dari ITB

***

Heran juga melihat laporan-laporan di berbagai situs, bahwa masyarakat se-Asia masih tak sadar akan bahaya hempasan ombak ini, malah dipakai main-main...

津波とは、
海底地震や海底火山の爆発などの際、
地殻変動によって生じる周期の長い海水の波動。
波が急に高くなり、港や陸地に災害をもたらす。

津波の語源・由来
津波の「津」には、船着き場、船の泊まるところ、港などの意味があり、港を襲う波で「津波」となった。
「万葉集」にも、
「海上(うなかみ)の その津をさして 君が漕ぎ行かば」

と、「津」の使用が見られる。

また、「津」が港を意味する由来は、出入り口の意味の
「と(門・戸)」
であるともいわれる。


Tsunami juga judul lagunya Southern All Stars yang jadi paling top sepanjang tahun 2000 dan setelahnya... (eits gak penting).
止めど流る、清か水よ。。。
想い出は、いつの日も、雨。。。


Semoga,
turunnya cobaan dari Tuhan, menyadarkan semua pihak akan fananya apa yang selama ini mereka perebutkan, agar segenap konflik di Aceh yang menyesakkan bisa tercuci bersih, dan seluruh rakyat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia bisa bahu membahu membuka lembaran hidup baru yang aman damai sejahtera...
Berilah makna agar air mata itu tidak sia-sia.

Senin, 27 Desember 2004

Gempa dan Luminarie

Berkunjung ke Kobe, layaklah mampir ke
人と防災未来センター
alias Institusi Pencegahan Bencana dan Pembaharuan Manusia yang didirikan sebagai peringatan musibah tersebut. Sesuai semboyan
子どもたちに伝えなければならないことを。
(Hal yang harus disampaikan kepada anak-anak)
museum ini menampilkan dokumen-dokumen, video dan diorama peristiwa gempa tersebut, juga berbagai sarana pendidikan mengenai bencana alam secara umum dengan sasaran utama anak-anak, agar generasi baru bisa waspada terhadap kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
***


La Citta della Luce


Sebagai tanda semangat perbaikan kembali kota yang runtuh, dan usaha memulihkan pariwisata Kobe, sejak akhir 1995 setiap tahun kota ini menyelenggarakan Festival Cahaya, sekitar sebulan sebelum peringatan peristiwa gempa tersebut. Penciptanya adalah seniman Italia, Valerio Festi, bekerja sama dengan produser Jepang Imaoka Hirokazu. Untuk tahun ini, yang kesembilan kali, diadakan tanggal 13 sampai 26 Desember. Tentunya di hari terakhir, orang Indonesia yang mampir ke sana akan mengenang gempa Aceh...
Luminarie (official website)

Saat ini, kegiatan serupa (ikut-ikutan?) sejak tahun 1999, karya seniman yang sama juga, masih diselenggarakan di Tokyo sejak malam natal 24 Des kemarin sampai Tahun Baru 1 Jan 2005.
Millenario (official website)

Perayaan semacam ini juga pernah diselenggarakan di beberapa kota lain di Jepang, antara lain :
- Fukuoka, peringatan milenium 26 Des 2000 - 1 Jan 2001 bernama:
Illuminata (official website)

- International Tourism Expo di Wakayama, November 1995 (sayangnya saat itu internet belum ngetrend).

Seperti bisa dilihat di situs-situs tersebut, setiap tahun dan di setiap tempat desainnya berbeda sedikit, namun konsepnya kurang lebih sama. Adaptasi dari kebudayaan Italia zaman Baroque dalam menyambut natal dan memanjatkan doa secara meriah.

Turun dari stasiun, kita akan antre bersama ratusan ribu manusia lainnya dari bayi sampai kakek-nenek, ke Galeria, yaitu lorong sempit satu arah sepanjang ratusan meter yang dihias gerbang-gerbang dari 150000an bola lampu warna-warni tersusun sebagai ukiran ornamental, Paratura, yang berjajar rapi menciptakan efek tiga dimensi. Dengan musik latar semacam lagu-lagu orgel yang mencekam, lampu-lampu ini dinyalakan menjelang mentari terbenam sampai sekitar jam 10 malam. Keluar dari lorong, kita tiba di pelataran lebar yang dikelilingi oleh dinding lampu juga, Barriera (?) Dan beberapa langkah dari sana sudah ada keramaian kaki lima dan teater terbuka menampilkan musik/lawak, dihiasi aneka ragam ornamen lampu juga, Squadro atau apalah.

Bukti dari antusiasme warga Jepang terhadap acara ini adalah, antrean panjang tak terkira beu... Saat saya mampir pertama kali tahun 1999, di setiap persimpangan terjadi tabrakan kaki manusia... Setiap tahun pelayanannya membaik, antara lain penambahan jumlah "gembala" yaitu para polisi jalanan supaya gak ada yang berani menyela antrean, pemblokiran kelokan agar jalan masuk benar-benar hanya satu, sehingga jalur antre semakin teratur dan kemacetan semakin terhindar, tapi tetap saja berdesak-desakan memperlambat gerak. Sebenarnya festival ini tidak terlalu menarik bagi saya pribadi, apalagi mempertimbangkan lelah yang harus dibayar, tapi yeah, entah kenapa, tetap saja hampir setiap tahun mampir lagi ke situ...

Bagi yang belum pernah sih, mungkin perlu juga mencoba untuk pengalaman, Pesona Artifisial dan ekstase keramaian. Mumpung yang di Tokyo masih berlangsung. Apalagi tahun ini, adalah pertama kalinya bola lampu produksi dalam negeri Jepang digunakan, sebagai promosi "tahun persahabatan Jepang dengan Uni-Eropa 2005"...

Gempa dahsyat Hanshin Awaji Daishinsai, 17 Januari 1995 adalah obat pahit yang mendorong Jepang untuk segera mempersiapkan usaha-usaha pencegahan, penanggulangan dan peningkatan ketahanan di sana-sini.
# Museum Gempa
# Festival Cahaya


Disaster Reduction and Human Renovation Institution


***

Seandainya Banda Aceh akan meniru tindakan yang dilakukan Kobe, siapa tahu tahun depan, atau secepatnya begitu listrik kembali menyala di sana, kita akan memandang masjid Baiturrahman dalam gemilang kerlap-kerlip lampu warna-warni a la Baroque...
Hmmm entahlah.
(Teringat Sari yang baru berbulan madu, baik-baik saja kah...?)

Sabtu, 25 Desember 2004

FAQ Topeng Kaca

Setelah dinanti oleh para penggemar setianya dari sejak remaja sampai keburu jadi nenek-nenek beruban, Topeng Kaca 42 versi asli Jepang (yang entah akan diterjemahkan di Indonesia sebagai Bidadari Merah 9 atau sesuai dengan subjudul bahasa Jepangnya, Kedua Akoya 1), akhirnya terbit...

Dan inilah penjelasan yang paling pantas menjawab rasa penasaran yang sudah sering ditanyakan teman-teman sampai bosan mendengarnya: "Mengapa sampai sedemikian lama?" ...
Miuchi Suzue mengalami krisis ketuhanan.


Miuchi Suzue, seorang veteran Mangaka, sudah cukup dikenal dengan cerpen-cerpennya sebelum kemudian di tahun 1975 meluncurkan saga panjang Garasu no Kamen, kisah perjuangan para pemain drama menapak jalan menuju panggung pementasan dibalut ketegangan antara persaingan bisnis dan ketulusan cinta.

Kelanjutan cerita terkatung-katung pada penggambaran konflik asmara antara Bidadari Merah (semacam perwujudan Kwan-Im /Kannon) dan Isshin sang pemahat (teladan manusia sejati sesuai ajaran Buddha). Singkatnya, lakon ini mengangkat sinkretisme dua ajaran yang sangat berpengaruh dalam keagamaan Jepang, Buddha dan Shinto ke atas panggung.

Dan masing-masing berusaha berperan sebagai... [Tuhan]...
dalam segenap perwujudannya...
[alam semesta raya]... dan [berhala]...

Sang Pengarang sendiri, mungkin dalam penelitiannya baik di lapangan maupun terhadap bahan-bahan kepustakaan menemukan beberapa pemahaman terhadap agama di negaranya sendiri yang tak dapat diungkapkan melalui lakon-lakon di Topeng Kaca, dan berusaha menyalurkan konsep-konsep tersebut melalui media lain, sehingga terbitlah komik Sci-Fi, Amaterasu (Dewi Matahari), dengan sangaaaat hati-hati mengingat sensitivitas tema religius (buktinya dalam rentang waktu 20 tahun, hanya terbit 4 jilid dan sejilid bangaihen).

Selain itu, demi memuluskan jalan cerita dan logika yang ingin ia sampaikan, lanjutan Topeng Kaca sejak bab 10, Fuyu no Seiza (episode "Gugus Bintang Musim Dingin", kalau di Indonesia terbit dalam beberapa judul terakhir "Sejuta Pelangi") beliau memutuskan untuk menggambar ulang draft komiknya yang sudah pernah dipaksakan terbit mingguan di majalah shojo-manga "Hana-to-yume" era 90-an.
Dilakukanlah koreksi gambar dan dialog sedikit demi sedikit sampai pada satu titik berubah total juwauuuuuuuuuuh terutama di nomer 41 kemarin, ada adegan a la Tanabata segala.

Mungkin yang selanjutnya akan bertahan, hanya plot utama:
Maya sempat kehilangan raison d'etrenya karena perubahan sikap Murasaki no Bara no Hito alias Mawar Jingga (sebenarnya sih, Ungu); Ayumi akan berjuang melawan kebutaan; dan Hayami Masumi mengambil keputusan tak terduga demi kelangsungan pementasan...
Perbedaan-perbedaan tersebut bisa dibandingkan di
fansclub Garakame ini
(sayang kabarnya akan ditutup pertengahan tahun depan).

Walhasil, sang tankoubon hanya bisa mengejar waktu setahun sekali, dan tersendat lama karena beberapa kali dirombak oleh sang pengarang, akhirnya terbitlah nomer 40 tahun 1993 dan nomer 41 tahun 1999: rentang 5 tahun! Dalam selang waktu ini, para fans hanya terhibur oleh drama serial tv yomiuri 1997 yang dibintangi si imut Adachi Yumi, dengan didukung alunan OST karya B'z: Calling, dan beberapa jilid video animasi yang terbit menyambut milenium.

Dan entah karena media komik belum cukup memuaskan misi keagamaan beliau, apalagi prihatin dalam menghadapi berbagai bencana alam, Aum Shinri Kyo, dan segala bentuk krisis kepercayaan yang melanda Jepang, tersebutlah beliau pun mengelola organisasi

Kegiatannya: karyawisata ke situs religius bersejarah, terutama di daerah asal-usul pembentukan Jepang yang berkenaan dengan kultus Amaterasu: Yamato (seputar Isei-Nara Jepang Tenggara), dan tampil dalam berbagai ceramah dan diskusi, dengan tekad menggali dan menampilkan kembali mitos-mitos Jepang Kuno yang menjadi dasar kepercayaan Shinto, mengembalikannya ke dalam desah nafas sehari-hari para murid. Tak lupa beliau juga menciptakan sendiri lagu-lagu puja-puji yang dimainkan oleh seniman-seniman terpilih.

Kemunculan yang ditunggu-tunggu mungkin mengecewakan, karena berkutat di penampilan lakon tradisional Jepang, sehingga tidak dekat di hati kaum modern. Namun dalam jilid terbaru ini, Sakurakoji mengambil tindakan yang sangat bercirikan "remaja Jepang masa kini" dengan kamera telepon genggam (yang dikecam oleh para fanatik jetlag dengan jilid sebelumnya yang seakan berada di dunia gaib).

Setidaknya, perubahan dari rensai yang dulu pernah terbit di majalah, cukup signifikan meredam melodrama telenovela berlarut-larut...
Dan kembali kepada pemahaman ketuhanannya:
"Apakah kau percaya akan adanya dewa-dewi dan alam gaib?"
"Tidak..."
"Tentu saja, karena tak ada satu pun di antara kita, termasuk aku, yang pernah melihatnya. Tapi tugas kalian dalam pentas kali ini adalah, membuat penonton percaya! Tak perlu memaksakan diri untuk percaya, namun ciptakanlah oleh diri kalian sendiri. Itulah gunanya imajinasi. Dengan begitu, keberadaannya di atas panggung bisa punya realita."




Rabu, 22 Desember 2004

Lovin 2004

Jangan lewatkan Lovin tahun ini, 23 Desember 2004.

Lepas dari kesuksesannya menggalang dana sejumlah sekian yen sejak pertama kali diluncurkan tahun 1998 sampai saat ini, kegiatan Konser Amal Cinta Indonesia ini punya banyak PR berupa pertanyaan yang tidak terselesaikan:
  • Apakah kegiatan turun ke rimba persilatan ini bisa menyegarkan para penyelenggara yang kebanyakan suntuk belajar di lab, atau justru menambah ketegangan dan mengganggu keutuhan tapa brata?

  • Seandainya waktu yang dihabiskan para penyelenggara sampai bolos dari laboratorium demi mempersiapkan acara ini dihabiskan dengan kerja sambilan dan seluruh uangnya dikumpulkan, tak bisakah menyaingi jumlah hasil bersih dari sisa sponsor dan penjualan tiket?

  • Jangan-jangan ini dana habis hanya demi menyenangkan seniman-seniwati yang diundang, agar mereka bisa seenaknya melancong ke luar negeri dengan jaminan hidup layak?

  • Tidakkah dana sponsor yang hanya dikucurkan ketika ada kegiatan, antara lain dari KJRI, Nusantara Gas dan Garuda Indonesia, sebenarnya sejak semula merupakan uang rakyat Indonesia sendiri?

  • Selain perkenalan budaya untuk orang Jepang, bintang tamunya lebih banyak artis populer, dengan sasaran pembeli tiket para TKI, daripada uang gaji dihabiskan di tempat karaoke. Apakah pentas seperti ini semata hura-hura belaka, atau lebih parah lagi menjurus ke arah maksiat?


Asal-usulnya, tersebutlah sejak krismon 1997, para anggota PPI (perkumpulan pemulung indonesia) Kyoto dan sekitarnya berembug
angklung 2000untuk melakukan penggalangan dana demi mahasiswa-mahasiswi nun jauh di Indonesia yang terancam putus sekolah, merancang sebuah acara khusus besar-besaran menampilkan Indonesia secara profesional dan penuh sponsor...

Rencana ini disambut meriah oleh rekan tetangga Osaka dan Kobe.
angklung Lovin 2000Sejak saat itulah dirintis Lovin yang juga melibatkan berbagai pihak di luar PPI dan KJRI, termasuk sekelompok sukarelawan-sukarelawati Jepang, dan mengundang seniman Indonesia langsung dengan dukungan pihak Garuda.

Akhir 1998 terwujudlah rencana itu untuk pertama kali, mengundang Didik Nini Thowok dan Katon Bagaskara, dengan pentas di tiga tempat: Osaka, Okayama dan Kyoto.
Saya yang masih anak bawang pun dilibatkan semena-mena sebagai backing vocal (tepatnya: penari latar) Katon, bersama seorang teman menemani seorang arsitek lulusan PSM yang hobi karaoke.
Karena pentas ini adalah kegiatan bersama, dan dipecah menjadi tiga babak, apalagi penyelenggaranya amatiran: pelajar tambah TKI tambah borantia Jepang, yang hanya curi-curi waktu dari kesibukan sehari-hari, berbagai gesekan muncul dalam kerja panitia dari aneka latar belakang ini.

Kyoto sebagai salah satu poros pencetus, dan tempat penyelenggaraan pentas terakhir, ternyata tetap melaju dalam rutinitas kegiatan tahunan Malam Indonesia pada bulan depannya, karena sudah dijadwal dengan KICH. Walaupun berbeda tahun, tapi ini cukup menghasilkan persaingan ketat dalam penjualan tiket ke khalayak Jepang, dan beban pekerjaan bagi kalangan panitia sendiri.
  • Mau bayar untuk melihat profesional beken dari negeri asing, terpesona akan keeksotikannya, tapi bingung sendiri karena gak kenal?

  • Atau untuk mendukung amatiran, yang mungkin adalah teman sendiri, murid sendiri, atau anak kos sendiri, dan menertawakan mereka yang gugup di panggung bertingkah polah lucu-lucu?

tari aceh Lovin 2003Tapi apa pun pertimbangan, kegiatan ini terbukti bertahan terus sampai kini.
Usai Lovin II (2000) Kyoto malah lepas tangan, karena kekurangan orang untuk diutus ikut rapat koordinasi yang intensif, dan sifat narsis para anggota memilih tampil di atas panggung daripada bergerak di belakang layar, namun relawan Jepang bersama PPI Kobe - Osaka serta FM COCOLO bertahan berturut-turut mengundang artis dangdut.
NugieTahun kemarin, pasukan Kyoto masih nekad tampil membawakan tarian Aceh (bukan angklung, karena tersingkir oleh pasukan dharmawanita KJRI).
Setidaknya kesempatan bagus buat hip-hip hura dengan orang beken...

Selasa, 21 Desember 2004

Zeitaku-na Meiwaku

Zeitaku-na Meiwaku: Susah yang Mewah
Kunjungan kali ini dilingkupi suasana salju, pita dan pohon cemara.
Dan yap, tanda "jangan ganggu" itu telah turun.
Klik sana-sini, pintu terbuka, dan enam teka-teki dalam bungkusan kado menanti di bawah pohon.
Seperti biasa, satu persatu diselesaikan dengan mudah...
otter
Tiga di antaranya adalah kata-kata yang sudah sejak lama mengendap di benak para pembaca. Yang dua lagi, tentang trivia tokoh utama.
Sampai pertanyaan ke-enam, terakhir... Gedubrag breng pyang!!!!! Apa-apaan iniiiiiiiiyyyyy?
"What is Ronald Weasley's least favourite sandwich filling?"
Idih mana tauuuuuu...
Ternyata saya bukan HP freak, tentu masih lebih fasih DBZ atau OP, buktinya tidak ada sama sekali ingatanku mengenai hal ini...
Atau itu karena lebih cenderung menghayati trivia yang berkenaan dengan Snape daripada si Ronald?
Tapi akhirnya setelah beberapa kali coba-coba mencocokkan huruf, terjawab secara tebak tepat dah, banzai, banzai, banzai...
Bintang di puncak menyala, kartu ucapan selamat pun didapat.
Isinya? Membuat gemas menghitung hari sampai Juli 2005.
Benar-benar kegiatan gak penting kayak kurang kerjaan saja...

card

Senin, 13 Desember 2004

Mental Teror

anda memasuki kawasan animasi dan dunia mayaTersebutlah suatu saat kabid penerangan KJRI mengabarkan bahwa teater Mandiri akan melakukan pementasan di Kyoto Kougeidai, universitas seni rupa dan desain Kyoto, yang sebenarnya hanya lurusan jalan dengan saung bambu muda, terletak di ujung higashi kuramaguchi, walaupun tak pernah tersambangi karena kepentingan yang berselisih.
Walaupun hari sudah beranjak malam, aku menyempatkan diri mampir juga. Mumpung bertetangga. Saat itulah sang sosok hitam-hitam muncul menyapa. Setelah berbasa-basi menceritakan perihal diriku, beliau menimpali: "Oh, orang Bandung juga, mampirlah ke Supratman... Wah, kita sama dong. Saya sempat kuliah teknik penerbangan. Di bawah naungan mesin juga. Tapi lalu saya beralih menekuni musik. Tepatnya amplified sound. Memperbesar hal-hal yang penting untuk aksentuasi... "
Hmmm, setidaknya, aku lumayan suka gaya beliau yang hitam-hitam itu. Mungkin memang ada sedikit kesamaan selera...

Ternyata, ini adalah pentas kolaborasi dengan mahasiswa Kyoto Kougeidai, sebagai salah satu program belajar mereka.
"Perang adalah Perang, Damai adalah Damai... Keduanya adalah dua sisi mata uang yang takkan pernah berhubungan..." Gema suara Putu Wijaya di tengah gelombang layarnya.
"Bising sekali..." bisik ibu Ayip Rosjidi yang duduk di sebelahku. Kan memang untuk aksentuasi, renungku akan obrolan sebelumnya dengan Harry Rusli.
Lalu ada sedikit diskusi dengan para mahasiswa dan penonton yang terdiri dari berbagai bangsa. Di kesempatan tersebut, oom Harry membual bahwa sementara beliau belajar banyak dari Putu Wijaya, sebaliknya beliau juga menjadi guru pak Putu mengenai segala jenis penyakit dan obat-obatan. Ucapan yang menyebalkan, pikirku. Tentu ucapan itu telah dimuat di media massa, namun baru kali itu aku mendengarnya, itu pun dengan telinga sendiri.
Terakhir, di bulan puasa aku membaca berita koran tentang kegiatan berbuka makan gratis di rumah beliau, yang juga mengutip alasan beliau jadi penyakitan: Digebuki ketika demonstrasi sampai kehilangan kekebalan tubuh. Komentar adikku, ah di jalan Supratman itu kan kerjaan dia merokok dan mabuk-mabukan. Yah mungkin saja setelah menyadari kondisi tubuhnya, beliau nekad menikmati hidup...

Namun dari pengamatan keluarga yang cukup dekat, semua adalah bagian dari pemberontakan. Dari sekeluarga dokter, hanya beliau yang meneruskan jejak leluhur berkesenian dengan serius. Dan seakan menyindir kemapanan keluarga yang tetap tak dapat menyelamatkan seorang anggota mereka.
Mana aku tahu bahwa hanya beberapa minggu dari berita yang kubaca itu, beliau tiada. Padahal, jalan Supratman sama sekali belum aku kunjungi, walaupun sudah berniat mencuci jok kursi ke sana.
Teror adalah pembelotan, pengkhianatan, kriminalitas, tindakan subversif terhadap logika -- tapi nyata. Teror tidak harus keras, kuat, dahsyat, menyeramkan; bahkan bisa berbisik, mungkin juga sama sekali tidak berwarna...

...Ada juga ternyata, teror mental berupa kematian seseorang...

Teror mental adalah sebuah usaha untuk menyulut peperangan batin. Ia tidak selalu harus besar, spektakuler, mengerikan, atau menakutkan -- meskipun juga bisa saja begitu - teror mental adalah sebuah titik kecil yang ditancapkan kepada sebuah balon yang sedang melembung. Ia bisa hanya sebuah senyum, hanya sebutir air mata, atau sebuah kata tegur yang lirih dan sopan. Tak penting wujudnya, yang terutama adalah akibat-akibatnya. Tidak perlu memporak-porandakan, cukup meraba, memegang atau menyapa, kekuatan batin itu sendiri kemudian yang selanjutnya bekerja.

Minggu, 05 Desember 2004

Speculas Greenleaf

Tanpa terlibat dalam adat istiadat persantaan, aku percaya bahwa pendeta Nikolaus adalah orang alim yang menolong gadis-gadis dari ancaman pelacuran, dan tawanan dari hukuman yang tak adil, dan bahwa pengkultusannya sah-sah saja, karena memang sifat dermawannya patut diteladani.
Tapi ternyata beliau ini adalah tokoh berlatar belakang sangat rumit.


Virginia’s Letter vs Never-grew-up Ally McBeal


Tentu, sinema Hollywood adalah media yang paling berpengaruh bagi penanaman ideologi pada anak-anak masa kini.
Tahun ini meluncurlah film animasi terbaru berbintang Tom Hanks, Polar Express.

Sarana permainan edukatif untuk anak-anak juga banyak diciptakan, seperti Kampung Kutub Utara yang satu ini.

Dari mulut ke mulut, sampai yang terbit dalam ilustrasi buku yang beredar luas, baik sebagai sasaran empuk para seniman termasuk Norman Rockwell, maupun dalam kaitan penyebaran agama, si tokoh orang suci terpoles tambahan rekayasa yang membaurkannya dengan ketiga Magi yang menyambangi bayi Al Masih, dengan Odin atau Thor, dan dengan Poseidon.
Ternyata ada suatu norma tak tertulis di kalangan media massa Amrik dalam hal-hal yang berkenaan dengan Santa Claus, demi menjaga keindahan dunia kanak-kanak.
Itu disebabkan, St.Nicholas memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan Negara Amerika, sejak diperkenalkannya kultus terhadapnya oleh orang-orang Belanda. Kabarnya Lincoln menobatkan tokoh ini sebagai pelindung tentara Utara demi meluncurkan perang urat syaraf, sampai kemudian diangkat sebagai pelindung New York.

Tahun 1897, jawaban terhadap surat dari Virginia, seorang anak umur 8 tahun mengenai apakah Santa Claus benar-benar ada, yang dimuat di New York Sun, menjadi editorial yang paling dibahas abad itu.

Lalu bagaimana proyeksinya ke dalam sidang pengadilan?
Di dalam sebuah episode Ally McBeal, seorang anak menuntut tokoh masyarakat yang membuat pernyataan bahwa Santa Claus itu tidak pernah ada. Tetapi ketika pengacara mendesak, akhirnya si anak mengakui bahwa ia sebenarnya juga menganggap tokoh santa itu hanya rekaan konyol.
Si Ally sendiri, pengacara yang jadi tokoh utamanya, digambarkan sebagai yang terkorban dongeng Santa, Santa baginya adalah pelarian ketidakpuasan masa kecilnya, bahkan syarat suaminya juga harus orang yang percaya Santa.

CokeSantaDan tentu saja, yang paling mengesankan dan menyebar luas ke seluruh pelosok toko di segenap penjuru dunia, adalah tokoh Santa yang berjualan Coca-Cola.

Whenever there's Santa
There's always Ho-ho-ho,
Whenever there's fun
There's always Coca-cola.


Jelaga dan Deterjen


Di Belanda tempat asal-usul Santa, ternyata bentuknya lain lagi. Beliau tampil sebagai uskup tua yang datang setiap akhir November dengan kapal uap dari Spanyol mengendarai kuda bersama asistennya yang setia si Zwarte Piet. Anak-anak sekolah yang didirikan Belanda, di Indonesia pun kenal dengan acara ini.
Menurut pembelaan beberapa orang yang bahagia menikmati masa kanak-kanak di Belanda, penokohan Piet Hitam bukan hal yang SARA, karena justru lebih bersahabat daripada figur Sinterklaas itu sendiri, dia yang membagikan permen dan hadiah; ramah, lucu, akrobatik. Lebih jauh lagi, sifatnya yang pendiam (maksudnya karena gak bisa bahasa Belanda?) memberi kesan misterius dan EKSOTIK.
Tapi di Negara-negara lain, tokoh pendamping Santa malah dibentuk menyeramkan, seperti Knecht Ruprecht yang bertanduk dan bermata merah dan dirantai sebagai tanda kekalahan.
Atau dalih lainnya bahwa Piet Hitam itu bukan orang negro, hanya penyapu cerobong asap dari Italia abad pertengahan, pekerjaannya sehari-hari membuat kulitnya hitam legam (pitch-black), ahli keseimbangan karena terbiasa berjalan di atas atap.
Tapi kalau ia memakai busana abad pertengahan berwarna gemilang selagi berkutat dengan debu jelaga, tentu masyarakat abad itu punya resep rahasia deterjen yang telah hilang ditelan zaman.
Jadi ingat, saya pernah membayangkan Santa versi Indonesia itu berbentuk seorang Kris Biantoro... (Eh OOT, ingat deterjen, ingat shampoo. Sudah pernah nonton Rrrrrrrr gak? Lucu juga tuh.)
ZwartePiet

Revolusi Zwarte Piet, bisa dinikmati di video ini.






Konspirasi Dokter Gigi?


Adat istiadat mempersembahkan wortel (yang tentu saja, bagi anak-anak memuakkan) ke dalam kaos kaki atau sepatu bots yang digantungkan untuk kudanya Sinterklaas, keesokan hari akan berganti dengan cokelat dan permen pepernoten. Ini mungkin bisa dipahami sebagai konspirasi antara pabrik permen cokelat kue dengan... Dokter Gigi!!! Supaya prakteknya laku! Saking banyaknya anak-anak yang merusak gigi karena menghindari sayur-mayur dan ketagihan cemilan manis.

Speculaas, alias Speculatie, alias Sinterklaas cookie


Untuk persediaan seminggu

  • 4 cangkir mentega hambar, dilembutkan
  • 2 sdm sari vanili
  • 4 cangkir gula pasir
  • 5 cangkir gula palem
  • 8 butir telur dikocok ringan
  • 14 cangkir tepung terigu
  • 2 sdm soda kue
  • 2 sdm kayu manis
  • 1 sdm biji pala
  • 1 sdm cengkeh
  • jahe secukupnya (2 sdt)
  • adas manis secukupnya (2 sdt)
  • garam secukupnya (1 sdt)
  • 2 cangkir almond iris
Campurkan mentega dan vanili dengan kedua jenis gula, aduk sampai ringan dan gembur.
Tambahkan telur kocok, aduk rata. Ayak tepung dan bumbu-bumbu, aduk ke dalam adonan mentega. Taburkan irisan buah badam dengan tangan agar tidak hancur. Pisah-pisahkan menjadi enambelas bagian rata, diamkan semalam. Panaskan oven sampai 180oC. Giling masing-masing adonan setebal kurang dari 1 cm, lalu potong-potong atau bentuk dengan cetakan kincir angin, ayam jago, atau sinterklaas. Bakar sekitar 1/4 jam dan simpan dalam kaleng tertutup.


Dari komposisi ini, artinya kedatangan Sinterklaas dirayakan dengan menikmati sejenis kue, yang bumbu-bumbunya adalah pampasan perang salib di Spanyol, dan dalam perkembangan sejarah menjadi Hasil Tanam Paksa di Indonesia. Iyeeeey. Yang jelas, kue ini lezat abissss, entah mengapa akhir-akhir ini kalah pamor sama chocochip.

Makhluk Hijau


Terus mengapa judulnya Speculaas Greenleaf, padahal gak ada dedaunan hijau yang terlibat langsung di adonan ini, adalah disambung-sambungkan (maksa) dengan tuntutan orang-orang yang merasa tersinggung dengan fenomena Zwarte Piet, yang mengakibatkan berubahnya tokoh ini menjadi makhluk berwajah hijau yang bukan hitam lagi (Hijau? Shrek? Mending kalau Piccolo atau Oscar The Grouch...).
Mungkin maksudnya, supaya lebih Environment Friendly, begicu...

Bahkan di Amerika si hijau resmi menjadi elf, makhluk halus dalam mitologi Eropa kuno, yang menjadi pegawai perusahaan mainan di Kutub Utara. Kalau di filmnya Arnold Schwatzeneger Jingle All the Way sih tetap saja punya kelakuan menyebalkan.
Entahlah dengan film-film yang lebih baru, Elf mungkin lebih ramah.

Tapi, terjebak fenomena LOTR, malah kebayang makhluk sekeren (=ini sih cuma kata orang, bagiku dia gak keren lah) Orlando Bloom jadi pesuruhnya Santa... Wah tambah beken lah si kakek merah ini.

Yah, sebenarnya soal perlambangan yang diada-adakan sih, bukan hanya Natal, Idul Fitri juga gak kalah heboh. Entah mengapa pasti ada kubah, palem dan unta... Demi menguras uang THR...

Kamis, 25 November 2004

Hemat Energi, Boros Biaya

"Sometimes, you have to leave things as it is. Yang ditampilkan barusan seperti biodiesel dan semacam, kedengaran ideal, tapi apakah praktikal? Seandainya itu akan menguntungkan, berbau uang, pasti dukungan akan datang dari berbagai pihak. Tapi kita lihat saja minyak goreng, berapa mahalnya dibandingkan bensin? Posisi minyak bumi sebagai bahan bakar tetap takkan tergantikan. Kami pernah menurunkan dana 20 miliar untuk penelitian yang berujung sia-sia. Yang kurang di Indonesia adalah kemampuan berpikirnya. Kami di Korea dulu juga begitu, tapi kami mampu bangkit dengan apa yang kami bisa."
....... Wapres APEC Energy Research Center Tokyo, orang Korea (yang jelas bukan Bae Yong Jun)

Masalahnya adalah pengemasan. Minyak goreng tentu saja mahal karena memakai kemasan steril, dan tidak mendapat subsidi sebesar minyak bumi. Sementara potensi limbah kelapa sawit terlihat menjanjikan. Tapi memang apa gunanya mengerahkan daya upaya habis-habisan hanya untuk memanjakan para pengguna minyak bumi lainnya.

Indonesia telah meratifikasi protokol Kyoto dan menerapkan CDM, tapi apa bukan hanya sekedar langkah politis?
Dari sudut pandang orang pertanian, timbul pertanyaan langkah mana yang lebih efektif: menurunkan harga energi, agar orang tak mampu dapat menggapainya, atau menaikkan derajat hidup mereka terlebih dahulu, sehingga semahal apa pun energi tetap dapat digapai?


...


dst

Senin, 22 November 2004

MinOn 2004

民音 留学生音楽祭
Adalah konser tahunan yang melibatkan mahasiswa asing sekota, untuk tampil beramai-ramai paduan suara atau mempertunjukkan budaya negeri masing-masing.


Setiap orang akan mendapat 5000 yen untuk pengganti ongkos jalan dan konsumsi latihan, jumlah yang wajar mengingat pihak-pihak kedutaan dan konsulat jenderal juga dimintai dana sponsor atas nama promosi wisata.


Kegiatan ini diselenggarakan oleh para sukarelawan yang tergabung dalam yayasan Minzoku Ongaku.
Karcis dibagikan cuma-cuma di pos-pos kegiatan pertukaran budaya, antara lain kantor administrasi mahasiswa asing.

Sabtu, 20 November 2004

November Mop

Sebenarnya film ini kutonton bulan April, karena tertipu judulnya.

Menggambarkan satu keluarga yang berangkat bertamu ke apartemen putri tertua yang pemberontak, demi merayakan Thanksgiving bersama-sama, sementara sang putri panik mempersiapkan makan malam yang istimewa.
Berbagai masalah psikologis terungkap satu persatu dengan menarik, sampai akhirnya kita bisa memahami karakter masing-masing tokoh sambil tertawa dan menangis.
Bagi kita yang gemar film Friends, tentunya ingat betapa perayaan ini sangat penting bagi mereka, terlepas dari kasus Chandler yang trauma keluarga, dan Phoebe yang vegetarian sibuk membela hak asasi kalkun.
Di sini, makna dari Thanksgiving juga diangkat ketika si April berusaha dengan susah payah menjelaskan pada tetangganya yang tak bisa berbahasa Inggris, tentang sejarah kaum pendatang yang berhasil merebut tanah pribumi dengan pertumpahan darah, menggarapnya, dan sebagai ucapan terima kasih menyelenggarakan perayaan panen sambil mengundang kaum pribumi tersebut...

Ternyata ada beberapa gerakan yang menuntut pemaknaan kembali perayaan ini, sebagai hari belasungkawa.

Minggu, 14 November 2004

Cinta Putih

It is hard for me to say: I AM SORRY
A lot easier to say: HAYANG SEURI Posted by Hello


© Id mubarak 1420H/1999M

Kamis, 11 November 2004

Pahlawan pejuang Bambu

Aku pernah tatap muka dengan Yasser Arafat. Iya, yang asli. Tepatnya, kami pernah menghibur beliau dan para petinggi dunia. Satu kelompok kecil angklung di antara ribuan pelajar, di alun-alun Bandung, pada peringatan 40 tahun Konferensi Asia Afrika, bagian dari acara KTT Nonblok ke-10.

Sambil merenungkan. Betapa berat beban yang harus dipikul seorang pemegang tampuk pimpinan orang-orang tertindas. Kapan harus mengerahkan tenaga dan senjata, kapan pula mengertak dengan kata-kata? Wajah dan tubuh pun serta-merta menjadi milik negara. Kehidupan pribadi dan pernikahan, menjadi sorotan dunia. Nafkah keluarga, atau dana masyarakat kah, yang ada di simpanan banknya?

Namun beliau, seperti biasa, tersenyum ceria melambaikan tangan dengan penampilan khasnya. Demikian juga semua orang di atas podium. Sementara aku, kami masing-masing, hanya bisa memainkan tiga empat nada. Untuk sekitar sepuluh menit kesenangan sesaat mereka, dan sekitar sepersepuluh detik diliput CNN dan berbagai saluran televisi. Dan jalan mulus menuju istana. Soeharto mengundang kami kembali menghiburnya di peringatan tahun emas kemerdekaan (Ahhh, kenangan baju merah putih dan selembar lima-puluh-ribu-rupiah-ku yang pertama itu...)


Perjuangan di tangga nada, jalur seni, cukup dihargai di Indonesia. Seniman, walaupun dengan pengajuan yang tak digubris bertahun-tahun dan seleksi yang lebih ketat daripada pahlawan perang bersenjata, juga bisa mendapat gelar terhormat pahlawan nasional.

Kemarin giliran Ismail Marzuki dan Raja Ali Haji. Bahkan sampai ke Kyoto pun, mewakili Indonesia untuk dunia, akan berarti sumbangan tenaga membantu Konsulat Jenderal RI mengamen di panggung pertunjukan ataupun tengah jalan.

Apakah pahala ini diterima? Adakah para politisi itu menikmati dengan tulus? Adakah hiburan ini mencerahkan pikiran mereka dan memuluskan berbagai negosiasi? Yahaha, soko made ha muri kamo.



Ini adalah perihal pilihan hidup.
Kau acungkan tangkai zaitun itu,
kami goyangkan tabung bambu ini.


Selasa, 09 November 2004

The West Frontier

Seorang bapak setengah baya berwajah bulat ceria dari lab sebelah, baru bisa bahasa Jepang sepatah dua, dan sama sekali tak bisa berbahasa Inggris.
Di sebuah acara mochitsuki yang diselenggarakan jurusan untuk mahasiswa asing, kami berkomunikasi dibantu rekannya, Hong.
"Lihat," katanya padaku, menunjukkan daftar hadir. "Kewarganegaraan saya ditulis Cina. Padahal kan bukan. Mereka tak bisa membedakan." Yah, melihat mata besar, kumis tebal, dan nama Arabnya: Ibrahim, takkan ada yang percaya pada daftar hadir itu.
"Ah itu maunya kamu saja, kalau memang berwarganegara Cina, mengakulah. Terima saja kenyataan ini, nikmati!" tegur Hong agak sinis.
"Oh ya, lalu sebenarnya orang apa?" Aku bertanya dengan berbagai isyarat percuma, yang ternyata berhasil juga diterjemahkan oleh Hong.
"Saya tinggal di Uzbekistan. Tapi saya orang Uygur."
"Uygur?... Uygur? Saya juga kenal orang Uygur, namanya Salina. Aslinya Saltanat Ubrayim. Kami sering berjumpa dalam kegiatan kebudayaan, dia suka menari."
"Salina? Itu adik saya! Adik kandung saya! Kan Ibrahim itu nama keluarga kami, nama ayah."
"..."

Mungkin memang orang Uygur itu sedikit, dan lebih sedikit lagi yang datang ke Kyoto. Hanya tujuh yang saya kenal, dibandingkan seratus orang Indonesia. Usut punya usut, Ibrahim bukan mahasiswa atau peneliti di lab sebelah, tapi hanya menumpang belajar bahasa Jepang, dengan penjamin seorang Sensei desain proses lingkungan saya, associate professor di sana, yang kebetulan adalah kenalan baik suami Salina. Si abang ini telah berkeluarga di Uzbekistan, namun ketidakmampuannya berbahasa Inggris dan kewarganegaraan Cinanya malah menjadi penghalang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di perusahaan pribumi. Maka ia belajar bahasa Jepang agar dapat diterima oleh perusahaan Jepang yang cenderung lebih tidak rasialis, penuh tenggang rasa dan bergaji manusiawi.

Salina, adiknya, cantik putih, sedikit sipit namun bermata biru, adalah wanita yang supel, peneliti bahasa Uygur di Kyoto University yang sangat bersemangat menyelenggarakan kegiatan budaya Uygur di setiap acara pertukaran kebudayaan. Saat Ibrahim berhasil datang ke Kyoto, ia dan keluarganya, suami dan seorang putra balita yang bermata biru juga, telah terlanjur pindah menjadi peneliti di Yokohama, namun masih tetap menyempatkan diri mengumpulkan beberapa rekan Uygur untuk tampil menari di International Community House.
Aku yang kebetulan tampil dalam mata acara berbeda, mengajar angklung untuk anak-anak, diminta membantunya memperagakan busana khas negerinya sebelum mereka mulai menari.

"Manik-manik dan mote-mote pada rompi ini buatan murahan, yang asli adalah dari emas permata, namun tentu saya tak sanggup membelinya, mahal dan takut hilang," kisahnya dalam perkenalan busana sebelum masuk ke mata acara utama, tarian. Ia menyingkapkan gaunnya yang terbuat dari sutra celupan asli, memamerkan sepatu buts kulit anggun dan celana panjang sutra bermotif khas negerinya.
"Dan celana ini, harus selalu dipakai kaum perempuan yang bergaun sekalipun, untuk kesopanan kalau menunggang kuda."

Lalu ia melepaskan topi musangnya yang lembut, "Topi bulu ini benda langka, milik nenekku turun temurun. Uygur punya banyak jenis topi yang mirip dengan Turki, karena merupakan perlintasan jalur sutra," jelasnya sambil mengeluarkan topi-topi dengan sulaman persis Aceh. Kemudian ia mulai mengatur rekan-rekannya berbaris dan mulai menari dengan anggun dan cekatan.

"Baiklah para penonton, tepuk tangan untuk pertunjukan rekan-rekan pelajar asing dari Cina." Suara MC menggema ke seluruh aula.

Di belakang panggung, Salina menoleh ke arahku, dan memegang pundakku kuat-kuat. Matanya menyala-nyala.
"Mereka bilang begitu, apa boleh buat, karena kini kami terjajah. Tapi kamu harus tahu, kami BUKAN orang Cina. Bukan bagian dari Cina. Kami bangga sebagai bangsa Turkistan. Camkan itu. Kami punya ras, budaya, dan bahasa yang sangat berbeda. Kami..."
Aku terpana melihat kehalusannya yang berubah menjadi garang. "Aku paham, Salina. Aku kan muslim..."

Uygur, suku bangsa di propinsi Xinjiang, "batas paling barat" Cina, merupakan sebuah komunitas Islam yang memiliki akar peradaban Turki, sehingga desakan untuk memisahkan diri dari Cina lebih kuat daripada suku Cina Muslim lain yang dominan, yaitu bangsa Hui. Karena satu keturunan dengan bangsa Han, bangsa Hui telah berabad-abad membaur dan memperoleh kemudahan beragama untuk mendirikan masjid, menjaga kehalalan makanan dan dilindungi hak-hak kewarganegaraannya oleh undang-undang negara Cina. Sementara Uygur, dengan kekhasannya sendiri, hingga kini masih sibuk melawan penindasan di ujung sana.
Indonesia, dengan kebijakan "Satu Cina", tidak akan mau mendukung upaya yang menjurus pada memerdekakan diri, takut menjadi tolok ukur terhadap kemerdekaan Aceh atau Papua.

Yah, tentu sebaliknya kaum muslim juga punya sifat SARA, dengan menimpakan dendam kesumat berabad-abad pada orang-orang Yahudi misalnya (sebagai Agama atau sebagai Ras?)
Atau yang lebih remeh-temeh seperti apa yang selalu saya ucapkan:
"Jangan panggil aku mBak! Aku bukan orang Jawa. Camkan itu."
Tohohohoho (^-^;v

Sabtu, 06 November 2004

Budaya Boga

Ramadhan, shaum dan tatacara makan orang Muslim, tentu banyak menimbulkan rasa ingin tahu dan penasaran teman sekelas, dosen, ibu kos, tuan rumah tempat bertamu, rekan kerja, atasan atau kenalan Jepang lainnya.

Mungkin mereka tak sadar bahwa berpuasa seharusnya bukan hal yang aneh karena juga ada dalam ajaran Buddha dan agama lain.

Acara tahunan buka bersama dalam bentuk Islamic Food Festival diselenggarakan oleh Kyoto Muslim Association di KICH, adalah salah satu kesempatan langka untuk mengundang mereka menghadiri penjelasan mengenai itu semua. Saat yang tepat untuk memperlihatkan sisi Islam yang sebenarnya kepada masyarakat Jepang Kyoto secara berkesinambungan, melalui hal yang paling esensial dalam perikehidupan manusia: Budaya Boga, alias makanan.

Para anggota KMA yang rata-rata berstatus mahasiswa asing dari mancanegara, menyediakan waktu di salah satu akhir pekan setiap bulan Ramadhan, demi memasakkan makanan lezat dan bermutu khas daerah masing-masing untuk dimakan bersama secara cuma-cuma. Orang Indonesia yang jumlahnya terbanyak, mendapat beban memasak lebih banyak juga, apalagi karena sebagian besar rewel tak bisa memakan masakan negara lain (heran, padahal enak-enak lho). Beban ini dibagikan kepada 5 atau 6 keluarga, sementara yang lain menyumbang nasi, bahan mentah atau uang untuk menutup biaya selebihnya. Keahlian khusus saya (maksudnya karena gampang buatnya) adalah pisang goreng, kolak, soto atau sambalado.

Sedikitnya sekitar 140 orang Jepang hadir untuk kegiatan tahun ini. Seperti biasa, sejak sekitar jam 3 sore para undangan akan duduk rapi untuk mendengarkan ceramah singkat dan diskusi mengenai budaya Islam secara garis besar, yang disampaikan oleh orang Jepang sendiri, agar mudah dipahami.

Profesor Kosugi Yasushi alias Yasir Abdullah, pakar dari Pusat Studi Asia-Afrika di Kyoto Univ, adalah penanggung jawab acara yang akan merekomendasikan penceramah yang tampil dari jaringan kenalannya. Bisa seorang ahli bahasa, pakar ekonomi perminyakan, sejarawan, atau beliau sendiri, yang kebetulan cukup punya nama dan sudah terbiasa tampil di depan televisi, bahkan diangkat menjadi penasihat Kaisar mengenai dunia Islam.

Diterangkan bahwa tanpa mereka sadari, budaya Islam sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan orang Jepang, baik dalam hal disiplin, kebersihan, kejujuran, dan telah masuk ke tengah-tengah mereka melalui interaksi dengan dunia ilmiah Barat, dalam aljabar, kedokteran, dan barang impor seperti kopi atau lemon.

"Ucapkanlah assalaamualaikum, dan sebuah dunia baru akan menyambutmu dengan hangat bersahabat."

Tanya jawab yang menarik dilaksanakan dengan tertib sampai menjelang buka, dan mereka dipersilakan menikmati tajil berupa kurma, kue-kue atau kolak bersama para panitia.
Ketika para panitia shalat maghrib berjamaah, mereka dipersilahkan beristirahat sambil mengamati. 


Kemudian kembali antre makan malam di ruang lainnya, sambil berinteraksi dengan para anggota KMA yang menghidangkan makanan, sekaligus melayani berbagai tanya jawab seputar makanan dan isu-isu keislaman.
Banyak juga yang berminat menghadiri kelas memasak hidangan Islami, bila KMA menyelenggarakannya. Yahaha, kapan ya. Bahkan ada yang mencaplok resep hidangan untuk kegiatan komersial!

Yah biarlah. Yang penting, mereka merasakan keramahtamahan Islam melalui kegiatan Ifthar Party ini. Memahami makna Ramadhan dan keuntungan berpuasa. Menemukan wajah Islam yang lebih nyata, mengikis bayangan teroris yang digembar-gemborkan media massa.

KMA sedang sibuk mengumpulkan dana pembangunan Masjid Kyoto. Sebagai kota dengan seribu kuil, baik tera, jinja, maupun gereja, masa belum punya masjid satu pun, cuma mushala mungil di pojokan. Ayo siapa mau menyumbang?

Sabtu, 30 Oktober 2004

Kanst Kanster Kanstest

Setelah selama tujuh tahun nyaris selalu menjadi anak bawang yang paling muda, tiba-tiba inilah kenyataannya...
Hisashiburi ni memenuhi undangan buka bersama Kansters sekaligus perkenalan angkatan XVI... eits... itu kan artinya sepuluh angkatan di bawahku. Aku angkatan VI gitu loh... Mulai cemas, jangan-jangan aku yang paling tua! Langsung kasak-kusuk mengajak rekan yang paling mudah diraih, sesampainya di sana... Fiuhhh, untung saja, ternyata ada yang lebih fosil lagi, Ikoen angkatan IV! Yahahahaha... Masih bela-belain hadir sama calon istrinya.

Terjebak di sana pastilah suratan takdir, kebetulan mirip nama sehingga bisa enak menggunakan istilah tersebut sebagai id. Memang agak takjub juga melihat organisasi kacau dan kurang kerjaan ini (Apaaaaa? Badan Keamanan? Lah bukannya kalian yang mesti diamankan?) ternyata telah terus beregenerasi menjadi:
  • titik tolak tokoh-tokoh sukses (?) pebisnis, insinyur, dokter,
  • ajang mengasah kenekatan pionir seorang bapak blogger,
  • sumber inspirasi novelis ber t-shirt putih di sebelah kanan,
  • kepercayaan diri nyonya di depan Big-Ben sebagai salah satu kanban musume-nya KBRI London di iklan pemilu MTv,
  • bahkan siapa tahu juga merupakan wadah konsolidasi politik abang berkemeja khaki di sebelah kiri yang baru saja 'diangkat' jadi anak menteri ... :-p


Tentu saja hanya kebetulan wajah-wajah itu terkumpul sedemikian rupa, bukan berarti organisasi inilah yang hebat ... Posted by Hello
Namun pastilah ada suatu... ehm... daya tarik khusus dari Kanst sehingga orang-orang penuh bakat itu (termasuk aku tentunya, yahahahahah...) rela mencurahkan segenap masa remajanya di sini.

Yeah... Lepas dari pelampiasan mabal dan razia, semangat pemberontakan dalam selimut terhadap rumah dan sekolah, kesempatan mendiklat diri jasmani rohani, dan iseng-iseng ngeceng-mejeng sana-sini, Kanst juga merupakan wadah penampungan berbagai ide kreatif yang tak mungkin disalurkan melalui organisasi yang sudah punya bentuk dan arah yang mantap.
Sarana belajar bergaul (dan bertengkar) antarmanusia beragam ideologi, menemukan identitas diri dengan menampik pendapat dua (atau tiga, empat, dan seterusnya) kubu yang berbeda sambil mempertahankan kedudukan di semua tempat sekaligus.
Di sinilah, tanpa sadar, para anggota mencoba menerapkan apa yang disebut 'dekonstruksi' (?)
"OSIS? Piaraan penjilat kepala sekolah."
"Biarlah yang penting dana turun terus, belanja bisa leluasa."

"Ah itu ekskul anu, cowo-cowonya pada memble yah."
"Biarlah yang penting jelas kegiatannya, gak kayak Kanst."

"Kanst? Cuman gerombolan logay gak tentu arah!"
"Biarlah yang penting kesempatan sok keren dan sok beken."

(dst... weks)


Bagi anak Kanst 3 yang membaca tulisan ini, dimohon kesediaannya membantu adik-adik kita angkatan baru, untuk mengisi database anggota, menambahkan Friendster Kanster ke jaringan anda dan mengumumkannya kepada teman-teman Kanst lain yang anda kenal.

Rabu, 27 Oktober 2004

Tersasar di Terjemahan 2

Tidak terlalu berhubungan dengan Tersasar di Terjemahan 1
Bila anda:
  • Penggemar komik

  • Kecewa akan mutu terjemahan manga jepang selama ini

  • Menyadari pentingnya pemahaman yang cukup mendalam mengenai kondisi sosial budaya, baik mengenai masyarakat Jepang yang mempengaruhi dasar pemikiran para pengarang, maupun mengenai masyarakat Indonesia sebagai khalayak pembaca, demi menekan pergeseran makna;

  • Mengetahui bahwa untuk meningkatkan apresiasi terhadap media komik, diperlukan penerjemahan dengan bahasa Indonesia yang baik namun tidak kaku, agar dapat menjembatani pengertian lintas budaya dan memperluas wawasan pembaca;

  • Telah seksama memperbandingkan hasil terjemahan yang terbit selama ini dengan karya aslinya;

  • Bercita-cita suatu saat menerbitkan komik sendiri;

  • Menguasai bahasa Jepang dan Indonesia;

Sebuah perusahaan penerbitan yang telah terbukti kehandalannya malang melintang di dunia manga selama limabelas tahun terakhir, memerlukan turun tangan anda menjadi penerjemah lepas. Bagi yang berminat silakan segera kirimkan lamaran lengkap melalui alamat ini.

Senin, 25 Oktober 2004

Tapa Brata

Mempersiapkan diri iktikaf menghadapi lailatul qadar?
Takut terancam kantuk?


Bagaimana kalau mencoba resep kuno para pendahulu yang sudah teruji tak lekang ditelan zaman. Apalagi sedang ngetrend pula di dunia Barat, kiblat modernisasi.
Silakan pelajari lewat situs web ini, dengan syarat pasang flash atau shockwave player, dan aktifkan pop-up di browser anda untuk situs ini.
Dijamin memuaskan.

Sabtu, 23 Oktober 2004

Sairea, sairyou!!! 「祭礼、祭礼」

Sairea, sairyou!!! Suatu saat menghadiri Kyoto Kurama no Hi Matsuri, Festival Api.
Aku ikut berdesak-desakan turun dari Eiden (Eizan Densha, jalur kereta listrik swasta yang menghubungkan Demachiyanagi dengan gunung Kurama dan Hiei). Lautan manusia tumpah ruah ke tanjakan ke arah Kurama Jinja yang sudah dipagari tali-tali untuk mengarahkan lalu lintas pengunjung. Mungkin hanya pada detik itu lah, jalur Eiden bisa mengalahkan Midosuji atau Ginza...

Nyaris terseret melayang karena tersangkut punggung dan siku orang lain, aku masih berkutat untuk menyorongkan kamera kuno yang seberat bayi...
Tiba-tiba sesuatu tersangkut di kaki, mengejutkanku, dan terus menggelayut sampai beberapa langkah. Bersusah payah menekukkan badan di tengah hiruk pikuk ini, makhluk yang semula kusangka kucing garong itu ternyata sebuah tas pinggang.
Aku berteriak-teriak ke seluruh penjuru,
"Sumimaseeyeyen, otoshimono nan desukedooo, kore ha dare no desukaaaa?"
namun tak ada yang peduli, semua sibuk dengan usahanya masing-masing beranjak maju dalam antrean yang bergerak selambat kura-kura. Akhirnya aku melaporkan penemuanku kepada seorang polisi penjaga yang sudah cukup umur, tegap dengan seragamnya bertugas di seberang pagar tali.
Ternyata aku tidak boleh hanya menyerahkan saja, melainkan harus keluar dari aliran dan mengisi semacam "wasuremono todoki" sesuai prosedur yang berlaku. Dengan agak penuh penyesalan bahwa antrean selama ini sia-sia, mengapa tak aku biarkan saja benda itu ditendang orang, aku mengikuti sang petugas jaga ke pos polisi yang... ternyata berada tepat di sebelah Kurama Jinja!
Tas pinggang itu diperiksa, nyaris tanpa isi, tak ada identitas yang dapat dikenali, hanya beberapa lembar struk pembayaran tak jelas dan sebuah selongsong kosong fuji-film. Yaaah hangus harapan mendapatkan imbalan sepuluh persen dari temuan. Setelah dengan teliti mencantumkan nama dan alamat dengan huruf-huruf keriting itu, aku ditanya pak polisi:
"Maukah identitas anda diberikan kepada yang kehilangan, seandainya ia melapor kemari? Tentu orang itu akan sangat senang akan hal ini."
"Oh, tidak, tak perlu..."
Aku malah takut, penemuanku itu sebenarnya sisa peninggalan pencopet, yang telah merampas semua isinya, siapa tahu tadinya ada dompet atau pernak-pernik perlengkapan kamera...
"Dengan lepas tanggung jawab saja, saya sudah syukur... Bolehkah sekarang saya kembali menikmati rangkaian acara?"
"Baiklah, silakan. Tapi jangan mengambil jalur yang salah."
Aku keluar dari pos polisi dengan agak lega, karena ada untungnya, sudah dekat ke tempat tujuan, tak perlu kembali turun ke antrean panjang, bisa langsung menelusuri titik-titik pemberangkatan api.

  ... [foto-foto di album]

Alkisah, tiga bulan kemudian aku memperoleh selembar kartu pos.
Dari susunan katanya bisa ditebak tulisan orang tua. Dia memperkenalkan diri sebagai fotografer amatiran mengisi masa pensiun, dan mengucapkan terima kasih, begitu ia balik lagi mencari tas pinggangnya ke Kurama, ternyata aku temukan, sehingga ia bisa kembali beroperasi.
(Tas pinggang saja, gitu loh! Apa benar dia memang bela-belain balik mencari... Di toko tas Elisabeth paling juga cuman lima puluh ribu rupiah... Walaupun mungkin aku bakal meraung-raung kalau tas MACHO seven senses aku hilang... Tohohohoho.)
Pak Polisi sengaja melanggar janji. Entah dia menduga aku hanya basa-basi, entah karena tahu aku orang asing, dia berusaha memaksakan adat istiadat yang berlaku di Jepang padaku untuk dihayati.
Setidaknya, kali ini tak ada yang menuduh aku mencopet lah. Semoga memang kakek ceroboh itu tak kehilangan benda yang lebih penting. Dan yang jelas, artinya, sepuluh persen dari tas pinggang yang selayaknya aku peroleh sebagai tanda jasa itu adalah seharga selembar kartu pos ditambah perangko...

Jumat, 22 Oktober 2004

Jidai Matsuri

tomoeTomoe Gozen, prajurit wanita tangguh, dengan tombak panjang "naginata"nya, menjadi salah seorang tokoh utama yang mewarnai festival dari masa-ke masa. Posted by Hello

Kamis, 21 Oktober 2004

Lantunan itu...

Angin meniup dedaunan momiji memerah.
Kereta-kereta listrik berlalu riuh rendah.
Televisi menyiarkan variety-show meriah.
Namun, selapis sunyi mengambang di udara.

Mungkin bukan karena teguhnya keyakinan.
Mungkin bukan akibat ketaatan menjalankan.
Mungkin hanya sekedar kerinduan.
Akan rutinitas keseharian yang terputus tiba-tiba.

... Senyap mencekam dalam gelegar.
Andai, desah shakuhachi bisa terdengar.
Atau mantra lotus sutra di taman-taman sekitar.
Namun terlalu malam untuk bertandang ke luar.

...
...
... Ah? Masa. Bukan! Tetapi??? Lantunan itu!!!
Seluruh penghuni Bambumuda muncul menghambur.
Ah, sou, -tersenyum satu sama lain-, sudah musim gugur.
Setidaknya sampai musim dingin berakhir, suara ini akan menghibur.

Mengalun merdu.
Menggema syahdu.
Menebus rindu.


Yaaaakiii imoooooooo!!! Ishi yaaaaaki imoooooooo... ... ...

Membangkitkan kenangan.
Seakan adzan Isya berkumandang.
Walaupun sama sekali gak nyambung.


Yaaaakiii imoooooooo!!! Ishi yaaaaaki imoooooooo... ... ...

Memanjakan telinga, lidah, dan hati sepi.

(Uuuubiii bakaaaarrrr!!! Uuuubiii bakar batuuuu!!! Tohoho(^^;w)

Bagi semua pendatang baru, yang masih sering tertipu:
Mari berharap
penjaja ubi 100yen yang dibakar pakai batu hitam panas itu,
akan berkeliling juga dini hari, menemani kita sahurrr!!

Senin, 18 Oktober 2004

studio G4



Ada sponsor
yang
numpang iklan.



G4 studio, menerima pesanan gambar dan desain arsitektur dan interior rumah tinggal ataupun fungsi lain.

(suwerrr ga ada hubungannya whatsoever dengan F4!!!)



Sabtu, 16 Oktober 2004

Kolak Campur di Cafe Peace

Natural Healthy Organic Vegetarian Cuisine, Bistro Cafe Peace Kyoto
Sebuah restoran vegetarian dibuka di simpang Hyakumanben, seberang Kyoto Univ, pada akhir 2002. 
Ketika aku mencoba mencicipi, sang pemilik restoran menyapa dengan ramah: 
"Dari Indonesia kan? Saya suka masakan Indonesia. Saya pernah mencoba kolak sewaktu ada festival di Kokusai Kouryuu Kaikan (International Community House)." Hampir tiap tahun dalam acara Iftaar Party dari KMA, aku yang masak kolak, kebetulan. Tentu dia ikut serta dan ingat wajahku. "Kami akan menyuguhkan Kolak sebagai menu musim dingin spesial percobaan untuk bulan depan. Itu 'kan makanan yang cocok untuk vegetarian. Bisakah memberikan tips mengenai cara memasaknya? Bagaimana mengejanya untuk ditampilkan di daftar menu?" 
Aku mencoba menjelaskan setahuku saja. Bahwa karena tak ada gula jawa, kami di sini menggunakan brown sugar atau kibisatou, dan mengganti ubi jalar dengan kabocha (labu kuning) yang jauh lebih enak tapi juga mahal. Dan bahwa sebenarnya kolak juga bisa dihidangkan dingin, untuk musim panas, walaupun neng Lisa yang datang bersamaku bilang kalau dingin namanya jadi setup. Aku bahkan belum tahu saat itu, bahwa ada yang namanya kolak ayam. Setelah mencoba mengeja k-o-l-a-k, ia menuliskannya dengan semena-mena dalam katakana 「コラック」,entah mengapa bukan 「コラク」 atau 「行楽」 (=pesiar; padahal, siapa tahu, tohoho). Mungkin maksud tersembunyinya, co-luck? Ujung-ujungnya, dia sebenarnya sudah menyusun menu sendiri setelah beberapa kali mencicipi kolakku itu, dan inilah hasilnya: ditekankan sebagai hidangan khas Ramadhan Indonesia (padahal perasaan bukan lagi puasa pun disantap kok), tapi dicemplungkan juga kacang hijau dan tapioka... Gubrag deh... Harusnya sih, nama kolak diganti jadi bubur kampiun saja sekalian! Yahahahaha. 
Makanya, aku gak dapat royalti... Yah, paling sekali-sekali ditraktir kolak gratis, soalnya harga di sana gak tanggung-tanggung, 680 yen! Sekitar Lima puluh ribu Rupiah lebih!!!! Untuk secawan kecil kolak gitu loh!!! 
Coba aku yang jual, mungkin bisa kaya... Yahahahaha. Tapi bahan mentahnya juga mahal sih. Pisang sesisir saja 300 yen.
温かいデザートはいかがですか?イスラム教のラマダン明け(断食明け)にインドネシアで食べられているぜんざいです。バナナ、かぼちゃ、さつま芋、タピオカ、緑豆などをココナツミルクで煮込んでいます。PEACEのお勧めデザート。
An Indonesian sweet enjoyed by Muslims at the end of Ramadan. Banana, pumpkin, sweet potato, tapioca, and green peas simmered in coconut milk. Café Peace's recommended hot dessert!
Vegetarian sebenarnya sudah berakar sejak lama di Jepang, berpedoman pada ajaran Buddha, bahkan Kyoto sebagai pusat pertapaan, terkenal dengan acar-acaran dari sayur-mayur khasnya Kyoyasai, dan toufu yang terkenal. 
Hidangan daging seperti Sukiyaki dan shabu-shabu yang kita nikmati di restoran-restoran Jepang justru termasuk baru, disantap sejak keterbukaan terhadap Eropa di zaman Meiji. 

Berdiri di sudut manis di bangunan lantai tiga, Cafe ini tepat di atas restoran Yakiniku dan Gyudon. Katanya, sengaja, untuk memberi alternatif baru dan menarik pemakan daging agar pindah haluan menjadi vegetarian... 
Ditata dengan apik, berhias lampu nanas anyaman rotan, dan foto-foto para selebritas vegetarian. Menyediakan berbagai buku bacaan yang dapat kita baca sambil menunggu hidangan, seputar humor, kebudayaan, perjalanan keliling dunia, dan hak asasi hewan
Menu, seputar vegetarian dan vegan, rata-rata dari bahan sayur-buah organik dan daging sintetis kacang kedelai. Tapi sebaiknya meminta khusus lagi untuk tidak memasukkan bumbu mirin dan sake
Ada makanan khas Asia Tenggara seperti Vietnam, ada kari India/Thai, yang terasa lucu adalah sebuah menu Jepang: Avocado Sashimi, irisan alpukat pengganti ikan mentah, dicelup shouyu dan wasabi
Bukan hanya untuk makan-makan, tapi di sini juga dijual segala macam sabun yang murni 100% bahan nabati, dan banyak kegiatan yang diselenggarakan di sana, pemutaran film anti perang lah, perencanaan demonstrasi lah; pertengahan September kemarin mereka menjadi panitia festival vegetarian segala, sebuah gerakan akar rumput dengan semboyan bahwa vegetarian adalah pintu perdamaian... 

Mengutip kekesalan Kirsten Dunst terhadap kaum vegetarian:
"I understand if you really don't want to hurt the animal or if it really grosses you out. But then there are some who just like the fact that they're controlling something in their life."
Hmmm. Bagaimana menurut kalian?

Rabu, 13 Oktober 2004

Sports Konjou!

Undokai, kegiatan yang mirip-mirip pesta rakyat tanggal 17 Agustus di Indonesia. Asal-usul sebenarnya, adalah pelatihan olahraga yang diselenggarakan di sekolah marinir sejak tahun 7 Meiji (1874), namun beberapa dekade kemudian diadopsi oleh organisasi-organisasi kedaerahan sebagai festival, yang kini menjadi ajang kekeluargaan di sekolah, hari di mana orang tua mendukung pertumbuhan anaknya yang bertanding dengan rekan sebaya.
Undokai paling banyak diselenggarakan pada libur nasional yaitu Taiiku no Hi.
Tanggal ini ditetapkan dari upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 1966 tanggal 10 Oktober (kini digeser-geser setiap tahun demi mepermudah penyusunan rencana liburan), yang dipilih karena merupakan hari dengan nilai statistik probabilitas cerah tertinggi dalam catatan cuaca di seluruh Jepang.

Dalam undokai semacam ini, dilihat dari umumnya regu yang dipertandingkan hanya terbagi dua, Merah dan Putih (Akagumi dan Shirogumi), sebenarnya tidak terlalu dipentingkan menang dan kalah, tujuan utama hanya kemeriahan suasana. Tapi ternyata tak berarti melunturkan semangat bersaing dalam masyarakat Jepang, memperhatikan banyaknya manga dan film bertema sports konjou alias supokon.

Manga terkenal yang telah dianimasikan, di antaranya:
  • Ashita no Jou, cerita tinju profesional mengharukan, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Boy Action II, merupakan juga sebuah kritik sosial terhadap kondisi anak-anak terlantar di daerah kota besar. Moeta... Moetsukita... Masshiro na hai ni...
  • Komik-komik karya Adachi Mitsuru, mengenai berbagai kisah cinta remaja yang terlarut dalam kegiatan ekstrakurikuler olahraga serius: baseball (Touch, H2), renang (Rough), dan yang kini sedang terbit mengenai tinju (KATSU!).
  • Ace wo Nerae, komik tahun 1970an mengenai persaingan tenis SMA, dibuat lagi dramanya awal tahun 2004 ini dengan pemeran Ueto Aya.
  • Kapten Tsubasa
  • Slam Dunk, basket basket basket... Musim panas kemarin ini penjualan tankoubonnya telah mencapai angka seratus juta, para penggemar bisa merayakannya di situs ini.

Film layar lebar yang patut direkomendasikan: